Petugas menunjukkan lokasi gempa terbaru pada monitor alat informasi gempa dan peringatan dini tsunami atau Warning Receiver System (WRS) yang baru dipasang di Kantor BPBD Kabupaten Padangpariaman, Sumatera Barat, Senin (19/7/2021). | ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra

Tajuk

Waspadai Multibencana

Ancaman perubahan iklim ekstrem dan tektonik menimbulkan risiko multibencana geohidrometeorologi.

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati  mengatakan, dari monitoring BMKG, fenomena cuaca, iklim, dan tektonik di Indonesia cenderung makin dinamis, kompleks, tidak pasti, dan ekstrem. Keadaan ini menyebabkan risiko kejadian multibencana geohidrameteorologi makin meningkat.

Pernyataan Dwikorita tersebut disampaikan saat rapat koordinasi pembangunan nasional (rakorbangnas) dan peringatan hari ke-74 BMKG, yang digelar secara virtual pada Kamis (29/7). Peringatan yang disampaikan ketua BMKG tersebut terasa sangat pas karena dua hari lalu, gempa berkekuatan magnitudo 5,2 baru saja mengguncang Pacitan, Jawa Timur. Sementara itu, masyarakat juga merasakan suhu yang dingin pada siang hari walaupun hujan sudah hampir tiga pekan di sejumlah daerah tidak turun.

Di belahan dunia lain, bencana pun silih berganti terjadi. Gempa dengan kekuatan magnito 7,8 terjadi di Alaska Peninsula, Amerika, kemarin. Hampir dua pekan sebelumnya, sejumlah negara di Eropa seperti Jerman dilanda banjir besar, yang menelan korban meninggal hingga 180 orang.

Ancaman perubahan iklim ekstrem dan tektonik yang sangat dinamis, menimbulkan risiko multibencana geohidrometeorologi yang harus diwaspadai oleh penduduk dunia, termasuk Indonesia. 

 
Ancaman perubahan iklim ekstrem dan tektonik yang sangat dinamis, menimbulkan risiko multibencana geohidrometeorologi yang harus diwaspadai oleh penduduk dunia, termasuk Indonesia. 
 
 

Jika kita berkaca di sejumlah negara maju dengan teknologi kebencanaan yang lebih maju dan fasilitas pencegahan bencana yang lebih lengkap, masih tetap menimbulkan banyak korban jiwa, Indonesia harus lebih bekerja keras lagi.

Apalagi, jika kita mau jujur, sejumlah fasilitas untuk mencegah kebencanaan di Indonesia, masih jauh tertinggal dari beberapa negara maju. Padahal, pada saat bersamaan, ancaman bencana silih berganti menghampiri negeri ini.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, Indonesia memiliki risiko bencana geo, hidro, dan meteorologi yang sangat tinggi. Bahkan, jumlah kejadian bencana meningkat signifikan setiap tahunnya. Indonesia bahkan mengalami multibencana dalam waktu bersamaan.

Data pemerintah menyebutkan, rata-rata bencana gempa bumi yang terjadi pada kurun waktu 2008-2016, sebanyak 5.000-6.000 dalam satu tahun. Jumlah itu kemudian terus meningkat, pada 2017 menjadi 7.169 kali, dan pada 2019 meningkat signifikan menjadi lebih dari 11.500 kali.

Begitu juga, dengan cuaca ekstrem dan siklon tropis yang mengalami peningkatan frekuensi, durasi, dan intensitasnya. Periode ulang terjadinya El Nino atau La Nina pada 1981-2020, cenderung semakin cepat, yakni sekitar dua hingga tiga tahunan, dibanding pada periode 1950-1980 yang berkisar lima hingga tujuh tahunan.

 
Periode ulang terjadinya El Nino atau La Nina pada 1981-2020, cenderung semakin cepat, yakni sekitar dua hingga tiga tahunan, dibanding pada periode 1950-1980 yang berkisar lima hingga tujuh tahunan.
 
 

Berbagai potensi bencana tersebut harus disikapi dengan arif. Baik oleh pemerintah di pusat dan daerah, lembaga seperti BMKG, maupun oleh masyarakat. Berbagai potensi bencana yang bisa terjadi di Tanah Air, hendaknya tidak membuat masyarakat menjadi ketakutan. Masyarakat tetap harus tenang dan melakukan berbagai aktivitas dengan normal. 

Namun, masyarakat tetap harus waspada, terutama mereka yang tinggal di daerah rawan bencana. Masyarakat harus mematuhi berbagai peringatan dini yang telah disiapkan oleh aparat. Peralatan peringatan dini tersebut merupakan ikhtiar dalam mencegah korban lebih banyak dari setiap kejadian bencana.

Karena itu, masyarakat juga harus menjaga peralatan-peralatan peringatan dini ataupun peralatan lainnya, yang bisa membantu masyarakat mendapatkan informasi awal dari potensi bencana yang terjadi. Jangan merusaknya dan mengabaikan berbagai peringatan dini yang ada sebelum bencana besar terjadi.

Di sisi lain, kita berharap, BMKG dan lembaga sejenis mampu menciptakan teknologi yang mampu mendeteksi potensi bencana sehingga dapat mengurangi kemungkinan korban jatuh lebih banyak. Berbagai penelitian yang dilakukan oleh lembaga-lembaga riset di Indonesia diharapkan, dapat menghasilkan teknologi yang dapat mengurangi banyaknya korban dari setiap bencana yang melanda Tanah Air.

Sementara itu, pemerintah di pusat dan daerah harus terus-menerus mengedukasi masyarakat, terkait potensi bencana yang mungkin terjadi. Edukasi kepada masyarakat tidak hanya berbicara apa yang harus dilakukan ketika bencana terjadi, tetapi juga masyarakat diminta menjaga setiap peralatan yang dapat membantu dalam mendeteksi potensi bencana alam.

Pemerintah pun tidak boleh lambat dalam  mengambil langkah penanganan warga yang tertimpa musibah. Jangan sampai masyarakat yang sudah menderita karena menjadi korban bencana alam, tapi harus kecewa akibat lambatnya penanganan pascabencana yang dilakukan pemerintah.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat