Reaksi Jack Grealish dari Inggris saat pertandingan semifinal kejuaraan sepak bola Euro 2020 antara Inggris dan Denmark di stadion Wembley di London, Rabu, 7 Juli 2021. | AP/Carl Recine/Pool Reuters

Olahraga

Beban Berat Eksekutor Penalti Inggris

Inggris takluk 2-3 dari Italia dalam adu penalti di final Euro 2020.

LONDON — Berubah status dari pahlawan menjadi pecundang bisa terjadi dalam sekejap di dunia olahraga. Sebentar dielu-elukan, tak lama kemudian jadi sasaran hujatan. Ini dirasakan pula oleh Marcus Rashford.

Tahun lalu namanya masyhur karena gerakan sosialnya mengumpulkan dana untuk menyediakan makanan gratis kepada anak sekolah yang kurang beruntung di Inggris. Ia sampai diganjar gelar bangsawan MBE oleh pihak Kerajaan Inggris.

Sekarang, Rashford jadi korban perisakan. Mural bergambar Rashford yang terpajang di dinding kedai kopi Copson Street, pinggiran selatan Kota Manchester, jadi sasaran. Gambar penyerang Manchester United berwarna hitam-putih yang dan dibuat oleh seniman jalanan Akse pada November 2020 dicoreng oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

Bingkai Rashford dirusak menggunakan ornamen berwarna biru. Ada tulisan bernada kekecewaan atas kegagalan Inggris dari Italia pada laga di Stadion Wembley, London, Senin (12/7) dini hari WIB. Inggris takluk 2-3 dari Italia dalam adu penalti di final Euro 2020. Sebelumnya kedua tim bermain imbang 1-1 pada waktu normal ditambah babak perpanjangan waktu.

Rashford salah satu pelakon dalam drama menyesakkan timnas Inggris tersebut. Ia yang maju sebagai algojo ketiga gagal mengeksekusi penalti. Padahal arah bola yang ia lepaskan sebenarnya tak dapat diantisipasi oleh kiper Italia Gianluigi Donnarumma. Malang bagi Rashford, bola sepakannya terlalu melebar sehingga gagal menggetarkan jala gawang.

 
Ia yang maju sebagai algojo ketiga gagal mengeksekusi penalti.
 
 

Bukan cuma muralnya yang dirusak. Rashford juga menerima hujatan rasialis. Yang makin menyakitkan, Rashford dimasukkan pelatih Gareth Southgate menjelang babak tambahan berakhir. Seolah terkesan Rashford sengaja disiapkan menjadi salah satu eksekutor dalam adu penalti.

Selain Rashford, pemain yang dikabarkan bakal menjadi rekan setimnya di MU, Jodan Sancho, juga menerima nasib serupa. Sama dengan Rashford, Sancho juga dimasukkan jelang laga usai. Sosok terakhir yang menerima pelecehan rasialis adalah Bukayo Saka, pemain remaja milik Arsenal.

Pihak Federasi Sepak Bola Inggris (FA) dengan cepat mengutuk aksi tersebut. FA berjanji menyelidikinya dan mendesak otoritas hukum memberikan ganjaran seberat mungkin bagi siapa pun yang terlibat. "Kami akan terus melakukan segala yang kami bisa untuk menghapus diskriminasi dari permainan ini," demikian pernyataan FA dilansir Mirror, Senin.

Entah bagaimana Southgate menyiapkan timnya kala menghadapi Italia dalam skenario babak penalti. Yang jelas, pilihannya dalam meracik algojo jadi salah satu biang kerok kegagalan Tiga Singa.

Momen kegagalan Rahsford, Sancho, dan Saka, seperti memutar kembali kisah kelam Inggris saat berhadapan dengan situasi adu penalti. Ada Southgate sendiri yang gagal dalam semifinal Euro 1996 kontra Jerman. Kemudian David Beckham dan Darius Vassell di hadapan kiper Portugal, Ricardo, pada perempat final Piala Euro 2004. Setelahnya terselip tiga nama beken Frank Lampard, Steven Gerrard, serta Jamie Carragher yang gagal di Piala Dunia 2006.

Inggris tercatat hanya tiga kali menang dalam 10 partai yang harus dimainkan melalui adu penalti. Kemenangan itu didapat saat bertemu Spanyol di Euro 1996, Swiss pada UEFA Nations League, dan Kolombia pada Piala Dunia 2018.

 
Southgate dicap pecundang sejati, gagal sebagai pemain dan pelatih.
 
 

Southgate dicap pecundang sejati, gagal sebagai pemain dan pelatih. Ia berusaha tegar menerimanya dan lebih memikirkan psikologis para pemainnya. Menurut Southgate, anak-anak asuhnya tak layak jadi pesakitan. "Saya yang bertanggung jawab," katanya.

Southgate menepis klaim soal pemain lainnya, terutama yang senior, tak mau menawarkan diri menjadi pengambil penalti. Ia menegaskan, keputusan pengambil penalti ada di tangannya. Termasuk menentukan anak remaja seperti Saka mengambil giliran penalti kelima..

Walau gagal di Euro 2020, Southgate menilai ada kemajuan signifikan dalam skuad the Three Lions saat berada di tangannya. Setelah menempati posisi tiga di Piala Dunia 2018, kini Inggris menjadi runner-up Euro 2020. Alasan ini membuatnya ingin tetap memimpin Inggris ke Piala Dunia 2022 Qatar.

CEO FA Mark Bullingham berniat menawarkan perpanjangan kontrak hingga 2024 untuk eks juru racik Middlesbrough dan Crystal Palace itu. Namun, Southgate menegaskan saatnya tak tepat memikirkan hal tersebut. Sekarang, fokusnya hanya memberikan yang terbaik untuk Inggris agar bisa berjaya di Qatar tahun depan.

photo
Penggemar Inggris bereaksi di zona penggemar Trafalgar Square di London, Rabu, 7 Juli 2021, selama pertandingan semifinal kejuaraan sepak bola Euro 2020 antara Inggris dan Denmark yang dimainkan di Stadion Wembley di London. - (AP/Matt Dunham)

Catatan suram eksekutor penalti Inggris di turnamen besar:

Piala Dunia 1990 Inggris Vs Jerman (semifinal, kalah 3-4)

Gagal: Chris Waddle, Sttuart Pearce

Euro 1996 Inggris Vs Jerman (semifinal, kalah 5-6 )

Gagal: Gareth Southgate

Piala Dunia 1998 Inggris Vs Argentina (16 besar, kalah 3-4)

Gagal: David Batty, Paul Ince

Euro 2004 Inggris Vs Portugal (perempat final, kalah 5-6)

Gagal: David Beckham, Darius Vassell

Piala Dunia 2006 Inggris Vs Portugal (perempat final, kalah 1-3)

Gagal: Frank Lampard, Steven Gerrard, Jamie Carragher

Euro 2012 Inggris Vs Italia (perempat final, kalah 2-4)

Gagal : Ashley Cole, Ashley Young

Euro 2020 Inggris Vs Italia (final, kalah 2-3)

Gagal: Marcus Rahsford, Jadon Sancho, Bukayo Sakan

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat