Ahmad Syafii Maarif | Daan Yahya | Republika

Wawasan

Syafi'i Ma'arif: Pancasila Jangan Dijadikan Alat Politik

Jangan sampai Pancasila hanya dijadikan alat politik, di-framing oleh mereka yang tak bertanggung jawab.

Perbenturan Pancasila dengan agama kembali mencuat yang menyudutkan Islam sebagai salah satu agama mayoritas di Indonesia. Narasi tersebut terlihat dengan munculnya Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) yang dilakukan oleh KPK. Wartawan Republika Imas Damayanti mewawancarai Buya Syafi’i Ma’arif secara singkat mengenai permasalahan ini.

Seperti apa nilai-nilai dalam Pancasila dan kaitannya dengan Islam di Indonesia?

Umat Islam Indonesia dapat membumikan ajaran Islam dengan sebaik-baiknya dengan sikap dan perilaku. Baik terhadap diri sendiri maupun kepada orang lain dalam kaitan ukhuwah Islamiyah dan ukhuwah wathaniyah.

Hadirnya Pancasila bagi bangsa Indonesia adalah buah pikir dari para ulama-ulama Islam dan tokoh-tokoh nasional lainnya. Artinya sudah dapat dipastikan bahwa nilai-nilai keagamaan juga sangat amat diakomodasi di dalam Pancasila.

Pembentukan negara dengan embel-embel nama Islam tidak diperlukan saat ini, tapi nilai-nilai kegamaan dalam Islam itulah yang perlu dibumikan. Jika menengok sejarah, pembenturan antara Pancasila dan Islam juga pernah terjadi pada tahun 1955 yang mula-mula itu ada tiga ideologi yang diusulkan, yaitu Pancasila, Islam, dan sosial-ekonomi.

Pada akhirnya, Pancasila tercantum dalam UUD 1945 telah dimenangkan dalam dekrit untuk dikukuhkan sebagai dasar negara sejak 5 Juli 1955. Untuk itu, dalam kasus yang sekarang terjadi, kita perlu ingat bahwa Pancasila merupakan perekat bangsa tanpa mengecilkan nilai-nilai agama yang ada di Indonesia.

 
Pembentukan negara dengan embel-embel nama Islam tidak diperlukan saat ini, tapi nilai-nilai kegamaan dalam Islam itulah yang perlu dibumikan.
 
 

Ketuhanan itu sebenarnya nomor lima, kemudian terjadi perdebatan panjang yang pada akhirnya dipindahkan ke nomor satu. Kemudian lahir Piagam Jakarta dan Pancasila yang sekarang ada itu adalah Pancasila lahiran 7 Juni minus tujuh kata, yaitu “ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, ini yang ditiadakan.

Kita punya dasar Pancasila dan itu kokoh. Dan umat beragama, apa pun agamanya di Indonesia, dibebaskan menjalankan ketentuan yang disayaratkan agamanya, termasuk Islam.

Bagaimana dengan pemahaman masyarakat mengenai Pancasila hari ini?

Kita harus benar-benar memahami, meresapi, dan mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila dalam praktik. Jangan sampai Pancasila hanya dijadikan alat politik, di-framing sedemikian rupa oleh golongan-golongan yang tidak bertanggung jawab.

Padahal, Pancasila itu tidak hanya untuk diucapkan tapi harus dipraktikkan. Artinya, masyarakat harus paham apa itu Pancasila, tidak hanya berbicara saja lantas menanggalkan esensi dari nilai-nilai yang tercantum di dalamnya.

Bagaimana Anda menanggapi mengenai isu bahwa Islam tidak demokratis?

Bagi segelintir orang, sistem demokrasi, paham keagamaan/kemajemukan, toleransi, dan pesan antikekerasan seperti tidak ada kaitannya dengan Islam. Bahkan, ada orang yang dengan mudah menuduh bahwa sistem atau nilai-nilai itu berlawanan dengan Islam.

Padahal, tidak demikian, meskipun sampai pada awal abad 21 ini masih ada saja pihak yang mengharamkan demokrasi dan pluralisme. Dan karena haram, pendukungnya dianggap sesat dan kafir.

Mengapa Islam selaras dengan gagasan demokrasi?

Demokrasi yang berjalan di Indonesia sesuai dengan ajaran Islam meski dalam praktiknya masih terdapat oknum-oknum yang tidak meresapi dan menjalankan demokrasi yang baik.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat