Sejumlah buruh yang tergabung dari berbagai aliansi berjalan menuju Gedung Sate saat melakukan aksi di Bandung, Jawa Barat, Sabtu (1/5/2021). | RAISAN AL FARISI/ANTARA FOTO

Tajuk

Benang Merah Pendidikan dan Buruh

Pendidikan dan perburuhan adalah dua sektor yang terpukul paling berat dalam masa Covid 19.

Kita baru saja memperingati Hari Pendidikan Nasional (2 Mei). Sehari sebelumnya, kita memperingati Hari Buruh (1 Mei). Tiga hari sebelum Hari Buruh, Presiden Joko Widodo melantik ulang Nadiem Makarim sebagai menteri pendidikan dan kebudayaan riset dan perguruan tinggi. Ketiga peristiwa ini tampaknya memiliki satu benang merah. Apalagi, dalam satu momen pagebluk Covid-19.

Pendidikan dan perburuhan adalah dua sektor yang terpukul paling berat dalam masa Covid 19. Di sektor pendidikan, seluruhnya berubah: Cara belajar murid, cara mengajar guru, model pembelajaran jarak jauh, belajar menggunakan internet, model pendidikan vokasi, dan lain sebagainya. Seluruh komponen pendidikan nasional tampak tergagap dalam situasi yang butuh adaptasi serbacepat ini. Yang paling terpukul jelas siswa dan siswi. Masa depan seperti apa yang bisa mereka capai dalam situasi pendidikan saat ini?

Perburuhan juga demikian. Dampaknya riil. Pagebluk membuat daya beli merosot, yang berujung pada produksi barang. Dalam setahun ini, entah sudah ribuan usaha gulung tikar. Jutaan pekerja dipecat, sebagian dirumahkan. Nasib mereka tak terombang-ambing. Pemerintah sejauh ini berusaha menolong kelompok buruh pekerja lewat program insentif pekerja dan insentif program kartu prakerja. Yang pertama, membantu dalam menopang kehidupan buruh sehari-hari, sedangkan yang kedua, berupaya memberikan pelatihan agar buruh bisa membuka usaha. Namun, membuka usaha pun, dalam kondisi Covid-19 penuh dengan tantangan.

 
Pendidikan dan perburuhan adalah dua sektor yang terpukul paling berat dalam masa Covid 19. 
 
 

Kelindan pendidikan dan buruh ini memunculkan benang merahnya. Kelompok usia produktif macam apa yang akan muncul di tengah pagebluk ini? Pembahasan mengenai kurang efektifnya model pembelajaran jarak jauh bagi siswa, dan pernyataan Kemendikbud bahwa sudah muncul generasi yang hilang akibat belajar daring, memang tengah disiasati oleh pemerintah. Namun, tampaknya yang agak luput dari strategi itu adalah ujungnya ini. 

Para siswa dan siswi yang dalam tiga tahun terakhir ini duduk di tingkat akhir SMA/SMK/universitas akan menghasilkan kualitas lulusan seperti apa? Ini pertanyaan yang jarang dibahas pemerintah. Lalu, siapa pula yang mau mempekerjakan mereka dengan kualitas demikian? Atau kemudian, bagaimana mereka para lulusan itu bisa membuka lapangan pekerjaan baru?

Produktivitas adalah kata kunci. Sayangnya, kita tahu produktivitas pekerja Indonesia tidak bagus-bagus amat. Di kawasan ASEAN, pada 2019, produktivitas pekerja Indonesia nomor dua terendah, di atas Myanmar. Paling wahid adalah produktivitas pekerja Vietnam. 

Di ujung yang lain, ada pertanyaan besar: Strategi apa yang dibutuhkan untuk menjadi pengusaha pada masa-masa tak pasti seperti ini? Sebelum adanya Covid-19, negara ini sudah kekurangan pengusaha. Semua lulusan ingin menjadi pekerja. Apakah pagebluk Covid-19 akan menambah jumlah pengusaha itu? Atau malah menambah jumlah pekerja baru? Keduanya amat penting.

 
Di ujung yang lain, ada pertanyaan besar: Strategi apa yang dibutuhkan untuk menjadi pengusaha pada masa-masa tak pasti seperti ini?
 
 

Ini persoalan yang besar. Yang tidak bisa dituntaskan hanya lewat modul belajar daring, atau kartu prakerja. Dalam setahun terakhir, persoalan ini terasa dipinggirkan. Padahal, ini menyangkut sektor-sektor terpenting. Kita mendesak seluruh pemangku kepentingan menyadari problem ini dan harus bekerja sama. Pemerintah, pendidikan, tenaga kerja, kelompok buruh, pengusaha, dan para lulusan ini harus merumuskan satu strategi untuk menjawabnya.

Mungkin bisa dibahas perlunya semacam satu program khusus, yang menjembatani para lulusan itu sebelum mereka masuk ke dunia kerja atau ingin berwiraswasta. 

Sebuah upaya peningkatan kapasitas sepanjang enam bulan sampai setahun, yang lebih kompleks dari sekadar kartu prakerja atau kursus-kursus di balai pelatihan kerja. Program bersama ini ikut menyertakan kelompok pengusaha sehingga dapat langsung diketahui, pekerja apa yang paling mereka butuhkan. 

Demikian juga, visi pengusaha dibutuhkan untuk memperlihatkan kepada para lulusan itu, kemampuan apa saja yang harus dimiliki sebelum diarahkan membuka usaha mandiri, dengan modal bantuan pemerintah, dan jejaring logistik diampu oleh pebisnis kawakan. Sebuah upaya gotong royong untuk mencetak generasi pengusaha baru yang tahan virus, kreatif, dan mampu memanfaatkan peluang dengan baik serta lincah bergerak. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat