Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI) Luhut Binsar Pandjaitan (kanan) meninjau proses latihan atlet pelatnas atletik di Stadion Madya, Senayan, Jakarta, Senin (3/5/2021). Latihan tersebut dilakukan untuk melihat persiapan | Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO

Olahraga

Simalakama Olimpiade Tokyo

Olimpiade Tokyo tinggal menghitung bulan karena dijadwalkan bergulir pada Juli hingga Agustus mendatang.

Dono hanyalah pemuda biasa yang mencoba peruntungan di Jakarta dengan bekerja di bengkel milik Kasino. Ada satu pantangan di bengkel itu; Kasino melarang pegawainya terpikat pada wanita.

Suatu malam, Dono mendapat perintah memperbaiki mobil milik Marina yang diperankan oleh Eva Arnaz. Kasino ternyata diam-diam mengangkangi peraturannya sendiri dengan menyukai Marina. 

Marina justru tertarik pada Dono yang sudah membantunya memperbaiki mobil. Dono terjebak di antara dorongan asmara atau menuruti perintah Kasino.

Begitulah ringkasan film 1983 berjudul Maju Kena Mundur Kena yang dibintangi trio Dono, Kasino, dan Indro. Permasalahan pelik, alur cerita apik, dan komedi ciamik sukses meraup jumlah penonton terbanyak sepanjang sejarah Warkop DKI. 

Kita bisa menyaksikan usaha Dono keluar dari situasi serbasalah yang dihadapinya. Kesulitan ini pula yang sedang dialami oleh penyelenggara Olimpiade Tokyo.

Pesta olahraga terbesar di dunia itu tinggal menghitung bulan karena dijadwalkan bergulir pada Juli hingga Agustus mendatang. Namun, ketidakpastian masih menghantui karena pandemi Covid-19 belum berakhir.

Di Negara Matahari Terbit, penyebaran virus korona tak kunjung terkendali. Mereka baru mencatat 45 ribu kasus baru dalam sepekan dari total 618 ribu kasus positif Covid-19 dengan angka kematian mencapai 10 ribu jiwa. Pemerintah Jepang bahkan menambah wilayah darurat Covid-19 dari enam menjadi Sembilan, baru-baru ini. Tokyo menjadi salah satunya.

 

Perdana Menteri Jepang, Yoshihide Suga, menegaskan, Olimpiade tetap berjalan sesuai jadwal. Ia memastikan, panitia dan pemerintah setempat menggelar kontestasi dengan protokol kesehatan yang ketat. Suga mengisyaratkan melakukan program jalur cepat untuk memperbaiki kondisi dan meningkatkan keamanan. Namun, pernyataannya berbanding terbalik dengan kondisi di lapangan. 

Dari total 126 juta penduduk Jepang, data Bloomberg mencatat, hanya dua persen yang sudah menerima vaksin dosis kedua. Angka tersebut bahkan lebih rendah dibandingkan Indonesia dan Zimbabwe. Ini menjadi kontradiksi terhadap gembar-gembor Suga terhadap rencana Olimpiade digelar tepat waktu. 

Presiden Olimpiade Tokyo, Seiko Hashimoto, meminta waktu hingga Juni untuk menentukan kepastian karena ada kemungkinan hanya penonton yang mendapat izin khusus bisa menyaksikan perlombaan di arena. Itu baru soal penonton. Padahal, hal yang lebih penting adalah jadi atau tidaknya Olimpiade itu sendiri. 

Beberapa Pra-Olimpiade sudah batal digelar. Agenda 'Torch Relay' atau pawai obor beberapa kali ditunda. Bukan hal yang keliru jika atlet, negara-negara peserta, dan publik gelisah. 

Belum lama ini, pada 5 Mei lalu, sebuah petisi daring digelorakan oleh sebuah pengacara bernama Kenji Utsunomiya untuk menolak gelaran Olimpiade Tokyo tahun ini. Setidaknya, sudah 50 ribu tanda tangan dalam 24 jam pertama petisi diunggah untuk menyatakan dukungan terhadap gerakan Kenji. 

Dalam jajak pendapat yang dilaporkan Reuters, lebih dari 70 persen warga Jepang berharap Olimpiade dan Paralimpiade dibatalkan atau minimal ditunda seperti tahun lalu. Keraguan juga disampaikan oleh bintang tenis asal Jepang, Naomi Osaka, yang menyebut Olimpiade akan menempatkan orang-orang dalam bahaya jika tetap digelar dalam waktu dekat. 

Di sisi lain, mari melihat dari sudut pandang lain. Penyelenggara menganggarkan total biaya 15 miliar dolar AS atau sekitar Rp 214 triliun untuk mengadakan hajatan akbar itu, termasuk biaya 2,8 miliar dolar untuk ongkos penundaan Olimpiade selama satu tahun. 

Anggaran itu meningkat dua kali lipat dari 7,5 miliar dolar AS saat Jepang diumumkan menjadi tuan rumah. Pemerintah Jepang bahkan memperkirakan ongkos penyelenggaraan bisa membengkak menjadi 25 miliar dolar AS sebelum Olimpiade ditunda. 

Bagaikan memakan buah simalakama, bayangkan Anda menjadi Dono dan panitia Olimpiade berada di situasi yang serbasalah. Maju kena, mundur kena.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat