Karyawan melayani nasabah di kantor pusat Bank Muamalat, Jakarta, Jumat (5/2). | Prayogi/Republika.

Opini

Merawat Kepercayaan Umat

Mewujudkan cita-cita ekonomi syariah di Tanah Air bukan mengenai bisnis semata.

ACHMAD K PERMANA, Direktur Utama PT Bank Muamalat Indonesia Tbk

Sejak Bank Muamalat resmi berdiri pada 1991, terhitung sudah 30 tahun para pejuang ekonomi syariah berjibaku untuk membumikan prinsip keuangan syariah di Indonesia, yang notabene berpenduduk mayoritas Muslim.

Mencoba eksis di tengah hegemoni bank nonsyariah yang sudah berdiri jauh lebih dulu, tentu saja bukan pekerjaan mudah. Faktanya, hingga hari ini, pangsa pasar bank syariah nasional masih berkutat di kisaran enam persen.

Di sisi lain, inklusi keuangan syariah malah menurun. Berdasarkan Survei Nasional Literasi Keuangan 2019 Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tingkat inklusi keuangan syariah turun jadi 9,1 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar 11,1  persen.

 
Mencoba eksis di tengah hegemoni bank nonsyariah yang sudah berdiri jauh lebih dulu, tentu saja bukan pekerjaan mudah.
 
 

Adapun indeks literasi keuangan syariah nasional hanya sebesar 8,93 persen. Jika mengacu pada angka-angka di atas, rasanya memang sulit bagi bank-bank syariah untuk mengejar ketertinggalan.

Apalagi, pada era digital seperti saat ini kompetitornya bukan lagi sesama bank, melainkan juga perusahaan teknologi finansial (tekfin) alias fintech.

Lantas, apa alasan yang membuat pelaku industri bank syariah harus tetap optimistis dan istiqamah? Jawabannya adalah kepercayaan umat. Benar bahwa bank adalah bisnis kepercayaan.

Tanpa kepercayaan, mustahil sebuah bank dapat bertahan. Namun, dalam konteks perbankan syariah kepercayaan dari umat lebih dari sekadar hitung-hitungan di atas kertas. Kepercayaan dalam bank syariah melibatkan dimensi emosional dan spiritual. Maka jangan heran, ketika ada bank syariah yang tertimpa masalah, tanpa diminta umat akan berbondong-bondong membantu. Contohnya yang terjadi di Bank Muamalat.

Sebagai bank yang lahir dari hasil patungan umat Islam, eksistensi bank syariah pertama ini bukan hanya karena roda bisnis yang berputar, melainkan juga berkat adanya sokongan umat di belakangnya.

 
Tanpa kepercayaan, mustahil sebuah bank dapat bertahan. 
 
 

Tidak hanya dukungan dari perorangan, tetapi secara kelembagaan pun demikian. Kepercayaan adalah sesuatu yang abstrak sehingga untuk mengukurnya memang cukup sulit.

Namun, kita bisa melihat dari prestasi yang dicapai oleh bank-bank syariah di Indonesia. Contohnya, ketika ada tiga bank syariah nasional yang masuk dalam daftar bank terbaik dunia versi majalah Forbes.

Masing-masing adalah Bank Muamalat, Bank Syariah Indonesia (BSI), dan BCA Syariah. Saya membayangkan, betapa umat Islam sangat bangga atas pencapaian ini. Kepercayaan dari umat tentunya menjadi aspek penting sehingga bank syariah dapat masuk dalam jajaran tersebut.

Untuk dapat masuk dalam daftar tersebut, tentu saja bukan perkara sepele. Kriteria yang harus dipenuhi agar bisa menyandang status sebagai salah satu bank terbaik di dunia tidak mudah.

Apalagi, hanya ada 20 bank di Indonesia yang terpilih. Forbes menilai bank berdasarkan rekomendasi dan kepuasan keseluruhan dari responden, serta pada lima subdimensi, yakni kepercayaan, syarat dan ketentuan, layanan pelanggan, layanan digital, serta nasihat keuangan.

Masuk dalam daftar Forbes tersebut seolah merupakan penegasan dari penghargaan, yang kami raih pada awal tahun dari Infobank.

 
Sebagai praktisi perbankan syariah, tentunya kita menyambut baik hadirnya peta jalan ini. Paling tidak, kita memiliki panduan hingga lima tahun ke depan.
 
 

Dalam hasil survei tersebut, Bank Muamalat didapuk sebagai bank syariah dengan tingkat loyalitas nasabah paling tinggi di Indonesia.

Ditambah lagi pekan lalu, kami mendapat dua penghargaan sekaligus, yaitu dari Warta Ekonomi untuk aspek pelayanan nasabah dan dari Infobank, di antaranya sebagai Bank Umum Syariah (BUS) terbaik untuk aset Rp 25 triliun ke atas.

Sinergi bank syariah

Selain bermodal kepercayaan, agar dapat bersaing pada era digital maka sesama bank syariah harus bersinergi. Untuk itu, OJK telah merilis peta jalan (road map) pengembangan perbankan syariah Indonesia 2020-2025.

Dalam pengantarnya, OJK menyebut ada tiga kunci yang akan menjadi arah pengembangan perbankan syariah di Tanah Air, yakni penguatan identitas perbankan syariah, sinergi ekosistem ekonomi syariah, serta penguatan perizinan, pengaturan, dan pengawasan.

Sebagai praktisi perbankan syariah, tentunya kita menyambut baik hadirnya peta jalan ini. Paling tidak, kita memiliki panduan hingga lima tahun ke depan.

Dari tiga poin yang menjadi kata kunci arah pengembangan perbankan syariah di atas, menurut saya, ada satu kata yang rasanya amat tepat menggambarkan kebutuhan industri kita saat ini, yaitu sinergi.

 
Mengenai hal ini, dalam berbagai kesempatan saya berulang-ulang menekankan, layanan dan produk bank syariah tidak kalah dibandingkan bank konvensional.
 
 

Hal yang kita butuhkan saat ini adalah meningkatkan kesadaran masyarakat agar mau menggunakan bank syariah, yang mana hasilnya akan dahsyat jika dilakukan bersama-sama.

Mengenai hal ini, dalam berbagai kesempatan saya berulang-ulang menekankan, layanan dan produk bank syariah tidak kalah dibandingkan bank konvensional.

Kita perlu bersama-sama mengedukasi masyarakat bahwa alasan untuk tidak memiliki rekening di bank syariah karena kualitas layanannya tidak sebaik bank konvensional, sudah tidak relevan lagi saat ini.

Sebagai pelaku usaha di industri perbankan syariah, tentunya setiap lembaga akan selalu berupaya memberikan yang terbaik dan ingin menjadi yang terbaik. Namun, semangat kompetisi ini harus dilihat dalam konteks yang lebih luas.

Fakta bahwa pangsa pasar bank syariah masih sangat kecil, semestinya membuka mata kita, sesama bank syariah seharusnya tidak saling memperebutkan kue kecil sebesar enam persen.

Sebaliknya, kita harus bekerja sama untuk memperbesar pangsa pasar yang masih tersisa sebesar 94 persen tersebut, termasuk untuk bisa mendobrak sektor korporasi dan proyek-proyek sindikasi, yang tentunya dapat juga mengajak bank-bank syariah ataupun UUS lainnya.

Sebagai konklusi, saya ingin menyampaikan, mewujudkan cita-cita ekonomi syariah di Tanah Air bukan mengenai bisnis semata, melainkan demi memenuhi harapan masyarakat akan tersedianya sistem ekonomi syariah yang luas dan universal, memenuhi harapan umat Islam, sekaligus menjadi solusi untuk niat baik siapa saja dan golongan mana saja. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat