Guru SDN 57/II Talang Silungko II mengajar di kelas milik sekolah swasta yang digabung salam satu ruangan di Bungo, Jambi, beberapa waktu lalu..Pajak pembelian mobil baru dihapus, tetapi jasa pendidikan akan dikenai pajak. | ANTARA FOTO

Opini

Memajaki Jasa Pendidikan

Pajak pembelian mobil baru dihapus, tetapi jasa pendidikan akan dikenai pajak.

JEJEN MUSFAH, Wakil Sekjen Pengurus Besar PGRI

Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sedang melakukan revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Dalam pasal 4A ayat 3 draf RUU KUP jasa pendidikan dikeluarkan dari jasa pajak yang tidak dikenai pajak.

Jika pasal ini disetujui, sekolah, perguruan tinggi, dan pendidikan luar sekolah akan dikenai pajak. Rencana revisi ini mendapat penolakan luas dari beragam elemen masyarakat dan DPR.

Alasannya, pendidikan adalah lembaga nonprofit. Hal ini sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010. PP ini merupakan perubahan PP Nomor 17 Tahun 2010, yakni setelah MK membatalkan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan pada 2009.

Dalam Pasal 49 disebutkan, nirlaba, yaitu prinsip bahwa tujuan utama kegiatan pendidikan bukan untuk nilai keuntungan. Sehingga, seluruh sisa lebih hasil kegiatan pendidikan harus digunakan untuk meningkatkan kapasitas dan/atau mutu layanan pendidikan.

 
Mayoritas satuan pendidikan diselenggarakan oleh swasta yang membutuhkan bantuan pemerintah. Sebagian satuan pendidikan didirikan untuk tujuan sosial.
 
 

Kecuali itu, sesuai UUD 1945 Pasal 31, pemerintah wajib membiayai pendidikan warganya. Mayoritas satuan pendidikan diselenggarakan oleh swasta yang membutuhkan bantuan pemerintah. Sebagian satuan pendidikan didirikan untuk tujuan sosial.

Di antara kebijakan atau program turunan dari amanah UUD ini adalah bantuan operasional sekolah (BOS), Kartu Indonesia Pintar (KIP), dan KIP Kuliah.

Kementerian Keuangan beralasan, yang akan dikenai pajak adalah satuan pendidikan yang mengutip iuran dengan batas tertentu. Sekolah dan madrasah negeri tidak akan dikenai pajak karena dinikmati mayoritas warga.

Sementara itu, kriteria batas iuran tertentu belum dibahas. Argumentasi ini sangat lemah. Pertama, penentuan batas minimum iuran yang terkena pajak tak akan mudah dan menimbulkan polemik. Pendidikan akan kian mahal dan masyarakat yang menanggungnya.

Padahal, sebagian masyarakat terkena PHK atau dirumahkan sementara. Pemerintah terkesan tidak adil. Pajak pembelian mobil baru dihapus, tetapi jasa pendidikan akan dikenai pajak.

Sebelumnya, pemerintah menghapus tunjangan profesi guru (TPG) pendidik di Satuan Pendidikan Kerja Sama (SPK) atau sekolah “elite”. Alasannya, kurikulum dan sistem pendidikan mereka berbeda dengan satuan pendidikan pada umumnya.

 
Pemerintah terkesan tidak adil. Pajak pembelian mobil baru dihapus, tetapi jasa pendidikan akan dikenai pajak.
 
 

Setelah gurunya kehilangan tunjangan sertifikasi, mungkin nanti orang tua murid SPK yang akan dikenai pajak. Pemerintah lupa, semakin besar iuran pendidikan, semakin bagus pelayanan dan fasilitas pendidikan.

Iuran akan kembali ke siswa dalam bentuk program dan pelayanan pembelajaran yang baik. Melalui iuran yang besar, sekolah bisa merekrut guru yang kompeten, fasilitas yang baik, dan program-program yang baik.

Iuran pendidikan tidak selalu terkait komersialisasi pendidikan, tetapi pemenuhan standar pendidikan yang baik bahkan terbaik.

Kedua, tidak semua orang tua yang menyekolahkan anak di sekolah elite termasuk kategori kaya. Mereka bisa saja kategori ekonomi menengah, tetapi ingin memberikan pendidikan yang terbaik bagi anaknya.

Orang tua yang menempatkan pendidikan di atas sandang, pangan, dan papan; pakaian, makanan, dan rumah. Mereka meyakini, pendidikan investasi terbaik bagi masa depan anak.

 
Pemerintah memiliki tugas menyediakan satuan pendidikan yang bermutu, tetapi terjangkau oleh warga miskin.
 
 

Misalnya, siswa tertentu bisa sekolah di sekolah elite karena orang tuanya guru atau staf di sekolah tersebut.

Sekolah negeri yang bagus sangat terbatas. Mayoritas sekolah negeri masuk kategori biasa, bahkan kelebihan murid sehingga proses pembelajarannya tidak ideal. Demikian pula, tidak semua orang tua siswa di sekolah negeri berasal dari keluarga miskin atau menengah.

Banyak mereka dari ekonomi atas, pengusaha, kepala daerah, dan pejabat. Anak mereka bisa sekolah di negeri karena jarak rumah atau prestasi (kebijakan zonasi). Jika menghitung madrasah, satuan pendidikan swasta jauh lebih banyak dari satuan pendidikan negeri.

Benny Susetyo dalam buku Politik Pendidikan Penguasa (2005: 116) menulis, di negeri ini sekolah bermutu membutuhkan dana besar sebab sekolah tak ubahnya proyek investasi masa depan. Demi masa depan, segalanya dipertaruhkan bagi sang anak.

Orang tua begitu khawatir bila anaknya tidak mendapatkan sekolah yang memiliki mutu standar. Pemerintah memiliki tugas menyediakan satuan pendidikan yang bermutu, tetapi terjangkau oleh warga miskin.

 
Rencana kebijakan ini akan melemahkan semangat menghadirkan pendidikan berkualitas yang terjangkau warga.
 
 

Bukan sebaliknya, mendirikan satuan pendidikan negeri untuk siswa yang cerdas meskipun dari warga kaya dan pejabat. Pemerintah juga bisa memberikan beasiswa kepada siswa cerdas dari keluarga miskin di satuan pendidikan swasta yang kualitasnya bagus.

Rencana pajak jasa pendidikan harus ditolak. Penghapusan bidang pendidikan dalam UU Cipta Kerja, intinya penolakan komersialisasi pendidikan. Rencana kebijakan ini akan melemahkan semangat menghadirkan pendidikan berkualitas yang terjangkau warga.

Iuran pendidikan berkorelasi dengan pelayanan dan fasilitas pendidikan yang bermutu sehingga akan menghasilkan lulusan yang kompeten dan berdaya saing.

Manfaatnya tidak hanya bagi pemilik, guru, dan staf satuan pendidikan, tetapi bagi pembentukan generasi emas, masyarakat madani, dan kualitas bangsa ini. Alih-alih memajaki, pemerintah sebaiknya mengapresiasi. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat