Wali Kota Tanjung Balai M Syahrial (kedua kanan) digiring petugas menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (24/4/2021). | ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

Nasional

MKD Tindaklanjuti Laporan Soal Aziz Syamsuddin

MKD saat ini tengah memeriksa kelengkapan laporan aduan soal Aziz Syamsuddin.

JAKARTA— JAKARTA -- Wakil Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR Habiburokhman mengatakan, pihaknya telah menerima laporan dari Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakkan Hukum Indonesia (LP3HI) terhadap Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin. Pihaknya, saat ini tengah memeriksa kelengkapan laporan aduan tersebut.

"Saat ini petugas sekretariat MKD sedang memeriksa kelengkapan syarat syarat formil aduan tersebut dan pengadu memiliki waktu untuk melengkapi semua persyaratan dalam waktu 14 hari," ujar Habiburokhman saat dihubungi, Selasa (27/4).

MKD disebutnya belum dapat memproses semua laporan aduan yang masuk karena DPR masih menjalani masa reses hingga 5 Mei mendatang.

"Reses baru berakhir tangal 6 Mei mendatang dan seluruh anggota MKD sedang berada di dapil masing-masing untuk melayani konstituennya. Setelah masuk masa sidang mendatang baru kami bisa melakukan rapat-rapat internal," ujar Habiburokhman.

photo
Ketua DPR Puan Maharani (kedua kanan) bersama Wakil Ketua DPR (dari kiri) Rahmad Gobel, Azis Syamsuddin, Sufmi Dasco Ahmad memimpin rapat Paripurna DPR ke-16 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2020-2021 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (9/4/2021).  - (GALIH PRADIPTA/ANTARA FOTO)

Sebelumnya, LP3HI resmi melaporkan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin ke MKD DPR. Laporan tersebut terkait dugaan keterlibatan dalam perkara suap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Wali Kota Tanjungbalai.

"Terkait dengan dia memfasilitasi pertemuan antara Syahrial dan penyidik KPK itu. Kan di KPK itu ada peraturan internal di mana penyidik dan pegawai itu tidak boleh ketemu dengan pihak yang akan diperiksa atau pihak yang terlibat," ujar Wakil Ketua LP3HI Kurniawan Adi Nugroho saat dihubungi, Senin (26/4).

Menurutnya, Azis telah keliru dalam menggunakan wewenangnya sebagai Wakil Ketua DPR. Apalagi, politikus Partai Golkar itu diketahui juga merupakan anggota Komisi III yang bermitra dengan KPK.

"Ini sudah melanggar, kalau menurut kami sudah bertentangan dengan kewajiban, melanggar kode etik. Maka kemudian kita laporkan beliau ke MKD," ujar Kurniawan.

Sedangkan Partai Golkar masih menunggu kepastian hukum terkait kasus yang menyeret nama Wakil Ketua Umum Azis Syamsuddin. Nama Azis ikut disebut dalam kasus dugaan suap yang menjerat Wali Kota Tanjungbalai, Sumatra Utara M Syahrial. Ketua Dewan Etik Partai Golkar Mohammad Hatta menegaskan pihaknya tidak ingin ada spekulasi apapun terkait terseretnya nama Azis.

Hatta mengaku pihaknya masih menunggu kepastian hukum dari KPK. "Kita tidak perlu banyak berkomentar kemudian berspekulasi, juga kita harus mengedepankan dan tetap menghormati asas praduga tidak bersalah,” ujar Hatta saat dihubungi, Selasa (27/4).

Ia menjelaskan, Dewan Etik Partai Golkar tidak bisa tiba-tiba menggelar sidang etik sebelum adanya kepastian hukum. Pihaknya tetap menerapkan asas praduga tak bersalah terhadap Azis Syamsuddin.

Nama Azis yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua DPR disebut bertemu penyidik KPK AKP Stepanus Robin Pattuju di rumah dinas untuk membahas kasus yang menjerat Syahrial. "Apa saja yang kita lihat ini mengarah kepada kemungkinan pelanggaran etik. Itu kita tidak bisa istilahnya kemudian melakukan spekulasi begitu,” tegas Hatta.

Hingga Selasa (27/4), Azis Syamsuddin belum bisa dimintai keterangan terkait namanya yang muncul dalam kasus ini. Selain Azis, pengurus DPP maupun Fraksi Golkar di DPR juga belum memberi respons.

Dewan pengawas

Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) juga menyatakan akan mencari informasi terkait dugaan kontan antara pimpinan KPK dan tersangka M Syahrial (MS). Mantan wali kota Tanjung Balai itu disebut-sebut sempat mengontak salah satu pimpinan KPK agar menghentikan proses penyidikan terhadapnya.

"Dewas tentu akan mencari dan mempelajari semua informasi terkait dugaan penyimpangan dan atau dugaan pelanggaran kode etik yg dilakukan oleh setiap insan KPK baik pegawai, pimpinan maupun anggota dewas sendiri," kata Anggota Dewas Syamsuddin Haris, Selasa (27/4).

Adanya upaya komunikasi dengan pimpinan KPK sebagaimana diinformasikan Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman. Dia mengaku mendapat informasi bahwa tersangka MS berusaha menjalin komunikasi dengan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar.

Terkait hal tersebut, Anggota Dewas KPK lainnya, Albertina Ho mengatakan bahwa dewas telah mengetahui informasi ini. Dewas mendapatkan adanya upaya komunikasi tersebut dari media massa. "Tahu dari media. Kalau ada bukti silakan sampaikan kepada dewas," kata Albertina Ho.

Di saat bersamaan, dia mengatakan, kalau dewas akan memproses dugaan pelanggaran etik yang dilakukan penyidik KPK. Hal tersebut menyusul penyidik KPK dari kepolisian,  Stepanus Robin Pattuju (SRP) yang disebut-sebut meminta uang kepada tersangka MS.

Sebelumnya, MAKI meminta dewas perlu segera melakukan penyelidikan dan proses sidang dewan etik guna melakukan klarifikasi terkait upaya komunikasi yang dimaksud. Dia mengatakan, sidang etik tersebut dapat dilakukan tanpa harus menunggu proses pidana perkara.

"Karena ini harus saling menunjang. Justru nanti hasil dewan etik bisa diberikan ke KPK untuk ditindaklanjuti," kata Boyamin Saiman, Senin (26/4).

Plt Juru Bicara KPK bidang Penindakan Ali Fikri menegaskan bahwa lembaga antirasuah ini bekerja berdasarkan kecukupan alat bukti. KPK tidak bekerja berdasarkan asumsi, persepsi dan opini.

Meski demikian, segala informasi yang diterima saat ini dipastikan akan didalami. Termasuk terhadap para pihak yang akan dipanggil dan periksa nantinya sebagai saksi. "Termasuk nanti akan juga dikonfirmasi kepada para tersangka," katanya.

KPK telah menetapkan mantan wali kota Tanjung Balai, M Syahrial (MS), sebagai tersangka dugaan perkara penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara. Dia ditetapkan bersama dengan penyidik KPK dari kepolisian Stepanus Robin Pattuju (SRP) dan seorang pengacara Maskur Husain (MH).

SRP diduga melakukan pemerasan kepada MS agar KPK menghentikan penyidikan terhadap tersangka wali kota Tanjung Balai tersebut. Sedangkan Azis Syamsudin disebut-sebut menjembatani pertemuan antara SRP dan MS di rumah dinas wakil ketua DPR di Jakarta Selatan pada Oktober 2020 lalu.

Selanjutnya, SRP bersama MH sepakat untuk membuat komitmen dengan MS terkait penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjung Balai untuk tidak ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyiapkan uang Rp 1,5 Miliar.

MS lantas menyetujui permintaan SRP dan MH dengan mentransfer uang secara bertahap sebanyak 59 kali melalui rekening bank milik teman dari saudara SRP, RA. MS juga memberikan uang secara tunai sehingga total uang yang telah diterima SRP sebesar Rp 1,3 Miliar.

photo
Penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju digiring petugas untuk mengikuti konferensi pers usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (22/4/2021). - (Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO)

Setelah uang diterima, SRP kembali menegaskan kepada MS dengan jaminan kepastian bahwa penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintah Kota Tanjung Balai tidak akan ditindaklanjuti oleh KPK. Dari uang yang telah diterima oleh SRP dari MS, lalu diberikan kepada MH sebesar Rp 325 juta dan Rp 200 juta.

Untuk kepentingan penyidikan, tersangka SRP dan MH masing-masing untuk 20 hari ke depan terhitung mulai 22 April 2021 sampai dengan 11 Mei 2021. SRP di tahan pada Rutan KPK Gedung Merah Putih, MH ditahan di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur sedangkan MS saat ini masih dalam pemeriksaan di Polres Tanjung Balai.

Atas perbuatan tersebut, SRP dan MH disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 dan Pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 UU No. 20 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan MS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 UU No. 20 sebagaimana yang telah diubah dan ditambah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat