Ilustrasi ibu - ibu menyaksikan dakwah penceramah perempuan. | Republika/Putra M. Akbar

Khazanah

Minim, Porsi Penceramah Perempuan di Televisi 

Penceramah perempuan memiliki hati tersendiri di masyarakat.

JAKARTA -- Program dakwah di televisi masih didominasi oleh penceramah laki-laki. Hasil penelitian Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri (PPIM UIN) Jakarta menunjukkan, sebanyak 88,8 persen penceramah yang tampil dalam program dakwah di layar kaca adalah laki-laki.

Peneliti PPIM UIN Jakarta, Aptiani Nur Jannah, mengungkapkan, porsi perempuan sebagai narasumber pengetahuan agama di televisi hanya 11,2 persen. Hal itu, kata dia, berbanding terbalik dengan mayoritas target penonton program dakwah, yakni perempuan dengan profesi ibu rumah tangga. 

"Kesimpulannya, penceramah pada program dakwah di televisi didominasi oleh laki-laki (88,8 persen), jauh melebihi perempuan (11,2 persen)," kata Aptiani saat memaparkan hasil riset PPIM UIN bertajuk "Representasi dan Konstruksi Gender dalam Dakwah Televisi", dalam webinar yang disiarkan secara langsung melalui Youtube PPIM UIN Jakarta, Selasa (8/6).

Menurut Aptiani, narasi agama yang dibawakan pada program religi yang ditayangkan televisi banyak mendukung peran gender yang kaku, sehingga sarat pesan subordinasi dan domestikasi perempuan. PPIM UIN Jakarta juga menemukan narasi bias gender pada televisi nonkonvensional bahkan dengan porsi yang lebih banyak. 

"Minimnya pengawasan negara pada ranah digital membuat pemahaman agama yang tidak ramah perempuan bebas beredar di televisi alternatif," ungkap Aptiani. PPIM UIN Jakarta menilai, televisi masih menjadi sumber informasi keagamaan. Atas dasar itulah penelitian tersebut dilakukan.

Survei PPIM UIN Jakarta juga menemukan data sebanyak 33,73 persen generasi Z mengakses televisi sebagai sumber pengetahun agama. Selain itu, program keagamaan di televisi makin marak dan mendapatkan rating yang tinggi.

Dia mengatakan, hingga saat ini tidak ada regulasi khusus terkait proporsi gender di televisi. Sementara, rating dan profit menjadi pertimbangan utama dalam desain program dari penentuan format acara, pengisi suara, dan penceramah. Selain itu, program dakwah di televisi juga mengikuti pasar dengan audiens mayoritas perempuan.

Penelitian ini juga menemukan fakta bahwa revolusi digital yang telah banyak mengubah aspek kehidupan ternyata masih belum mampu sepenuhnya menggeser signifikansi media televisi sebagai alat konstruksi dan diseminasi informasi keagamaan.

"Program-program keagamaan membanjiri layar kaca Indonesia dalam berbagai kemasan," ujar Aptiani.

Sayangnya, menurut PPIM UIN Jakarta, realitas ini tidak diikuti oleh kemajuan kajian mengenai program religi di televisi Indonesia, terutama terkait gender dan dakwah di layar kaca. Padahal, kata dia, isu-isu ini perlu dikaji untuk mempelajari posisi sentral televisi dalam konstruksi kultural relasi gender di masyarakat. 

PPIM UIN Jakarta menilai, studi gender di televisi menjadi penting karena televisi adalah sumber penyebaran pengetahuan yang mampu memengaruhi persepsi masyarakat. 

"Kami merekomendasikan, pertama, galakkan fungsi edukasi televisi untuk isu keadilan gender. Kedua, negara dan regulasi pengarusutamaan keadilan gender di media. Ketiga, pengawasan KPI bukan fokus tampilan visual saja, tetapi konteks dan pemaknaan. Keempat, peran Kementerian Agama dalam menyediakan literasi perspektif agama mengenai keadilan gender," ujar Aptiani.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat