Suasana Rapat Dengar Pendapat Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Direksi BPJS Kesehatan dan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan dengan Komisi IX terkait dugaan kebocoran data peserta BPJS Kes | ANTARA FOTO/MUHAMMAD ADIMAJA

Nasional

Ombibus Law Pertahanan Digital Disiapkan

Pemerintah berencana membentuk omnibus law yang berkaitan dengan pertahanan di dunia digital

JAKARTA—Pemerintah berencana membentuk omnibus law yang berkaitan dengan pertahanan di dunia digital. Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, mengaku aturan sapu jagat itu akan berisi perlindungan data konsumen, perlindungan data pribadi, dan transaksi elektronik.

"Kita memutuskan untuk membuat semacam omnibus law di bidang elektronik," tutur Mahfud MD, saat konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (8/6).

Dia menyampaikan, hal itu diputuskan dengan melihat perkembangan dunia digital dunia. Aturan ini akan berisi hal yang belum diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Beberapa contohnya, yakni tentang perlindungan data konsumen, perlindungan data pribadi, dan transaksi keuangan elektronik. "Meskipun namanya UU ITE ini kan tidak ada transaksi dalam arti uang. Transaksi berita, iya, di situ. Nah, nanti itu akan diatur semua melalui satu UU yang lebih komprehensif," ujar dia.

Dalam waktu dekat, pemerintah sudah sepakat untuk mengajukan revisi UU ITE ke DPR. Mahfud mengaku Presiden Joko Widodo setuju revisi yang akan dilakukan terhadap UU ITE merupakan revisi terbatas yang menyangkut substansi beberapa pasal di dalamnya.

Pasal-pasal itu, antara lain pasal 27, pasal 28, pasal 29, dan pasal 36. Selain itu, ada satu pasal yang akan ditambahkan ke dalam UU ITE, yakni pasal 45C.

"Itu semua untuk menghilangkan multitafsir, menghilangkan pasal karet, dan menghilangkan kriminalisasi yang kata masyarakat itu banyak terjadi. Kata masyarakat sipil itu banyak terjadi diskriminasi dan lain-lain. Kita perbaiki," ujar dia.

Mahfud menuturkan, revisi terbatas itu sebenarnya hanya mencakup enam hal dalam UU ITE, yakni mengenai ujaran kebencian, kebohongan, perjudian daring, kesusilaan, fitnah, dan penghinaan. Terkait ujaran kebencian, dia menerangkan, revisi akan dilakukan agar aturan tersebut tidak multitafsir dengan lebih diperjelas lagi maksudnya.

Salah satunya akan ditambahkan frasa kurang lebih berupa "mendistribusikan informasi dengan maksud diketahui umum".

Pasal baru

Ketua Tim Revisi UU ITE Sugeng Purnomo mengaku pasal baru yang akan dibahas untuk dimasukkan ke dalam UU ITE merupakan pasal 45C. "Soal Pasal 45C, pasal ini adalah tindak pidana yang kita rumuskan yang sebenarnya ini tindak pidana yang diatur di dalam ketentuan di luar UU ITE. Kita coba rumuskan untuk kita masukkan ke sini," ujar Sugeng.

Menurutnya, selama ini dalam menghadapi tindak pidana yang terkait pemberitaan bohong yang berhubungan dengan konsumen diatur di pasal 28 ayat 1 UU ITE. Sementara, untuk pemberitaan bohong lainnya yang menimbulkan keonaran diatur dalam pasal 14 dan pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

"Itu kita coba konstruksikan ke dalam Pasal 45 C. Ini pasal baru. Sedangkan pasal lain itu merupakan pasal pengembangan dari pasal yang sudah ada. Kita formulasi ulang," ujarnya.

Ketua Komisi I DPR Meutya Hafid mengaku pihaknya pada posisi menunggu rencana revisi UU ITE ini dari pemerintah. Meutya mengatakan, Komisi I belum mengetahui pasal-pasal mana saja yang ingiin diubah pemerintah melalui pengajuan revisi ini.

“Komisi I akan membuka ruang pendapat dari berbagai stakeholder dan expert (pakar),” tutur Meutya, Selasa (8/6).

Anggota Fraksi Partai Golkar di DPR ini berharap pembahasan revisi UU ITE tidak berlangsung lama. Hal itu karena hanya akan fokus pada revisi sejumlah pasal yang dinilai perlu perbaikan dari pemerintah.

Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil mempertanyakan penambahan pasal pidana baru dalam revisi UU ITE, yaitu pasal 45C. Salah satu pegiat koalisi yang juga Ketua Divisi Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menyebut pasal pidana baru akan berisi ancaman pidana untuk kabar bohong yang menimbulkan keonaran di masyarakat.

"Penambahan pasal ini perlu dikritisi mengingat definisi 'kabar bohong yang menimbulkan keonaran' banyak mengandung unsur karet," kata Isnur.

Ia mengkritisi rencana tersebut lantaran definisi kabar bohong tidak ketat. Begitu juga dengan perbuatan yang menimbulkan 'keonaran di masyarakat' yang persyaratannya tidak semudah sekadar viral kemudian dianggap sebagai perbuatan onar.

Keamanan Siber Dinilai Kurang

Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menyayangkan munculnya kasus dugaan kebocoran data penduduk Indonesia. Juru Bicara BSSN Anton Setiyawan menuturkan, dugaan kebocoran data ini terjadi karena kurangnya penerapan prinsip keamanan siber.

Menurutnya, pengembangan sistem elektronik yang masif dilakukan pemerintah tidak dibarengi dengan penerapan prinsip keamanan siber. Hal itu bisa jadi yang membuat dugaan kebocoran data kependudukan akibat peretasan terhadap empat peladen layanan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di empat daerah.

Keempatnya memang menerapkan sistem elektronik sebagai layanan kependudukan. "Pengembangan sistem elektronik yang masif, tetapi tidak dibarengi dengan penerapan prinsip-prinsip keamanan," ujar Anton kepada Republika, Selasa (8/6).

BSSN menambahkan, ada tiga prinsip keamanan jaringan yang utama. Ketiganya, yaitu kerahasiaan (confidentiality), keutuhan (integrity), dan ketersediaan (availability). Prinsip-prinsip keamanan ini perlu diterapkan dalam pengelolaan sistem elektronik melalui manajemen risiko, tata kelola, manajemen aset, teknologi, risiko pihak ketiga, layanan cloud, serta perlindungan data pribadi.

Anton menjelaskan langkah-langkah yang dilakukan BSSN ketika ada dugaan penjualan data pribadi atau data kependudulan di situs tertentu. Pertama, BSSN memberikan notifikasi atau pemberitahuan kepada Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) bersangkutan. Kedua, BSSN melakukan koordinasi dalam hal mitigasi risiko akibat insiden tersebut.

photo
Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengikuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (17/3/2021). - (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Ketiga, BSSN memberikan rekomendasi langkah-langkah penguatan sistem agar kejadian tersebut tidak berulang. Namun, kata Anton, kejadian dugaan kebocoran data kependudukan ini belum dikoordinasikan dengan BSSN. "Belum (dikoordinasikan), baru dinotifikasi," katanya.

Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakrulloh mengeklaim pelayanan administrasi kependudukan sudah kembali normal pascaadanya dugaan upaya peretasan peladen di empat daerah. "Saat ini sudah bekerja kembali, datanya sudah bisa dipakai semua secara normal. Pelayanan sudah normal, sudah berjalan baik," kata dia, Selasa.

Zudan mengatakan data yang dicoba diretas pihak tidak bertanggung jawab merupakan peladen daerah. Atas temuan ini, pihaknya sudah melakukan upaya mitigasi risiko.

Peladen daerah yang diduga diretas pihak tak bertanggung jawab merupakan milik Pemerintah Kota Bogor, Malang, Kabupaten Bekasi, dan Subang. "Layanan online dukcapil tersebut saya evaluasi karena kurang secure dalam aspek pengamanan data," kata dia.

Di sisi lain, desakan agar pemerintah dan DPR segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi terus disuarakan. Direktur Information and Communication Technology (ICT) Institute, Heru Sutadi menilai, kasus jual-beli yang terjadi pada data BPJS Kesehatan dan Dukcapil seharusnya menjadi peringatan agar RUU PDP segera disahkan.

Ia mengatakan, saat ini data sudah menjadi sumber kekayaan baru. "Kita mendorong teman-teman DPR dan juga pemerintah untuk dapat segera menyelesaikan perlindungan data pribadi," kata Heru, Selasa (8/6).

Ia berharap ketika Undang-Undang PDP disahkan, kebocoran data yang selama ini terjadi tidak terulang kembali. Ia juga berharap undang-undang tersebut bisa menunjuk satu otoritas yang jelas.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat