Seorang pria membaca Alquran pada bulan suci Ramadhan di Masjid, Peshawar, Pakistan, Jumat (23/4/2021). | EPA-EFE/BILAWAL ARBAB

Opini

Visi Pembebasan Alquran

Idealnya Alquran terus dibaca untuk kehidupan, bukan hanya dibaca saat ada kematian.

MUHBIB ABDUL WAHAB, Dosen Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Alquran merupakan bacaan paling sempurna sekaligus mukjizat terbesar sepanjang masa. Visi utama  Nuzul al-Quran adalah liberasi (pembebasan) dan transformasi kemanusiaan.

Alquran membebaskan masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat berperadaban dan berkeadaban luhur. Selama 23 tahun mengemban misi profetik di Makkah dan Madinah, Nabi Muhammad SAW sukses membumikan Alquran dengan agenda pembebasan kemanusiaan.

Visi pembebasan Alquran dari kegelapan kemanusiaan menuju cahaya iman, ilmu, dan amal kebajikan (QS al-Maidah [5]: 16) merupakan solusi perubahan menuju masyarakat berakidah tauhid, bermuamalah secara baik, dan berakhlak  mulia.

 
Alquran membebaskan masyarakat jahiliyah menjadi masyarakat berperadaban dan berkeadaban luhur.
 
 

Penurunan Alquran secara bertahap selama kurang lebih 23 tahun merupakan masa liberasi dan transformasi kemanusiaan yang didukung strategi dakwah dan sistem pendidikan berbasis keteladanan profetik.

Dalam konteks ini, Nabi SAW tidak hanya berperan sebagai penyampai wahyu tetapi juga figur teladan panutan umat. Perlahan tapi pasti, Alquran mencerahkan pikiran, menyentuh hati, dan membumi.

Karena digerakkan iman yang kuat, umat Islam belajar memahami dan mengamalkan pesan Alquran untuk pembebasan dan perubahan sosial kemanusiaan. Selama 13 tahun berdakwah di Makkah, Nabi SAW membebaskan masyarakat dari “teologi politeisme”.

Ayat-ayat tentang peneguhan akidah tauhid, pengenalan iman kepada kehidupan akhirat,  adanya surga dan neraka, pemberian ganjaran dan ancaman, dan pembentukan akhlak mulia banyak mewarnai turunnya ayat periode Makkah.

Visi pembebasan ini sarat pesan bahwa membangun bangsa harus dimulai dengan mereformasi sistem teologi (akidah) dan moral terlebih dahulu sebelum membangun aspek lainnya.

 
Visi pembebasan ini sarat pesan bahwa membangun bangsa harus dimulai dengan mereformasi sistem teologi (akidah) dan moral terlebih dahulu sebelum membangun aspek lainnya.
 
 

Karena itu, pembangunan infrastruktur dan ekonomi tanpa pembangunan SDM yang berakidah kuat dan berakhlak mulia bisa menyebabkan manusia bermental rapuh, berkarakter korup, dan berperilaku menyimpang.

Kontribusi terbesar dari visi pembebasan Alquran adalah restorasi mental spiritual dan moral. Alquran tidak cukup dibaca verbal sampai khatam berulang kali, tetapi juga harus dipahami, dihayati, ditadaburi, dan diamalkan dalam praksis kehidupan.  

Fakta sejarah membuktikan, Rasulullah SAW sukses mendidik para sahabatnya dengan sentuhan hati penuh cinta, meskipun dimusuhi sebagian kaumnya.

Inspirasi Alquran yang menyentuh hati dan mencerahkan pikiran membuahkan praksis liberasi kemanusiaan yang efektif karena ditopang integritas moral dan keteladanan terbaik beliau. Liberasi kemanusiaan itu dapat diwujudkan melalui dakwah dan pendidikan yang menginspirasi, memotivasi, dan  kaya inovasi.

Kitab kehidupan

Alquran yang dibaca umat Islam dewasa ini dengan yang diturunkan kepada Nabi SAW dipastikan tidak berbeda substansinya. Namun, mengapa mayoritas umat Islam mengalami kemunduran, keterbelakangan, dan kemiskinan?

Bukankah Alquran yang dibaca hari ini sama dengan Alquran yang dahulu membuat umat Islam sukses meraih kemajuan? Apa yang membuat pembacaan Alquran saat ini belum mampu menginspirasi kebangkitan dan kemajuan peradaban Islam?

 
Bukankah Alquran yang dibaca hari ini sama dengan Alquran yang dahulu membuat umat Islam sukses meraih kemajuan? 
 
 

Bukankah Alquran itu merupakan Kitab Suci yang sarat spirit inovasi? Pembacaan dan interaksi Alquran dewasa ini tampaknya belum sepenuhnya diorientasikan untuk pembebasan berbagai masalah kemanusiaan, padahal Alquran itu kitab panduan untuk kehidupan.

Sebagai kitab kehidupan, Alquran harus dibaca dengan spirit pembebasan dan pemaknaan pesan moralnya untuk menggerakkan kehidupan, menyelesaikan persoalan-persoalan kemanusiaan.

Selama sekitar 6 abad, berkat spirit pembebasan dan kontekstualisasi pesan moral Alquran, umat Islam sukses meraih kejayaan peradaban gemilang, terutama di masa khalifah Harun ar-Rasyid (786-809 M) dan al-Makmun (786-833 M).

Visi pembebasan Alquran diintegrasikan dengan budaya riset inovatif dan pengembangan ilmu pengetahuan yang kreatif, sehingga kemajuan sains dan teknologi yang diraih mencerahkan kehidupan.

Karena itu, paradigma tilawah (membaca verbal) perlu ditindaklanjuti dan dikembangkan menjadi qira’ah ilmiyyah (pembacaan berbasis ilmu dan dengan spirit liberasi dan inovasi).

 
Jadi, visi pembebasan Alquran harus bermuara pada integrasi dan interkoneksi pemaknaan ayat-ayat tertulis dan ayat-ayat Allah yang terhampar di alam raya ini.
 
 

Spirit qira’ah, sebagaimana perintah pertama Alquran, harus bismi Rabbik (atas nama keagungan Tuhan) agar hasil pembacaannya membuahkan kemuliaan hidup. 

Selain qira’ah bismi Rabbik,  pembacaan ayat-ayat Alquran juga harus diintegrasikan dengan pembacaan ayat-ayat semesta dengan metode ilmiah holistis, agar membuahkan produk keilmuan yang bermaslahat bagi kemanusiaan, keadilan, kesejahteraan, dan kemakmuran kehidupan.

Jadi, visi pembebasan Alquran harus bermuara pada integrasi dan interkoneksi pemaknaan ayat-ayat tertulis dan ayat-ayat Allah yang terhampar di alam raya ini.

Sehingga hasilnya benar-benar membebaskan umat manusia dari kegelapan akal pikiran (kebodohan), kegelapan hati (kekufuran), kegelapan ekonomi (kemiskinan), kegelapan zaman dan masa depan (ketertinggalan), dan kegelapan moral (kerusakan akhlak).

Karena itu, idealnya Alquran terus dibaca untuk kehidupan, bukan hanya dibaca saat ada kematian.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat