Petugas kesehatan merawt pasien di rumah sakir di Mumbai, India, Kamis (22/4/2021). | AP/Rafiq Maqbool

Opini

Turun Naik Covid-19 di India

Ada kesan, mereka yang sudah divaksin Covid-19 merasa aman sehingga mengabaikan prokes lalu jatuh sakit.

TJANDRA YOGA ADITAMA, Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI, Guru Besar FKUI

Hari-hari ini banyak dibicarakan peningkatan kasus yang cepat dan tinggi di India. Kita patut  melihat dua aspek sebagai pelajaran. Pertama, India berhasil menurunkan kasus sampai 10 kali lebih rendah.

Kedua, persoalan yang sekarang banyak dibahas, kenaikan kasus yang pesat. Untuk tahu alasan sahih kenapa angka kasus dapat turun dan naik lagi, seyogiyanya dilakukan analisis ilmiah mendalam, berdasar angka dan bukti nyata.

Namun, sampai sekarang tulisan ilmiah yang lengkap tentang hal ini belum tersedia. Yang jelas sebabnya pasti multifaktor. Di bawah ini disampaikan beberapa analisis yang kiranya dapat turut menjelaskan fenomena yang terjadi.

 
Saat penulis masih bertugas di India, September 2020, jumlah kasus di negara itu lebih dari 97 ribu per hari.
 
 

Penerapan 3M dan 3T

Saat penulis masih bertugas di India, September 2020, jumlah kasus di negara itu lebih dari 97 ribu per hari. Angka ini turun 10 kali lipat, pada Februari 2021 kasus per hari hanya  9.000an, penurunannya drastis.

Kendati belum ada data penunjang ilmiah yang pasti tetapi setidaknya ada tiga hal terkait hal ini. Pertama, India sejak akhir Maret 2020, melakukan lockdown berskala nasional.

Ini berdampak pada penurunan kemungkinan penularan, walaupun ada juga yang membantahnya karena sesudah Maret kasus masih terus naik sampai September 2020. Sekitar Juni dan Juli, lockdown dikendurkan.

Bagaimanapun harus diakui, berkurangnya kerumunan membawa dampak. Makin besar pembatasannya, makin besar pula dampaknya secara epidemiologik, walaupun dampak sosial ekonomi lain juga harus dipertimbangkan.

Kedua, penerapan protokol kesehatan (prokes) seperti kewajiban memakai masker yang pada 2020 cukup luas dilakukan masyarakat.  Ketiga, tingginya angka tes, di berbagai negara bagian sudah mencapai kriteria WHO.

 
Dengan tingginya angka tes, kasus bisa ditemukan untuk diobati dan diisolasi atau dikarantina. Rantai penularan dapat diputus.
 
 

Dengan tingginya angka tes, kasus bisa ditemukan untuk diobati dan diisolasi atau dikarantina. Rantai penularan dapat diputus.

Kita tahu, sepanjang 2020 belum ada vaksinasi Covid-19. India baru mulai vaksinasi pada Januari 2021. Artinya, penurunan sampai 10 kali lipat dari September 2020 sampai Februari 2021 pasti bukan karena vaksin. Ini karena 3M ketat dan 3T yang intensif.

Lima hal

Kenaikan kasus di India pada Maret-April cukup mengkawatirkan. Dari 1 Maret sampai 18 April 2021, ada 3.691.378 kasus Covid-19.

Sebagian besar, 2.061.633 (56 persen) berasal dari tiga negara bagian yaitu 1.623.930 kasus (44 persen) dari Maharashtra yang terkenal dengan Kota Mumbai-nya, 220.076 kasus (6 persen) dari Chhattisgarh, dan 217.627 kasus (6 persen) dari Uttar Pradesh.

Kendati belum ada analisis ilmiah mendalam, ada lima faktor yang tampaknya berperan.Pertama, melonggarnya penerapan 3M. Ini ditandai penuhnya pengunjung pasar, di sebagian tempat bioskop dibuka serta transportasi umum beroperasi penuh.  

Kedua, ada acara besar dengan kerumunan orang. Beberapa waktu ini, ada pilkada di beberapa negara bagian. Sejak akhir tahun,  biasa dilakukan pernikahan meriah seperti kita lihat di film Bollywood. Juga ada beberapa peristiwa keagamaan dihadiri amat banyak orang.

 
Ketiga, ada kesan mereka yang sudah divaksin merasa aman sehingga mengabaikan prokes lalu jatuh sakit. 
 
 

Ketiga, ada kesan mereka yang sudah divaksin merasa aman sehingga mengabaikan prokes lalu jatuh sakit. India sudah memvaksin sekitar 120 juta penduduknya, dengan kecepatan bahkan sampai 3 juta vaksinasi per harinya.

Alasan keempat, kemungkinan penurunan jumlah tes. Sekitar November 2020, India melakukan lebih dari 1 juta tes sehari bahkan pernah mendekati 1,5 juta, tentu dilanjutkan dengan pelacakan kontak dan karantina serta isolasi yang diperlukan, dan juga terapi.

Jumlah tes ini kemudian menurun menjadi beberapa ratus ribu saja, walaupun sekarang sudah ditingkatkan kembali. Kelima, peningkatan penularan akibat varian dan mutasi baru.

India menemukan varian baru termasuk B.1.1.7 yang bermula dari Inggris, B.1.351 yang awalnya dari Afrika Selatan, dan P 1 yang mulainya di Brasil. Paling banyak dapat perhatian mutasi ganda B.1.617 yang bermula di India sendiri.

Mutasi ini disebut mutasi ganda karena mengandung komponen mutasi E484Q dan juga mutasi L452R, yang tampaknya jadi salah satu masalah utama yang dihadapi India. Dari data sementara,  lebih menular dan dapat menghindardari antibodi yang ada.

 
Mutasi ini disebut mutasi ganda karena mengandung komponen mutasi E484Q dan juga mutasi L452R, yang tampaknya jadi salah satu masalah utama yang dihadapi India.
 
 

Tentu kita perlu mengambil pelajaran. Kita harus terus menerapkan 3 M ketat. Acara-acara besar dengan kerumunan orang perlu dikendalikan dan mereka yang sudah divaksin juga harus tetap menerapkan prokes.

Jumlah orang yang divaksin harus ditingkatkan, tentu dengan mencari jalan keluar dari embargo vaksin dan keterbatasan vaksin di dunia. Jumlah tes harus terus ditingkatkan di semua daerah, dilanjutkan dengan telusur, isolasi dan karantina, serta terapi.

Tentang mutasi, ada tiga kunci utamanya. Pertama, penularan di masyarakat harus ditekan agar potensi mutasi berkurang.

Kedua pengawasan bagi orang asing yang masuk ke negara kita, dan ketiga, meningkatkan kemampuan “whole genome sequencing”. Kalau bisa, sampai puluhan atau ratusan ribu pemeriksaan guna mendeteksi varian dan mutasi baru.

Pandemi Covid-19 masih berlangsung, kita masih harus terus berupaya maksimal mengendalikannya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat