Seorang warga membeli cabai merah di Pasar Pulo Payung Dumai, Riau, Sabtu (1/5). | Aswaddy Hamid/ANTARA FOTO

Ekonomi

Rencana PPN Sembako Ditolak

Pemerintah menegaskan tidak akan membabi buta dalam menerapkan kebijakan perpajakan.

 

 

JAKARTA – Sejumlah kalangan memprotes rencana pemerintah mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) terhadap barang kebutuhan pokok. Wacana ini tertuang dalam perluasan objek pajak PPN dalam draf revisi Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Abdullah Mansuri meminta pemerintah membatalkan wacana tersebut. Menurut Abdullah, kebijakan itu dapat memukul daya beli masyarakat dan berdampak pada usaha pedagang.

"Kami memprotes keras upaya tersebut, sebagai organisasi penghimpun pedagang pasar Indonesia. Kami akan melakukan upaya protes kepada Presiden (Joko Widodo) agar kementerian terkait tidak melakukan upaya yang justru menyulitkan pedagang pasar," ujar Abdullah, Rabu (9/6).

 
Kalau sembako akan dikenakan PPN, maka dampaknya tentu saja harga-harga sembako akan naik.
Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas
 

Abdullah berharap pemerintah bisa mempertimbangkan banyak hal sebelum menggulirkan kebijakan tersebut. Terlebih lagi, ujarnya, keputusan tersebut dibuat di tengah pandemi Covid-19.

Ikappi mencatat saat ini pedagang pasar mengalami penurunan omzet lebih dari 50 persen dibandingkan periode normal. Di samping itu, pemerintah juga belum bisa menjaga stabilitas bahan pangan.

"Harga cabai bulan lalu hingga Rp 100 ribu, harga daging sapi belum stabil, mau dibebani PPN lagi? Kami kesulitan karena ekonomi menurun dan daya beli rendah. Mau ditambah PPN lagi bagaimana tidak gulung tikar," ungkapnya.

Dalam draf RUU KUP, pemerintah akan menghapus dua dari empat kelompok barang yang saat ini bebas PPN. Kedua barang tersebut yaitu hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, tidak termasuk batu bara dan barang kebutuhan pokok. Hal itu tertuang dalam pasal 4A ayat 2a dan 2b draf RUU KUP.

Barang hasil pertambangan yang bebas PPN di antaranya minyak mentah, gas bumi, pasir dan kerikil, bijih timah, hingga bijih besi. Sedangkan barang kebutuhan pokok yang bebas PPN di antaranya segala jenis beras dan gabah, jagung, dan telur.

photo
Pedagang melayani pembeli di Pasar Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (9/6). Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sedang mengkaji pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) pada sembako yang tertuang dalam draf RUU Perubahan Kelima Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). - (ANTARA FOTO/YULIUS SATRIA WIJAYA)

Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas turut menolak wacana pengenaan PPN terhadap barang sembako. Anwar menilai, kenaikan harga kebutuhan pokok bisa ditoleransi asalkan daya beli masyarakat tinggi. Kendati demikian, menurutnya, saat ini kondisi ekonomi akibat Covid-19 membuat pendapatan masyarakat menurun.

"Kalau sembako akan dikenakan PPN, maka dampaknya tentu saja harga-harga sembako akan naik," ujarnya.

Menurutnya, sebanyak 50 juta orang bisa menjerit akibat kebijakan tersebut. Sebab, kelompok masyarakat tersebut berpotensi tak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya. "Maka yang akan sangat terpukul tentu saja masyarakat lapis bawah. Ditambah lagi dengan kelompok lapisan masyarakat yang ada sedikit di atasnya," ungkapnya.

Jika hal itu terjadi, kata dia, tingkat kesejahteraan masyarakat pun akan menurun. Hal ini berdampak terhadap kesehatan masyarakat. Anak-anak juga terancam kekurangan gizi dan stunting.

"Maka hal demikian jelas akan sangat-sangat merugikan bangsa, tidak hanya untuk hari ini tapi juga untuk masa depan," kata Anwar.

photo
Pegawai melayani wajib pajak yang akan melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Satu, Jakarta, Rabu (31/3). - (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Pemerintah menegaskan tidak akan membabi buta dalam menerapkan kebijakan perpajakan. Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo menjelaskan, pemerintah saat ini sedang berupaya memulihkan ekonomi yang telah dihantam pandemi Covid-19.

"Sembako kok dipajaki? Pemerintah kalap butuh duit ya? Kembali ke awal, tidak ada yang tak butuh uang, apalagi akibat hantaman pandemi. Tapi dipastikan pemerintah tak akan membabi buta," ungkap Yustinus melalui Twitter, Rabu (9/6).

PPN adalah pungutan yang dibebankan atas transaksi jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh badan yang telah menjadi pengusaha kena pajak (PKP). Pihak yang membayar PPN merupakan konsumen akhir. Menurutnya, pemerintah tak akan berbuat konyol dalam menetapkan kebijakan. Hal ini disebabkan pemerintah sedang memperjuangkan pemulihan ekonomi pasca dihantam pandemi Covid-19.

"Konyol kalau pemulihan ekonomi yang diperjuangkan mati-matian dibunuh sendiri. Mustahil," tegas Yustinus. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat