Perempuan berhijab melakukan aksi menolak Islamophobia di Paris, Prancis, beberapa waktu lalu. | EPA-EFE/CHRISTOPHE PETIT TESSON

Internasional

UE: Kantor Boleh Larang Hijab

Larangan hijab diizinkan dengan sejumlah syarat.

BRUSSELS – Pengadilan Tinggi Uni Eropa (UE) menyatakan, Kamis (15/7), kantor atau tempat bekerja boleh saja melarang pegawainya memakai simbol keagamaan seperti hijab. Namun, larangan hanya dapat dilakukan jika ada alasan yang kuat serta mempertimbangkan hak dan kepentingan si pemakainya.  

“Larangan untuk memakai segala bentuk ekspresi politik, filosofis, atau kepercayaan agama di tempat kerja bisa dibenarkan jika sesuai dengan kepentingan tempat bekerja tersebut untuk menampilkan citra netral di hadapan pelanggan atau demi mencegah pertikaian sosial,” demikian kutipan putusan pengadilan tersebut yang dikutip Aljazirah, Kamis.

Pengadilan mengingatkan, ada sejumlah pertimbangan lain yang harus diambil oleh ke-27 negara anggota UE. “Namun, pembenaran ini harus terkait dengan kepentingan murni tempat bekerja dan dengan mengacu pada hak serta kepentingan terkait, pengadilan nasional bisa saja mempertimbangkan konteks khusus Negara Anggota dan, khususnya sesuai aturan nasional yang melindungi kebebasan beragama,”  katanya.

Awalnya, kasus ini diajukan dua wanita di Jerman. Keduanya dihentikan sementara dari pekerjaan mereka saat mulai memakai hijab. Salah satu wanita tersebut bekerja di pusat penitipan anak di Hamburg yang dikelola lembaga sosial. Seorang wanita lainnya adalah kasir di jaringan toko obat Mueller.

Kedua wanita tersebut tidak memakai hijab saat pertama kali masuk bekerja di tempat mereka. Namun, setelah beberapa tahun, mereka memutuskan memakai hijab. Keputusan berhijab diambil setelah keduanya cuti melahirkan.

Menurut dokumen pengadilan, tempat mereka bekerja masing-masing menyatakan, kedua wanita tersebut tidak diperkenankan berhijab jika ingin terus bekerja. Jika masih ingin berhijab, mereka harus pindah kerja.

Pengadilan Tinggi UE harus memutuskan kedua kasus itu, untuk menentukan apakah larangan berhijab merupakan bentuk pelanggaran kebebasan beragama. Atau, apakah tempat bekerja diizinkan menerapkan larangan tersebut sebagai bentuk kebebasan menjalankan bisnis dengan harapan bahwa mereka menunjukkan citra netral kepada para pelanggan.

Pengadilan mengizinkan larangan pegawainya menggunakan simbol-simbol tertentu jika ingin menjunjung tinggi kenetralan tempat bekerja. Sedangkan untuk kasus pengguna hijab di tempat penitipan anak, larangan diizinkan karena tempat mereka bekerja tidak hanya melarang hijab, namun juga melarang pegawainya memakai simbol salib.

Pengadilan Tinggi UE kini menyerahkan kepada pengadilan nasional untuk mengambil putusan akhir. Pengadilan nasional diminta memutuskan jika larangan tersebut termasuk diskriminasi atau tidak.

Pada 2017, Pengadilan Tinggi UE sudah memutuskan bahwa perusahaan boleh saja melarang pegawainya memakai simbol keagamaan yang terlihat jelas, jika ada alasan kuat. Namun, keputusan itu memercikkan protes di kalangan kelompok keyakinan.

Saat ini Jerman memiliki sekitar lima juta populasi Muslim. Angka ini menjadikan umat Islam di sana termasuk populasi terbesar di antara kelompok minoritas keagamaan.  

Larangan berhijab di tempat bekerja telah menjadi isu hangat di Jerman dalam beberapa tahun terakhir. Biasanya ini menyangkut profesi seperti guru di sekolah negeri dan hakim magang. Namun, isu ini tidak sampai menjadi isu besar yang diangkat dalam kampanye anggota parlemen tahun ini.

Pengadilan Tinggi Prancis pada 2014 pernah memperkuat putusan pengadilan di bawahnya, terkait larangan berhijab. Saat itu, sebuah tempat penitipan anak swasta melarang pegawainya berhijab karena demi citra netralitas.

Prancis, rumah bagi minoritas Muslim terbesar di Eropa, melarang pemakaian hijab di sekolah negeri pada 2004. Namun, ini berbeda dengan Austria. Pengadilan Konstitusional Austria memutuskan bahwa aturan yang melarang anak di bawah 10 tahun berhijab di sekolah adalah bentuk diskriminasi.  

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat