Tangkapan layar pembukaan Konferensi Fatwa (Annual Conference on Fatwa Studies) Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang digelar secara daring pada 26-28 Juli 2021. | Youtube/Official TVMUI

Khazanah

Konferensi Fatwa Bentuk Keterbukaan MUI

Semua artikel yang dipresentasikan dalam konferensi meningkatkan kualitas fatwa MUI.

JAKARTA — Pemerintah mengapresiasi Konferensi Fatwa (Annual Conference on Fatwa Studies) Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang digelar secara daring pada 26-28 Juli 2021. Menurut Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa’adi, konferensi ini merupakan bentuk keterbukaan sekaligus pertanggungjawaban MUI kepada publik atas produk-produk fatwanya.

“Atas nama Kementerian Agama saya menyambut baik acara pertemuan Annual Conference on Fatwa Studies oleh Komisi Fatwa MUI pusat,” ujar Wamenag kepada Republika, Rabu (28/7).

Melalui kegiatan ini, kata dia, publik yang diwakili para peneliti dan akademisi diberikan ruang untuk menilai dan memberikan opini terhadap produk fatwa MUI, baik pada aspek konten fatwa maupun metodologi penetapan fatwanya. “Sehingga forum ini juga bisa menjadi media evaluasi, penilaian, dan koreksi kritis terhadap hasil kinerja Komisi Fatwa yang sangat penting untuk perbaikan institusi Komisi Fatwa ke depan,” katanya.

Ia berharap, Konferensi Fatwa dapat terus diselenggarakan setiap tahun. Melalui forum ini,  MUI akan mendapatkan umpan balik, bisa menyampaikan klarifikasi sehingga bisa menjadi ajang muzakarah. “Hal ini akan memperkaya input dan memperbaiki pelayanan fatwa, baik aspek metodologi maupun konten fatwa,” katanya.

Sementara, Ketua MUI Bidang Fatwa KH Asrorun Ni’am Sholeh mengatakan, seluruh karya ilmiah yang telah dipaparkan para pemakalah dalam Konferensi Fatwa ke-5 ini menjadi masukan sekaligus kritik yang bermanfaat untuk meningkatkan kekhidmatan fatwa MUI.

"Komisi Fatwa melakukan proses pengkhidmatan ini dengan intensif dan pendekatan keagamaan yang komprehensif, yang sesuai dengan prosedur penetapan fatwa. Tidak ujug-ujug," kata dia dalam penutupan konferensi, Rabu (28/7).

Kiai Ni'am menekankan, MUI dalam konferensi ini memosisikan diri untuk mendengar, bukan menggurui, bahkan menyalahkan. Seluruh artikel yang dipresentasikan menjadi kritik yang bermanfaat bagi MUI dalam melakukan introspeksi, koreksi, dan langkah perbaikan selanjutnya.

Konferensi Fatwa kali ini, dia melanjutkan, juga merupakan bentuk komunikasi akademik yang dibutuhkan untuk menyambung pokok-pokok pikiran yang mungkin selama ini terputus atau tidak tertautkan. Sebab, menurut dia, salah satu faktor penyebab munculnya masalah, termasuk dalam aspek keagamaan, adalah komunikasi yang terputus.

Kiai Ni'am menambahkan, Konferensi Fatwa ini, selain mempertautkan ide dan gagasan serta mempertemukan ragam pemikiran, juga untuk mendudukkan fatwa MUI secara proporsional. Dia mengatakan, ada berbagai macam respons terhadap fatwa MUI.

Pertama, ada yang bisa memahami secara utuh karena memang punya latar belakang akademik yang sama. Kedua, mereka yang tidak paham sehingga perlu mendapat pemahaman dan sosialisasi. Ketiga, ada yang salah memahami sehingga pemahaman mereka perlu diluruskan.

Ia mencontohkan, saat MUI mengeluarkan fatwa kehalalan vaksin Sinovac, ada perjalanan panjang sebelum MUI menetapkan kehalalannya. Ada ahli yang dimintai pandangannya dengan cara pergi langsung ke Cina untuk mengecek langsung tempat dan proses pembuatan vaksin.

Ahli tersebut harus terlebih dulu dikarantina selama lebih dari dua pekan di sana sebelum akhirnya bisa melakukan tugasnya. "Dalam pedoman penetapan fatwa itu membutuhkan pandangan ahli," ujar dia.

Dalam Konferensi Fatwa ini, Kiai Ni'am mengatakan, seluruh artikel akan dibukukan dan menjadi salah satu referensi agar memiliki manfaat yang lebih luas bagi masyarakat. “Semua artikel yang dipaparkan akan menjadi bahan untuk meningkatkan kualitas kefatwaan MUI,” katanya.

Ia menambahkan, Konferensi Fatwa ke-5 ini menampilkan 50 artikel terpilih untuk dipresentasikan pokok dan ide pemikirannya. Meski berlangsung di tengah pandemi, animo pendaftar tahun ini jauh lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Jika peserta pada konferensi tahun sebelumnya hanya 30 orang, kini lebih banyak menjadi 50 orang.  

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat