Kapuspen TNI Mayjen TNI Achmad Riad (tengah) didampingi Kapuskes TNI Mayjen TNI Tugas Ratmono (kanan) dan Wakil Kepala RSPAD Gatot Subroto Mayjen TNI dr. Lukman Maruf (kiri) memberikan pernyataan dalam konferensi pers terkait Vaksin Nusantara di Mabes TNI | Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO

Tajuk

Vaksin Nusantara Sekali Lagi

Kita justru jangan menyeret persoalan standardisasi vaksin ini ke ranah politik.

Kita perlu mendudukkan masalah kebutuhan vaksin Covid-19 di Indonesia ini dengan tepat. Dengan begitu, situasinya menjadi terang benderang dan tidak ada yang ditutup-tutupi agar seluruh elemen bangsa bisa mengambil keputusan dengan jernih. Semua kelompok bisa bersama menentukan prioritas penyelesaian masalahnya, yakni menghentikan pagebluk Covid-19. 

Bangsa ini butuh vaksin Covid-19. Dari mana kita mendapatkan vaksin? Ada dua sumber, pertama adalah kita membelinya dari luar negeri. Kedua, kita membuatnya sendiri. Pemerintah menyediakan dana ratusan triliun rupiah untuk membeli vaksin dari berbagai pihak.

Ini adalah jalan yang paling mudah dan paling cepat. Asal ada uang maka order vaksin dipastikan bisa berjalan mulus. Namun tantangannya, di Eropa dan India, yang menjadi tempat produksi vaksin, kebutuhan serupa juga tinggi. Perjanjian dagang vaksin ini pun rupanya agak tersendat-sendat, atau tidak semulus dengan pihak Cina. 

Bagaimana dengan vaksin lokal? Belum ada. Paling tidak ada enam sampai tujuh pihak yang serius membuat vaksin lokal, yang dikembangbiakkan dari virus pada tubuh pasien di Indonesia ini. Ada Lembaga Eijkman dan sejumlah universitas, seperti Universitas Indonesia, UGM, Universitas Airlangga, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, hingga tim vaksin Nusantara yang dipelopori eks menteri kesehatan Terawan Agus Putranto, yang kini menjadi duta besar di Spanyol.

 

 
Sampai di sini, duduk masalah sebetulnya cukup terang. Vaksin lokal terus diupayakan.
 
 

Sampai di sini, duduk masalah sebetulnya cukup terang. Vaksin lokal terus diupayakan. Kemandirian vaksin lokal ini penting. Karena menggantungkan diri pada vaksin impor berarti riskan dari sisi perekonomian, ataupun riskan dari sisi kemandirian dan kedaulatan bangsa. Karena itu, poin kita yang utama adalah vaksin lokal harus menjadi upaya bersama, gotong royong anak bangsa. 

 

Kita meminta pemerintah memberikan dukungan total kepada para peneliti vaksin lokal. Dukungan bisa dalam bentuk kebijakan, pendanaan, fasilitas  riset, jejaring keilmuan, ataupun jejaring birokrasi hingga tahap produksi distribusi nantinya.

Sebaliknya pun, kita meminta para pejuang pembuat vaksin lokal ini harus taat asas ilmiah. Ada tahapan-tahapan pembuatan obat dan vaksin yang baku dan standar. Mengacu pada standar internasional ataupun nasional, yang kini dijaga gawangnya oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). 

Dari kacamata ini sebenarnya, kita bisa melihat jernih polemik vaksin Nusantara, yang sudah berjalan selama dua pekan terakhir. Toh pada prinsipnya, vaksin Nusantara dapat dipandang serupa dengan langkah pemerintah membeli vaksin asing. Kita tentu mengingat, bagaimana vaksin Sinovac menjalani uji klinis berkali-kali sepanjang semester II 2020, yang dimandori oleh BPOM. 

Kita justru jangan menyeret persoalan standardisasi vaksin ini ke ranah politik. Karena bukan lahannya itu berada di sana. Ada tahapan-tahapan ilmiah yang harus dipenuhi oleh tim mana saja yang ingin memproduksi vaksin, ini yang harus kita junjung. 

 

 
Kita justru jangan menyeret persoalan standardisasi vaksin ini ke ranah politik. Karena bukan lahannya itu berada di sana. 
 
 

Bukan atas nama desakan politisi, apalagi konco dan kelompok yang mendesak agar didahulukan, dengan memotong jalur. Apalagi, upaya desakan itu seolah membenturkan satu pihak dengan pihak lainnya. Menyeret BPOM, DPR, Ikatan Dokter Indonesia, Kemenkes, tim peneliti vaksin Nusantara, sampai TNI AD, karena riset vaksin Nusantara dilakukan di RSPAD Gatot Subroto. Ada idiom: “Biasakan yang benar, bukan benarkan yang biasa”. 

Bukan situasi ini yang kita inginkan. Musuh utama kita adalah Covid-19. Karena itu, kita mengapresiasi betul jumpa pers Direktur Pelayanan Kesehatan RSPAD Gatot Subroto Brigjen TNI Nyoto Widyo Astoro, yang memastikan bahwa penelitian pihaknya akan mengikuti kaidah ilmiah dan standar yang berlaku.

"Diterima secara ilmiah kemudian memang harus disetujui oleh beberapa pemangku untuk melegalkan dendritik tersebut untuk pembuatan vaksin," demikian pernyataan Nyoto, kemarin. 

Kita berharap, pernyataan kemarin itu bisa menyudahi polemik vaksin Nusantara. Dengan demikian, fokus dan konsentrasi para peneliti vaksin bisa kembali ke laboratorium. Bekerja secepatnya menghasilkan vaksin Merah Putih untuk rakyat nusantara. Kita betul-betul membutuhkannya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat