Seorang perempuan ambil bagian dalam aksi solidaritas bagi Palestina di Karachi, Pakistan, Ahad (16/5/2021). | EPA-EFE/SHAHZAIB AKBER

Kabar Utama

Sudahi Penjajahan Atas Bangsa Palestina!

Kemarahan akibat serangan Israel memicu persatuan bersejarah di antara warga Arab di Palestina dan Israel.

Dunia kian padu dalam menyuarakan kecaman terhadap kekerasan dan penjajahan yang dilakukan negara Zionis Israel terhadap Palestina. Jutaan warga dunia bersatu dalam aksi membela Palestina dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Di Amerika Serikat, negara yang secara politis paling dekat dengan Israel, ribuan warga turun ke jalan-jalan sejak Sabtu (15/5) dan berlanjut hingga Senin (17/5) kemarin. Aksi unjuk rasa digelar merentang dari Los Angeles di pantai barat hingga New York di timur melintasi Boston, Chicago, Philadelphia, Atlanta, Oklahoma, Ohio. 

Seruan “Free Palestine!” dan “Long Live Intifada!” bergema di mana-mana. Di Atlanta, seruan "We can't breathe since 1948" menghubungkan perjuangan pembebasan Palestina dengan gerakan Black Live Matter.

Yang terkini, ratusan orang berkumpul di depan Markas PBB di New York, Senin (17/5). Mereka datang untuk mengecam Dewan Keamanan PBB yang belum bisa berbuat apa-apa atas kekerasan Israel.

Bahkan di kalangan warga Yahudi AS, merujuk survei terbaru Pew Research, tinggal 34 persen yang menolak Israel diberi sanksi atas pelanggaran yang dilakukan negara itu.

Secara politik, menurut the Guardian, Presiden AS Joe Biden kian terasing dalam pembelaan mati-matiannya terhadap Israel. Golongan progresif dan umat Islam Amerika Serikat yang jadi lumbung suaranya pada pilpres lalu terus mempertanyakan dukungan tanpa syarat AS ke Israel. “Pengeboman ini terjadi dengan dukungan AS,” cicit legislator Partai Demokrat Alexandria Ocasio-Cortez, kemarin.

Ribuan orang juga menggelar protes terhadap kekejaman Israel dan membela kemerdekaan Palestina di London, Inggris. Sejarah mencatat bahwa Inggris adalah salah satu sponsor negara Israel melalui Deklarasi Balfour pada 1917.

Mereka berbaris di kedutaan Israel sambil berteriak “Bebaskan Palestina". “Hari ini kami sudah cukup terlibat dalam kekerasan ini. Terima kasih telah mendukung kami,” kata Duta Besar Palestina untuk Inggris, Husam Zumlot, yang juga hadir.

Mantan pemimpin Partai Buruh Jeremy Corbyn juga berbicara pada demonstran yang berkumpul di luar Kedubes Israel. “Ini adalah gerakan keadilan sedunia. Tanah Palestina dirampas dan rakyatnya dibunuh di rumah mereka. Ini semua ilegal,” ujar dia dilansir BBC

Unjuk rasa juga dilakukan di kota-kota Eropa lainnya seperti di Warsawa, Polandia; Berlin, Jerman; Milan, Italia; Madrid, Spanyol; Oslo, Norwegia; Amsterdam, Belanda; Siprus; Luxembourg; Istanbul, Turki; dan lainnya. 

Pada Senin (17/5), ribuan orang berpartisipasi mengibarkan bendera Palestina dan meneriakkan slogan-slogan mendukung rakyat Palestina di Toronto, Kanada. Aksi juga sebelumnya digelar di Afrika Selatan dan Kenya serta Selandia Baru dan Australia.

Di antara para pengunjuk rasa, sebagiannya bahkan menentang larangan berkumpul dan harus berhadap-hadapan dengan polisi demi menyuarakan pembelaan untuk Palestina. Di antaranya di Paris, Prancis, dan di Kashmir, India di mana 20 pengunjuk rasa ditangkap.

Di negara-negara mayoritas Muslim, aksi digelar mulai dari Kenya, Nigeria,Tunisia, Maroko, Mesir di Afrika; Yordania, Qatar, Irak, Iran, Lebanon di Timur Tengah; hingga Pakistan di Asia Selatan. Di Asia Tenggara, netizen Indonesia dan Malaysia yang kerap berseteru kini bersatu membombardir media sosial dengan pesan-pesan pro-Palestina. 

Sejauh ini, Dewan Keamanan PBB tak kunjung menerbitkan resolusi terkait kekerasan di Palstina karena masih dihalangi hak veto Amerika Serikat. Sementara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) berencana membawa resolusi ke Rapat Umum PBB.

photo
Warga yang tergabung dalam Aliansi Umat Islam Jawa Barat Peduli Palestina melakukan aksi solidaritas di depan Gedung Merdeka, Jalan Asia Afrika, Kota Bandung, Rabu (12/5/2021). Dalam aksi tersebut mereka mengutuk penyerangan Israel terhadap Masjid al-Aqsha dan rakyat Palestina serta mendesak Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) dan Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk mengambil langkah membantu Palestina. - (REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA)

Kendati demikian, media Israel Haaretz mengungkapkan, diplomat-diplomat di Israel mulai gerah dengan ramainya kecaman. Merka meyakini, dukungan internasional dari sejumlah negara sekutu juga mendekati akhir.

Pada akhirnya, tekanan itu setidaknya akan memaksa Israel melakukan gencatan senjata.

Makin bersatu

Pengusiran di Sheikh Jarrah, serangan polisi Israel ke Masjid al-Aqsha pada akhir Ramadhan lalu serta gempuran ke Jalur Gaza sejak sebelum Idul Fitri menimbulkan kemarahan luar biasa bagi warga Palestina. Kemarahan tersebut memicu persatuan bersejarah di antara warga Arab baik di Gaza, di Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang diduduki Israel, bahkan yang tinggal di dalam batas sebelum 1948 alias di dalam wilayah Israel.

"Yang menakjubkan, bahkan warga Arab Israel yang tinggal dalam batas 1948 mulai menyerukan lagi bahwa mereka adalah bangsa Palestina,” kata Layla Hallaq, aktivis Palestina yang tinggal di Haifa kepada Aljazirah.

Seperti diberitakan belakangan, keturunan Arab di Israel melakukan protes besar-besaran di berbagai wilayah Israel. Di antaranya di Negev, Lod di bagian tengah Israel, hingga ke Haifa dan Nazareth di utara. Mereka tak mundur melawan polisi Israel serta kaum Yahudi garis keras. 

Berbagai kekerasan tersebut, termasuk di wilayah Lod tempat terjadinya pembakaran dan pembunuhan terhadap warga Arab, menakutkan bagi pemerintah Israel. “Perang sipil ini berbahaya bagi keberadaan kita, jauh lebih berbahaya dari semua yang kita hadapi di luar,” ujar Presiden Israel Reuven Rivlin dalam pernyataanya, Kamis (13/5) lalu.

Sedikitnya 1,6 juta keturunan Arab tinggal di dalam wilayah Israel. Mereka memilih bertahan saat Israel merampas wilayah tersebut pada 1948. Meski berkewarganegaraan Israel, kelompok pegiat HAM melaporkan bahwa mereka kerap mendapat diskriminasi.

Layka Hallaq mengiyakan, unjuk rasa terkini belum pernah terjadi sebelumnya. Bukan hanya dilakukan di Gaza, Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan wilayah Israel, aksi-aksi juga dilakukan diaspora Palestina di berbagai belahan dunia. “Ini bukan hanya solidaritas, tetapi juga perjuangan dan penderitaan bersama yang dirasakan semua orang Palestina,” kata dia.

Sejauh ini, Israel kerap menjalankan kebijakan fragmentasi terhadap populasi Palestina. Hal tersebut sebelumnya menyulitkan koordinasi dan solidaritas perlawanan.

“Kejadian terkini menggarisbawahi bukan saja kesatuan sistem penindasan kolonial, tapi juga kesatuan perjuangan Palestina.” kata Nimer Sultany, seorang pengajar hukum publik di University of London’s School of Oriental and African Studies, kepada Aljazirah.

Sementara, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Paus Fransiskus melakukan percakapan via telepon pada Senin (17/5). Mereka membahas tentang serangan yang tengah dilakukan Israel ke wilayah Palestina, khususnya Jalur Gaza.

Menurut Direktorat Komunikasi Turki, seperti dikutip Anadolu Agency, dalam percakapan itu, Erdogan mengatakan kekejaman sedang dilakukan di Palestina. Serangan Israel, kata Erdogan, tidak hanya terhadap warga Palestina, tapi semua Muslim, Kristen, dan kemanusiaan.

Selain membunuh warga sipil, Erdogan menyebut Israel telah membatasi kebebasan beribadah di Yerusalem. Mereka memblokir akses ke Masjid al-Aqsha dan Gereja Makam Suci. Erdogan mengatakan pendudukan Israel juga membahayakan keamanan regional.

Erdogan menilai komunitas internasional harus memberi Israel respons jera. Dalam hal ini, Erdogan berpendapat reaksi yang berkelanjutan dari Paus Fransiskus mengenai serangan Israel terhadap Palestina bakal membantu memobilisasi dunia Kristen serta komunitas internasional. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat