Pengunjung memilih buku hasil karya tulis guru di Dinas Pendidikan, Kota Kediri, Jawa Timur, Senin (3/5/2021). Sedikitnya 400 judul buku karya sejumlah guru dipamerkan guna mendorong semangat guru untuk menulis sekaligus memperingati Hari Pendidikan Nasio | Prasetia Fauzani/ANTARA FOTO

Kisah Dalam Negeri

IKAPI dan Ijtihad Membangun Literasi Peradaban dengan Buku

IKAPI berupaya membangun ekosistem buku untuk mencerdaskan bangsa.

 

 

Meski dunia telah akrab dengan konten digital berupa audio visual, gambar, tulisan, atau perpaduan semuanya, buku tetap menjadi pilihan utama masyarakat mendapatkan pengetahuan. Sejak ribuan tahun lalu, buku menjadi penyimpan memori, catatan perjalanan hidup, temuan ilmiah, dan sumber ajaran luhur, yang berisikan untaian kata indah penuh makna. 

Orang hebat adalah mereka yang menulis buku. Para tokoh dunia pada masa lalu adalah para penulis hebat. Pendiri bangsa ini, seperti Bung Karno, Bung Hatta, Natsir, dan banyak lagi, adalah penulis buku yang karyanya terus dibaca sampai detik ini. 

Karena itu, budaya membaca dan menulis buku harus terus dijaga. Generasi muda masa kini harus banyak membaca buku. Juga menuliskan pemikirannya dalam buku, yang pada kemudian hari akan dibaca penerusnya.

Kini ada saja lembaga masyarakat yang berupaya melestarikan budaya membaca dan menulis buku dengan berbagai kegiatan. Di antaranya adalah Festival Hari Buku Nasional (FHBN). Acara ini terselenggara di Banten. Dengan menghadiri festival ini, masyarakat tertarik untuk lebih dekat dengan buku. Festival yang diinisiasi Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) tersebut digadang-gadang menjadi langkah awal dalam membangun ekosistem literasi yang menjurus pada peningkatan kemampuan literasi di Indonesia.

FHBN digelar selama lima hari, dari Rabu (26/5) hingga Ahad (30/5) di Auditorium Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta), Serang, Banten. Acara itu muncul dari hasil kolaborasi sejumlah kalangan, mulai dari Ikapi, pemerintah daerah, akademisi, hingga para pegiat literasi.

Ketua Ikapi Arys Hilman Nugraha menuturkan, Hari Buku Nasional yang diperingati tiap 17 Mei dianggap kurang menggaung. Sehingga, pengadaan acara festival dinilai perlu dilakukan untuk menyemarakkan dunia perbukuan, mengingat menurut sejumlah survei tingkat literasi masyarakat Indonesia masih rendah.

“Hari Buku Nasional memang diperingati, tetapi kurang kesemarakannya,” tutur Arys saat ditemui di lokasi FHBN, Sabtu (29/5).

photo
Ketua Umum IKAPI Arys Hilman Nugraha. - (Republika/Mahmud Muhyidin)
 
Dunia perbukuan dan literasi memerlukan kesemarakan agar perhatian masyarakat tertuju pada buku.
ARYS HILMAN NUGRAHA; Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia
 

 

Dia mengatakan, untuk kali pertama, Banten menjadi lokasi penyelenggaraan festival tersebut. Pasalnya, daerah itu memiliki modal untuk membangun ekosistem literasi yang masyarakatnya berpotensi bisa akrab dengan buku. Menurut Arys, Banten memiliki potensi yang cukup tinggi untuk tingkat keaktifan gerak literasi, keaktifan penerbit, dan kedekatan dengan dunia perguruan tinggi atau akademisi.  

Keterlibatan masyarakat menjadi fokus utama. Menurutnya, antusiasme masyarakat terhadap penyelenggaraan FHBN cukup tinggi. Berdasarkan catatan penyelenggara, jumlah pengunjung yang hadir ke lokasi acara tersebut rata-rata 1.000 hingga 1.500 orang.

Angka itu telah melebihi target sebanyak 1.000 pengunjung. Bahkan, pada hari pertama, yakni Rabu (26/5), pengunjung yang hadir mencapai hingga 2.000 orang.  

Berdasarkan pantauan Republika, sejak dibuka pada pukul 09.00 WIB, para pengunjung berduyun-duyun menuju lokasi festival dan berbelanja buku. Tak hanya berkeliling di area pameran buku, pengunjung juga bisa menikmati pergelaran seni yang ditampilkan pada waktu-waktu tertentu dan mengikuti seminar atau diskusi yang diisi oleh pegiat literasi lokal hingga nasional.

Menanggapi FHBN 2021, pegiat literasi yang juga merupakan Duta Baca Indonesia Gol A Gong menilai, gairah masyarakat terhadap dunia literasi kian tumbuh. Salah satunya dengan ramainya kehadiran pengunjung pada kegiatan literasi semacam FHBN.

“Suasana seperti ini saya rindukan waktu masa muda. Saya enggak mampu, jungkir balik dari sejak 1990-an. Akhirnya bermuaralah hasilnya ini (festival buku yang semarak),” kata dia.

Gol A Gong tak menyangkal tingkat literasi masyarakat Indonesia masih rendah. Namun, dia optimistis ke depan bisa terbangun ekosistem literasi yang akan bergerak dengan sendirinya dalam meningkatkan budaya dan kemampuan literasi masyarakat.

Minimalisasi bajakan

Adanya dukungan dari pemerintah daerah terkait dengan beleid tentang sistem perbukuan, kata Gol A Gong, juga memberi dampak bagi keberlangsungan dunia perbukuan di Indonesia dalam menghadapi maraknya pembajakan buku. Masalah itu hingga kini masih menjadi distraksi tersendiri yang seolah terus menjamur dan menghantam dunia perbukuan, terlebih di masa pandemi Covid-19.

“Saya melihat itu (pembajakan buku), tanda-tanda kalau diregulasikan, artinya Perda dibuat bisa dengan harga murah nggak perlu ada pembajak. Pembajak buku ada karena kasih harga murah,” kata dia.

Eka, seorang pengunjung FHBN 2021, mengatakan, buku bajakan memang menjadi godaan tersendiri untuk dibelanjakan. Namun, dia menyebut, penyelenggaraan festival buku menjadi momen yang ditunggu-tunggu karena biasanya menghadirkan buku dengan harga miring.

“Festival buku begini kan biasanya banyak potongan harga. Jadi, selain dapat diskon, juga bisa beli buku asli,” ujar Eka.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat