Ilustrasi hidangan berbuka puasa Ramadhan Muslim Amerika Serikat dan Indonesia. | Republika/Putra M. Akbar

Khazanah

Mencicipi Kuliner Ramadhan Khas Muslim Amerika Serikat

Ramadhan adalah waktu untuk bereksperimen resep masakan keluarga Muslim Amerika Serikat.

OLEH UMAR MUKHTAR 

Sebagian besar Muslim Amerika adalah orang-orang dari kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara. Ada pula Muslim Amerika yang berdarah Asia. Jumlahnya sekitar 30 persen.

Melihat keragaman asal-usul mereka, tak mengherankan jika Muslim Amerika mewakili banyak budaya dan tradisi. Tak terkecuali dalam hal makanan atau kuliner yang tersaji di meja makan keluarga Muslim Amerika selama bulan suci Ramadhan. Kuliner itu sangat beragam.

"Muslim berasal dari begitu banyak budaya yang berbeda. Jadi, sebagai ahli gizi, saya mencoba menggabungkan banyak rasa yang berbeda untuk  mencerminkan komunitas Muslim secara akurat,” kata Nazima Qureshi, ahli gizi dan salah satu pendiri Muslim Sehat, seperti dilansir laman VOX, pekan lalu.

Qureshi mengatakan, di keluarganya, Ramadhan adalah waktu untuk bereksperimen dengan beragam hidangan yang ada di buku resep masakan keluarga. “Saya berasal dari keluarga campuran Afrika Utara, Pakistan, dan Quebec. Jadi, buka puasa hari Rabu kami bisa membuat sup tajine, sementara pada Kamis kita mungkin makan kurma ayam," ujar dia.

Sahla Denton, Muslimah berusia 21 tahun yang berdarah setengah Meksiko dan setengah Jamaika, punya cerita berbeda. Dia tumbuh dengan kedua budaya itu secara setara.

“Karena kami berasal dari latar belakang etnis yang berbeda, kami tidak memiliki banyak tradisi yang dimiliki keluarga Muslim lainnya. Jadi, kami membuat tradisi kami sendiri," katanya.

Satu hal yang harus dilakukan secara umum adalah menyesuaikan hidangan tradisional karena ada banyak hidangan Meksiko dan Jamaika yang awalnya tidak halal. Misalnya, orang Meksiko menggunakan banyak lemak babi sehingga itu harus diganti dengan kacang-kacangan dan nasi biasa.

Selain itu, banyak kue Jamaika yang menggunakan rum sehingga harus diganti dengan bahan lain yang dapat menyeimbangkan gula, selain alkohol. "Keluarga besar non-Muslim kami juga telah beradaptasi dengan kami, seperti sekarang semua bibi kami tahu cara membuat hidangan yang enak dan halal untuk kami makan," katanya.

"Dan itu membuat kami lebih rukun dan bersatu,” ujar dia.

Lebih lanjut, Denton bercerita, salah satu makanan yang wajib ada di keluarganya saat Ramadhan, yakni escovitch. Ini adalah hidangan Jamaika yang terbuat dari ikan, kemudian diolah dengan bawang bombay, wortel, dan paprika, ditambah cuka.

Sebagai Muslim, Denton dan keluarganya percaya untuk selalu memanfaatkan tanah, hewan, dan tanaman untuk menjalani kehidupan. Karena itu, keluarganya memproduksi sendiri sebagian besar makanan yang dikonsumsi. Bila mereka memiliki sesuatu yang berlebih, maka akan diberikan kepada orang lain yang membutuhkan.

Semangat berbagi itu semakin bertambah pada masa pandemi ini. Menurut Denton, di kota tempat tinggalnya, Cottage Grove, Oregon, terdapat semacam posko bantuan pangan bagi masyarakat yang membutuhkan. Banyak petani setempat yang menyumbangkan hasil panen mereka ke posko tersebut.  

"Ayah saya dan saya adalah beberapa sukarelawan pertama yang mengisi dapur posko itu dengan susu dan telur dari hewan ternak kami saat gudang itu dibuka," katanya.

"Kami pasti akan terus melakukannya tahun ini selama Ramadhan,” ujar dia.

Denton juga berkisah tentang kenangan Ramadhan masa kecilnya kala ia kerap pergi ke masjid untuk buka puasa bersama teman-temannya. "Biasanya kami membantu menyajikan makanan untuk anak-anak kecil. Saya jadi ingat sering bolak-balik ke antrean makanan, tetapi itu sangat menyenangkan. Makanannya sangat beragam. Ada makanan Meksiko, Pakistan, ada makanan dari semua tempat di satu meja.”

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat