Pegawai Mandiri Syariah tengah menunjukkan fitur wakaf sukuk CWLS Aceh pada dashboard aplikasi Mandiri Syariah Mobile, di Jakarta, Senin (31/8). | Yogi Ardhi/Republika

Opini

Mengintegrasikan Data Wakaf

Perlu ada sistem penyediaan data wakaf dan informasi terbuka yang dapat diakses banyak pihak.

ARIEF ROHMAN, Praktisi Digital dan Anggota Badan Wakaf Indonesia

Sebuah ikhtiar penting dilakukan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) pekan lalu. Semua pemangku kepentingan wakaf nasional dikumpulkan dalam focus group discussion (FGD) yang membahas desain integrasi data wakaf nasional.

FGD ini dihadiri Kemenag, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Bank Indonesia (BI), Badan Wakaf Indonesia (BWI), Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKSPWU), tekfin syariah, Forum Wakaf Produktif, dan beberapa nazir besar.

Direktur Keuangan Sosial Syariah KNEKS, Ahmad Juwaini mengatakan, banyak potensi sinergi aset wakaf nasional yang dapat dikembangkan, tetapi terkendala ketersediaan data wakaf yang tidak lengkap dan akurat.

Bayangkan, jika kita punya data tanah wakaf di beberapa kota, yang potensial dibuat rumah sakit atau rumah sakit mata. Dengan kisah sukses pembangunan rumah sakit mata di Kota Serang, Banten, yang dalam dua tahun meraih profit, insya Allah investor berdatangan.

 
Bayangkan, jika kita punya data tanah wakaf di beberapa kota, yang potensial dibuat rumah sakit atau rumah sakit mata.
 
 

Data wakaf bukannya tidak ada, melainkan tersebar di beberapa pihak dan belum semuanya berbentuk digital. Ini latar belakang KNEKS merumuskan desain integrasi data wakaf nasional. FGD menghasilkan beberapa poin penting.

Pertama, banyak kemajuan dilakukan beberapa pihak, tetapi belum diketahui pihak lain dalam ekosistem wakaf nasional. Contohnya, digitalisasi di BPN, di mana wakif atau nazir dapat mendaftarkan sertifikasi wakaf tanah secara daring.

Lainnya, pembaruan sistem informasi wakaf (Siwak) di Kemenag, yang dibarengi sensus tanah wakaf sehingga akan memberikan data wakaf tanah akurat ke koordinat petanya. Di sisi lain, BI menyediakan infrastruktur untuk pelaporan data wakaf dari nazir.

Kedua, untuk mempercepat proses integrasi data wakaf nasional, perlu ada pembagian tugas untuk pengembangan sistem masing-masing, kemudian diintegrasikan sehingga menghasilkan datalake (penyimpanan big data) wakaf nasional. Data ini dapat diolah menjadi informasi penting bagi otoritas kebijakan dan pelaku wakaf. 

Usulan penulis, untuk data wakaf tanah, prioritasnya adalah sinkronisasi antara Siwak Kemenag dan sistem di BPN. Misalnya, setiap pendaftaran sertifikasi wakaf tanah di BPN harus memverifikasi nomor akta ikrar wakaf lebih dulu di Siwak. Lalu, nazir yang ditunjuk harus melakukan proses pemetaan lokasi melalui aplikasi SentuhTanahku BPN, sebelum terbit sertifikatnya.

 
Usulan penulis, untuk data wakaf tanah, prioritasnya adalah sinkronisasi antara Siwak Kemenag dan sistem di BPN. 
 
 

Setelah sertifikat terbit, sistem BPN otomatis memberikan notifikasi ke Siwak sehingga data di BPN dan Siwak lebih valid, akurat. Maka itu, mudah bagi otoritas wakaf membuat perencanaan penggunaan tanah wakaf tersebut menjadi lebih produktif dan bermanfaat.

Ketiga, data wakaf berikutnya yang sangat penting berasal dari laporan nazir. Untuk mengetahui jumlah wakif, harta wakaf yang dikelola, keuntungan dari pengelolaan wakaf serta siapa saja mendapatkan manfaatnya, hanya didapat dari laporan nazir.

Di sinilah peran krusial BWI, yang salah satu tugasnya melakukan pembinaan dan pengawasan nazir. BWI harus dapat membuat skema laporan nazir yang representatif, user-friendly, dan menjamin laporan dikumpulkan sesuai tenggat dengan data valid.

Keempat, selain data dari nazir, BWI perlu mengelola big data, yaitu jenis data tak terstruktur dari medsos. Ini penting untuk melihat sentimen masyarakat terhadap isu soal wakaf sehingga otoritas atau pelaku wakaf lainnya dapat membuat antisipasi.

Contohnya, saat pemerintah meluncurkan gerakan nasional wakaf uang, dengan platform big data yang terhubung ke medsos maka akan diperoleh sentimen dari masyarakat, sebagai masukan bagi pemerintah melakukan aksi selanjutnya.

Kelima, agar data yang dikumpulkan bermakna, perlu ada beberapa indikator yang merepresentasikan kemajuan pembangunan wakaf nasional. Pegiat wakaf dari IPB, ITB, UGM, dan Unair berhasil merumuskan indeks wakaf nasional (IWN).

 
Hal terakhir, perlu penyamaan spirit bahwa mengintegrasikan data wakaf nasional bertujuan untuk mendukung pengelolaan aset wakaf agar menghasilkan manfaat yang besar.
 
 

Ada enam faktor utama IWN, yaitu aspek regulasi, institusi, proses, sistem, outcome, dan dampak. Aspek pertama bisa didapatkan dari laporan BWI perwakilan, baik provinsi, kabupaten, maupun kotamadya. Ini tak sulit karena mekanisme koordinasi internal BWI.

Aspek kedua hingga kelima, sumbernya hanya ada pada nazir. BWI harus mendesain konten laporan yang representatif dari nazir sehingga dapat mendukung pengukuran IWN. Selain itu, IWN dapat memberi masukan mana aspek yang perlu diperkuat.

Hal terakhir, perlu penyamaan spirit bahwa mengintegrasikan data wakaf nasional bertujuan untuk mendukung pengelolaan aset wakaf agar menghasilkan manfaat yang besar.

Faktor pengolahan data menjadi sangat krusial sehingga dapat menghasilkan informasi dan insight berharga bagi para pelaku wakaf, baik otoritas wakaf, nazir, wakif, bahkan hingga pihak lain, seperti mitra investor juga para peneliti wakaf.

Untuk itu, perlu ada sistem penyediaan data dan informasi terbuka yang dapat diakses banyak pihak, seperti laporan aset wakaf, katalog wakaf produktif, laporan IWN, lokapasar wakaf, sentimen masyarakat terhadap isu wakaf, dan informasi lainnya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat