Aktivis membentangkan poster saat melakukan aksi gerakan Save Our Sister (SOS) di depan Kompleks Parlemen Senayan beberapa waktu lalu. (ilustrasi) | Republika/Rakhmawaty La

Nusantara

Polisi Pemerkosa Anak Jadi Tersangka

Kasus tak senonoh itu kini ditangani Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Malut.

JAKARTA -- Polri mengonfirmasi pemerkosaan terhadap anak di bawah umur di Markas Polsek Jailolo Selatan, Halmahera Barat, Maluku Utara pada pekan lalu. Aksi pelaku, anggota polisi yang bertugas di Polsek tersebut terungkap setelah viral di media sosial.

Polisi berinisial Briptu II itu kini telah ditetapkan sebagai tersangka. Kepala Bidang Humas Polda Maluku Utara Kombes Adip Rojikan menegaskan, pihaknya langsung menangani kasus ini. Polri, kata dia, akan memberi sanksi tegas tehadap Briptu II. Apalagi, aksi pemerkosaan terhadap anak perempuan berusia 16 tahun itu dilakukan di kantor polisi.

"Kami sudah bergerak dengan cepat dan tegas, bahkan tidak ada ampun terhadap oknum itu (Briptu II)," kata Kombes Adip saat dihubungi melalui sambungan telepon, Rabu (23/6).

Kasus pemerkosaan itu viral di media sosial sejak beberapa hari terakhir. Peristiwa ini berawal saat korban bersama temannya berkunjung ke Desa Sidangoli, pekan lalu. Karena sudah larut malam, keduanya memutuskan menginap terlebih dahulu.

Namun tanpa alasan yang jelas, keduanya dibawa oleh oknum polisi ke Polsek dengan menggunakan mobil patroli. Setibanya di Polsek Jailolo Selatan, korban bersama temannya diperiksa di ruangan yang terpisah.

Dalam pemeriksaan itu, salah satu korban diduga disetubuhi oleh Briptu II. Jika tidak menurut nafsu bejatnya, korban diancam bakal dipenjara.

Adip menjelaskan, kasus tak senonoh itu kini ditangani Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Malut. Briptu II sudah ditangkap dan ditahan. Ia dititipkan di Polres Ternate karena Ditreskrimum Polda Malut tidak memiliki rumah tahanan.

 
Kita terapkan Pasal 80, 81 Undang-Undang perlindungan anak Nomor 35 tahun 2014, ancaman pidananya 15 tahun maksimal.
KOMBES ADIP ROJIKAN, Kabid Humas Polda Malut
 

 

Penyidik Polda Malut juga disebut telah memeriksa para saksi dan sudah menggelar rekonstruksi perkara. Dalam waktu dekat, berkas perkara (BP) kasus itu akan dilimpahkan ke Kejaksaan untuk diadili. "Kita terapkan Pasal 80, 81 Undang-Undang perlindungan anak Nomor 35 tahun 2014, ancaman pidananya 15 tahun maksimal," kata Adip.

Di samping pidana umum, tersangka juga terancam sanksi pelanggaran kode etik. Peradilan kode etik ditangani oleh Divisi Profesi dan Pengamanan Polda Malut.

Dengan demikian, Briptu II juga terancam dipecat dari Korps Bhayangkara atau sanksi pemberhentian dengan tidak hormat (PDTH). Hanya saja, pemberian sanksi ini menunggu vonis pidana umumnya.

"Jadi pidana umum kita ajukan, nanti setelah putus, baru kode etik kita ajukan, kita sidangkan, tapi keduanya punya ancaman seperti itu," kata Adip.

Aksi rudapaksa Briptu II disesalkan karena dilakukan oleh aparat penegak hukum. Apalagi, kasus kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan terus menanjak dari tahun ke tahun.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) mencatat kekerasan seksual pada anak dan perempuan mencapai angka tertinggi pada 2020, yakni 7.191 kasus. Sedangkan per 3 Juni 2021, sudah terjadi 1.902 kasus.

"Kekerasan seksual angkanya paling tinggi. Persoalan ini bagian yang harus kita waspadai," ujar Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian PPPA, Nahar, Jumat (4/6). 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat