Aparatur sipil negara (ASN) antre menunggu vaksinasi Covid-19 massal untuk ASN dan tenaga pendidik di Balai Kota Yogyakarta, Senin (22/3/2021). | Wihdan Hidayat / Republika

Nasional

Survei: Mayoritas PNS tak Tahu Perilaku Korupsi

Sebesar 24,4 persen menilai korupsi merupakan bagian dari budaya atau kebiasaan di suatu instansi.

JAKARTA -- Riset Lembaga Survei Indonesia (LSI) mendapati mayoritas pegawai negeri sipil (PNS) tidak mengetahui terjadinya perilaku korupsi di instansinya bekerja. Riset menunjukkan, sebesar 39,2 persen dari 1.200 responden PNS sama sekali tidak mengetahui dan 30,4 persen kurang tahu terjadinya korupsi di instansinya.

"Artinya, mayoritas 69,6 persen kurang tahu atau sama sekali tidak tahu," kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam konferensi virtual di Jakarta, Ahad (18/4).

Sedangkan terdapat 25,5 persen PNS yang sangat atau cukup tahu adanya kemungkinan korupsi di instansinya. Perinciannya, sebanyak 3,1 persen sangat tahu dan 22,4 persen cukup tahu.

Survei dilakukan terhadap seluruh PNS di lembaga negara tingkat pusat dan provinsi yang tersebar di 14 provinsi. Responden dipilih secara acak dari populasi tersebut. Survei dilakukan pada 3 Januari-31 Maret 2021. Para responden diwawancarai secara tatap muka, baik daring maupun luring oleh pewawancara yang dilatih.

Djayadi mengatakan, empat praktik koruptif dinilai sangat sedikit terjadi antara PNS dan suatu pihak. Yang lebih banyak dinilai terjadi adalah PNS menerima uang untuk melancarkan urusan suatu pihak dan PNS didekati secara personal untuk sewaktu-waktu diminta bantuan. "Juga PNS menerima barang untuk melancarkan urusan dan PNS menerima layanan pribadi," katanya.

Survei LSI mendapati bahwa kurangnya pengawasan membuat PNS terdorong untuk melakukan korupsi. Survei mendapati kalau 49 persen kegiatan korupsi terjadi karena kurangnya pengawasan.

Sedangkan 34,8 persen responden menilai kalau keberadaan ada campur tangan politik dari yang lebih berkuasa juga menjadi faktor pendorong korupsi. Sementara 26,2 persen menilai perilaku koruptif akibat gaji yang rendah.

Sebesar 24,4 persen menilai korupsi merupakan bagian dari budaya atau kebiasaan di suatu instansi. Selain itu, 24,2 persen berpendapat korupsi dilakukan guna mendapat uang tambahan di luar penghasilan rutin.

"Faktor-faktor lain yang dinilai lebih sedikit adalah karena tidak ada ketentuan yang jelas, jarang ada hukuman jika ketahuan, pelaku tidak paham, didukung atasan, persepsi hak PNS dan takut dikucilkan," katanya.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Tjahjo Kumolo menyayangkan masih banyaknya PNS yang terjerat korupsi. Dia mengatakan, Kemenpan-RB setiap bulan masih harus memecat tidak hormat para PNS yang terlibat korupsi.

"Ini yang jujur kami tiap bulan rata-rata hampir 20 hingga 30 persen PNS yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap harus kami ambil keputusan untuk diberhentikan dengan tidak hormat," kata Tjahjo Kumolo, Ahad.

Dia mengakui setiap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka perkara rasuah pasti ada PNS terlibat di dalamnya dari berbagai tingkatan. Politikus PDIP ini melanjutkan, peran PNS bisa jadi sebagai penyerta atau inisiator. "Dalam proses hukum kami tetap me-nonjob-kan mereka dan menunggu proses hukum yang ada," katanya.

Dia mengaku hal tersebut menjadi perhatian Kemenpan-RB untuk terus diperbaiki. Namun, mantan menteri Dalam Negeri itu mengaku sedih untuk melakukan pemecatan setiap bulannya. Meskipun dia mengaku dalam tiga tahun terakhir Kemenpan-RB melihat produktivitas PNS cukup baik dan semakin membaik. Termasuk dalam pemahaman soal area rawan korupsi, demokrasi, atau intoleransi.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat