Childfree dengan alasan ekonomi jelas berbeda dengan mengatur jumlah keturunan. | pixabay.com

Fikih Muslimah

Memutuskan Childfree, Bolehkah dalam Islam?

Childfree dengan alasan ekonomi jelas berbeda dengan mengatur jumlah keturunan.

 

OLEH IMAS DAMAYANTI

Belakangan ini, kaum urban dunia mulai mengadopsi gaya hidup lewat menikah dengan komitmen tak memiliki keturunan. Istilah populernya disebut dengan childfree.

Childfree sengaja dilakukan dengan beragam alasan, mulai dari faktor ekonomi hingga sosial yang melatarbelakangi para pasangan tersebut memutuskan demikian. Lantas, bagaimana pandangan ulama menyikapi tren tersebut?

Melakukan childfree artinya enggan memiliki keturunan dengan cara dipersiapkan sedari awal menyusun pernikahan. Alasan sosial ekonomi seperti enggan memiliki keturunan yang berasal dari ayah dan ibu yang memiliki latar belakang keluarga berantakan, jaminan ekonomi, hingga terbebas dari belenggu hamil dan melahirkan menjadi sebab gaya hidup childfree ini mulai digandrungi masyarakat urban global.

Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU KH Mahbub Maafi menjelaskan, ada persoalan khilaf di kalangan ulama. Dia menjelaskan, terdapat ulama yang menyatakan bahwa hal demikian apabila dilakukan maka pernikahannya sah, tapi syaratnya batal.

photo
Ulama fikih sepakat bahwa berhubungan suami istri saat haid merupakan dosa besar. - (Pixabay)

Syarat yang batal itu, kata Kiai Mahbub, terdapat kecacatan dalam keberlangsungan nikah yang lebih baik dihindari. Adapun ulama lainnya berpendapat bahwa melakukan hal demikian sama saja dikategorikan nikahnya tidak sah. Alasannya, hal seperti itu dinilai bertentangan dengan inti dari akad nikah.

“Salah satu inti dari pernikahan itu adalah untuk memiliki keturunan. Ini juga pesan Nabi yang memerintahkan untuk menikahi wanita yang subur, artinya apa? Manusia disuruh untuk berketurunan apabila menikah,” kata Kiai Mahbub saat dihubungi Republika, Senin (5/7).

 
Salah satu inti dari pernikahan itu adalah untuk memiliki keturunan. Ini juga pesan Nabi yang memerintahkan untuk menikahi wanita yang subur.
 
 

 

Dia pun menjabarkan, apabila sepasang suami istri telah merencanakan enggan memiliki keturunan padahal secara biologis mampu, maka keduanya telah menabrak syarat inti nikah. Terlebih bagi para Muslimah, hamil dan melahirkan merupakan kodrat yang mutlak yang perlu diemban.

Adapun alasan ekonomi yang menyertai para pelaku childfree dinilai dia tidak bisa dibenarkan baik secara fikih maupun nalar. Jika demikian alasannya, kata Kiai Mahbub, yang bersangkutan sama saja telah meremehkan peran Allah SWT dalam mengatur takdir dan rezeki setiap hamba-Nya.

“Manusia kok semakin ribet ya, seperti tidak percaya rezeki Allah. Ini sama meremehkan Tuhan,” kata dia.

Childfree dengan alasan ekonomi jelas berbeda dengan mengatur jumlah keturunan atau di Indonesia dikenal dengan nama Keluarga Berencana (KB). Jika dilihat dari perspektif ekonomi, kata Kiai Mahbub, KB diperbolehkan dengan alasan ekonomi maupun sosial sebab tidak menabrak inti daripada pernikahan dan kodrat manusia.

 
Childfree dengan alasan ekonomi jelas berbeda dengan mengatur jumlah keturunan atau di Indonesia dikenal dengan nama Keluarga Berencana.
 
 

 

Kiai Mahbub juga menekankan bahwa manusia—terlebih umat Islam—diwajibkan untuk mempertahankan eksistensinya di muka bumi dengan cara memiliki keturunan. Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW, “Tazawwajuu al-waduda fa-inni mukaasyirun bikumul-umam.” Yang artinya, “Nikahilah perempuan yang pencinta yang dapat memiliki banyak anak, sebab sesungguhnya aku akan berbangga dengan (banyaknya) kamu di hadapan umat-umat terdahulu.”

Dalil tersebut dinilai merupakan dorongan keras untuk umat Islam agar memiliki keturunan apabila memutuskan untuk melakukan pernikahan. Dia juga mengingatkan, siapa pun yang hidup ke dunia sejatinya telah diatur segala rezeki dan takdirnya oleh Allah SWT.

“Jangan takut soal ekonomi, soal baik buruknya keturunan kita, soal apapun yang berkaitan dengan keturunan. Allah Mahakuasa, tidak akan luput satu pun zat di muka bumi dari kuasa Allah SWT,” kata dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat