Abdul Rachman Thaha, Anggota DPD RI | Youtube

Opini

Demonstrasi Hardiknas Bukan Pelanggaran Hukum

Abdul Rachman Thaha mengimbau aparat untuk tidak menganggap demonstran sebagai pelanggar hukum.

ABDUL RACHMAN THAHA; ANGGOTA KOMITE I DPD RI

Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) menjadi momentum untuk mengekspresikan pendapat. Berbagai aspirasi untuk kemajuan pendidikan di negeri ini disuarakan sejumlah orang pada Senin 3 Mei 2021. 

Namun, penyuaraan aspirasi itu berujung tindakan represif. Aparat menangkap para pendemo di depan Gedung Kemenristek Dikti, Senayan, Jakarta Pusat. Alasannya mereka dianggap menciptakan kerumunan dan berdemo melewati batas waktu yang diperbolehkan. 

LBH Jakarta menuding penangkapan sembilan demonstran itu cacat prosedur. Sebab mereka tak bisa memberikan pendampingan hukum terhadap pendemo yang ditangkap.

Saya menyesalkan penangkapan dan penetapan sebagai tersangka sejumlah peserta demonstran Hardiknas. Langkah Polri dalam situasi tersebut berpotensi kuat menjauh dari butir kedelapan komitmen Polri yakni “melaksanakan keadilan restoratif dan problem solving”.

Tema demonstrasi pada Hardiknas tersebut adalah sesuai dengan dunia para peserta aksi yang notabene merupakan mahasiswa, yaitu dunia pendidikan. Pihak yang menjadi sasaran demonstrasi mereka pun merupakan institusi yang paling bertanggung jawab atas dunia tersebut. Dengan situasi demonstrasi sesempurna itu, menyikapi segala bentuk penyampaian aspirasi kritis oleh mahasiswa, Polri sepatutnya lebih mengedepankan persepsi bahwa para demonstran sejatinya adalah sekelompok orang yang tengah menjalankan hak konstitusional mereka selaku warga negara sekaligus sedang menjalankan panggilan moral mereka sebagai insan cendekia. Mindset sedemikian rupa seharusnya mengatasi pandangan bahwa para demonstran adalah orang-orang yang diduga telah melanggar prokes.

Saya menaruh kekhawatiran mendalam bahwa penyikapan Polri terhadap para demonstran Hardiknas akan kian menggumpalkan kesan adanya kerja diskriminatif dari lembaga penegakan hukum terkait prokes. Tak pelak muncul pertanyaan, Polri membawa mereka ke ranah pidana, sementara terhadap kerumunan yang dilakukan oleh petinggi negara Polri justru tidak mengambil langkah ketegasan serupa.

Atas dasar itu, saya sungguh-sungguh menuntut beberapa hal. Pertama, Polri menghentikan proses hukum atas para mahasiswa yang telah diamankan dan ditetapkan sebagai tersangka. Seluruh jajaran Polri perlu lebih meresapi komitmen Kapolri; dengan demikian, terhadap para mahasiswa tersebut semaksimal mungkin Polri menerapkan mekanisme restoratif, bukan represif, sebagai jalan yang diyakini lebih mengarah pada problem solving.

Kedua, untuk menghindarkan jajarannya dari pola kerja diskriminatif serta penerapan langkah hukum yang eksesif, Polri perlu selekasnya menentukan kriteria tentang kapan dan bagaimana pelanggaran prokes akan dibawa maupun tidak dibawa ke ranah pidana. Agar juga sebangun dengan komitmen “transparansi berkeadilan”, kriteria itu selanjutnya diumumkan ke publik guna mengaktifkan peran masyarakat dalam ikut memantau kerja-kerja personel Polri di lapangan.

Ketiga, sebagai mantan mahasiswa sekaligus bagian dari keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam, saya menyemangati seluruh civitas akademika di Tanah Air untuk kembali merevitalisasi jiwa kritis dan etos patriot mereka. Terlebih pada masa yang terasa lebih berat seperti dewasa ini, gema nyaring suara civitas akademika—khususnya mahasiswa—amat sangat dibutuhkan sebagai langkah koreksi terhadap arah gerak pemerintahan yang dinilai kian berjarak dari kepentingan masyarakat luas.

Keempat, sebagaimana yang saya lakukan bagi sekian banyak mahasiswa yang diamankan pascaaksi demonstrasi di sejumlah wilayah beberapa waktu silam, saya kembali menyatakan siap memberikan advokasi kepada para mahasiswa di seluruh Tanah Air yang kembali harus barada dalam situasi vis a vis dengan otoritas penegakan hukum saat menyampaikan aspirasi mereka.

Kelima, selaku Menteri, Sdr. Nadiem Makarim perlu menunjukkan kematangan profesional yang lebih tinggi lagi. Segala pernyataan dan kebijakan yang dikeluarkannya pada waktu-waktu belakangan ini, yang kemudian memantik kegaduhan luas di masyarakat, nyata-nyata mencerminkan adanya kebutuhan besar baginya untuk lebih matang dalam memimpin jajaran kementeriannya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat