Seorang anak mengumpulkan puing-puing dari bangunan yagn terkena bom Israel di Gaza, Mei 2021 lalu. | AP/John Minchillo

Kisah Mancanegara

Anak-Anak ini Merasa Ditinggalkan Dunia

Dampak psiko-sosial Israel terhadap anak-anak sangat tidak terduga.

OLEH RIZKY JARAMAYA

Mereka merasa ditinggalkan dunia dan kehilangan kepercayaan mereka. Padahal, organisasi hak anak, Save the Children melaporkan, rumah tempat bernaung empat dari lima anak di wilayah pendudukan Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, telah dihancurkan oleh otoritas Israel.

"Tidak ada yang menghentikan mereka dari menghancurkan rumah kami, dan hidup kami. Jadi mengapa saya harus repot-repot memimpikan masa depan yang baik?” ujar Fadi (16 tahun), dalam laporan Save the Children yang dilansir Aljazirah, Selasa (29/6).

Laporan yang diterbitkan pada Senin (28/6) tersebut berjudul Harapan di Bawah Reruntuhan: Dampak Kebijakan Penghancuran Rumah oleh Israel Terhadap Anak-Anak Palestina dan Keluarga Mereka. Laporan itu dibuat berdasarkan wawancara dengan 217 keluarga Palestina di Tepi Barat yang diduduki dan Yerusalem Timur.

Ratusan keluarga Palestina itu telah kehilangan rumah mereka. Rumah-rumah itu dihancurkan oleh otoritas Israel dalam sepuluh tahun terakhir tahun.

photo
Yassin Sabit (16 tahun) dan saudaranya Saif (14) duduk di kamar mereka yang terkena bom Israel di Gaza, Mei 2021 lalu. - (AP/John Minchillo)

Dari anak-anak yang disurvei, 80 persen mengatakan, mereka telah kehilangan kepercayaan pada kemampuan masyarakat internasional, termasuk pihak berwenang dan bahkan orang tua mereka untuk membantu serta melindungi mereka. Dalam laporan itu disebutkan bahwa anak-anak Palestina memiliki perasaan tidak berdaya dan putus asa tentang masa depan mereka. Semua nama anak-anak yang diwawancarai, ditulis dengan nama samaran dalam laporan tersebut.

Laporan tersebut juga menemukan bahwa 76 persen orang tua merasa tidak berdaya, dan tidak dapat melindungi anak-anak mereka setelah kehilangan rumah. Mayoritas juga mengatakan, mereka merasa malu, jengkel dan marah. Sementara 35 persen mengatakan, secara emosional para orang tua merasa jauh dari anak-anak mereka.

Mayoritas anak-anak yang diwawancarai menunjukkan tingkat kesusahan yang tinggi, termasuk perasaan sedih, takut, depresi dan cemas. Anak-anak sering mengalami mimpi buruk, merasa tidak ada tempat yang aman bagi mereka, dan ketakutan.

"Yang saya miliki hanyalah kenangan sedih. Saya masih merasa trauma dengan tentara dan anjing mereka yang menyerang dan melukai ayah saya (selama pembongkaran rumah warga Palestina di Tepi Barat),” ujar Ghassan (15 tahun).

Sementara anak-anak lainnya, yaitu Faris (14 tahun) berkata, “Kami terus bergerak mencari tempat tinggal, dan ketidakstabilan membuat saya gila.  Saya merasa bahwa ke mana pun saya pergi, mereka akan datang untuk saya dan menghancurkan hidup saya."

Direktur Save the Children di wilayah Palestina yang diduduki, Jason Lee, mengatakan, dampak psiko-sosial dari perusakan dan penghancuran rumah oleh Israel terhadal anak-anak sangat tidak terduga. Tiga dari lima anak menghadapi dampak pada pendidikan, ketika rumah mereka dihancurkan. 

"Mereka merasa sulit untuk melanjutkan sekolah, sehingga peluang mereka untuk mendapatkan pekerjaan di kemudian hari sangat terbatas,” kata Lee.

Laporan tersebut juga menemukan bahwa, tujuh dari 10 anak merasa terisolasi secara sosial dan tidak memiliki hubungan dengan komunitas mereka setelah rumah mereka dihancurkan. Lee mengatakan, penghancuran rumah-rumah warga Palestina yang terjadi selama beberapa dekade, telah berdampak anak-anak. Hal ini telah mencuri masa depan mereka.

"Jika Anda memiliki anak yang merasa stres, memiliki perasaan depresi, kecemasan, kesedihan, tidak merasa aman, tidak terlibat dalam studi mereka, tidak terlibat dengan teman, dengan komunitas dan keluarga, masa depan apa yang kita ciptakan untuk seluruh generasi Palestina? Anak-anak?" kata Lee.

Menurut data Save the Children, sejak 1967, otoritas Israel telah menghancurkan 28 ribu rumah Palestina. Sekitar 6.000 anak dan keluarga mereka telah terkena dampak pembongkaran dalam 12 tahun terakhir.

Organisasi hak-hak anak mencatat  bahwa, menurut hukum internasional pembongkaran itu adalah ilegal. Israel harus melindungi hak-hak mereka yang hidup di bawah pendudukan, terutama anak-anak. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat