Asma Nadia | Daan Yahya | Republika

Resonansi

Ramadhan di Tengah Pandemi 

Semoga pandemi usai dan tahun depan kita bisa menyambut Ramadhan yang tak lagi hening.

Oleh ASMA NADIA

OLEH ASMA NADIA

Di hari kedua Ramadhan yang selalu dirindukan, saya bergegas ke jalan baru, area sekitar rumah yang setiap Ramadhan akan dipenuhi para pedagang yang menjajakan berbagai jajanan berbuka seperti gorengan, aneka minuman, kolak, hingga lauk pauk. Di saku saya terselip daftar titipan yang diinginkan anak-anak.

Namun ketika tiba di lokasi, saya tercengang. Sepanjang mata memandang hanya sepi yang terpampang. Saya nyaris tidak menemukan satu pun pedagang musiman yang berjualan. 

“Sudah dua tahun, tidak ada pedagang untuk menu berbuka,” ujar satu-satunya pedagang gorengan yang mangkal.

Dua tahun? Saya membatin. 

 

 
Teringat Ramadhan tahun lalu yang hening tanpa kegiatan shalat Tarawih berjamaah di awal-awal pandemi. 
 
 

Ya, tanpa terasa kita  telah melalui dua momen Ramadhan di tengah pandemi. Teringat Ramadhan tahun lalu yang hening tanpa kegiatan shalat Tarawih berjamaah di awal-awal pandemi. Saat ini memang telah sedikit lebih ramai walau pandemi belum berakhir, bahkan secara jumlah kasus telah melonjak jauh. Namun yang membantu, masyarakat, jajaran nakes dan pemerintah serta berbagai pihak telah jauh lebih siap. 

Masjid di perumahan tempat tinggal kami sebagai salah satu contoh yang sejak jauh-jauh hari membuat persiapan khususnya menyambut Ramadhan. Sejak dulu, masjid ini walau tidak mewah, tapi menjadi kebanggaan penghuni kompleks. Bukan karena luas bangunan masjid melainkan bagaimana DKM dari tahun ke tahun menunjukkan pengelolaan yang semakin profesional. 

Misalnya saja untuk merenovasi masjid dari sebuah tempat ibadah sederhana menjadi bangunan cukup besar, DKM berusaha menghindari memint sumbangan di jalan. Mereka membuat proposal yang elegan untuk mencari donatur, menyelenggarakan bazar barang murah yang disebut “Pasar Pahala” demi menggalang dana. Hanya saja, selama pandemi pasar pahala sementara dihentikan untuk menghindari penyebaran virus.

Di bulan Ramadhan kali ini, masjid kembali menunjukkan profesionalitasnya. Mereka mengirimkan surat edaran panjang untuk semua penghuni, memastikan semua warga menjaga diri jika ke masjid. 

 

 
Di bulan Ramadhan kali ini, masjid kembali menujukkan profesionalitasnya.
 
 

Demi menjaga kebersihan, secara berkala pengurus melakukan penyemprotan disinfektan, mengepel lantai dengan karbol, melakukan mengecekan suhu jamaah dengan thermo gun, dan menyediakan sabun serta hand sanitizer di mana-mana. Terkait pengumpulan zakat, DKM kini menyediakan pelayanan online, hingga jamaah tidak perlu lagi bertatap muka untuk menyerahkan langsung. 

Yang menarik, pihak DKM juga membuat panduan tata cara ibadah yang detail menyesuaikan protokol lesehatan. Di sana disampaikan dengan tegas bahwa setiap jamaah harus membawa peralatan shalat sendiri (sajadah dan mukena), wajib memakai masker, jamaah dengan suhu 37,5 derajat celcius tidak dipekenankan ke masjid, wajib mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer sebelum masuk, wajib menjaga jarak aman satu meter, dilarang membawa makanan ke masjid, serta tidak bersalam-salaman setelah shalat.

Tidak berhenti di sana, masih ada sekian catatan lain yang harus dipatuhi jamaah. Sahur dan buka puasa dianjurkan dilakukan di rumah dengan keluarga inti. Jamaah yang tidak enak badan atau kelelahan diimbau tidak memaksakan shalat ke masjid. Mereka yang membawa anak diwajibkan menjaga agar tetap di samping mereka, dan anak kecil yang dibawa harus berusia lima tahun ke atas. 

Masih ada lagi sejumlah pemberitahuan rinci. Ceramah shalat Tarawih tidak boleh lebih dari lima menit, bacaan shalat diusahakan memilih surat-surat pendek yang terdiri dari tiga ayat, pelaksanaan buka puasa hanya boleh berupa makanan kotak yang dibawa pulang. Penghuni kompleks pun diharapkan memberi makanan ke masjid dalam keadaan sudah dibungkus. Satu lagi, ibadah tilawah di masjid tidak boleh dilakukan lebih dari pukul 21.00. 

 
Iktikaf masih berjalan namun kali ini tidak disediakan makanan sahur. Demi sirkulasi udara yang lancar, kipas angin akan selalu dibiarkan menyala.  
 
 

Iktikaf masih berjalan namun kali ini tidak disediakan makanan sahur. Demi sirkulasi udara yang lancar, kipas angin akan selalu dibiarkan menyala. Meski sudah dengan aturan detail ini pun pihak pengurus masjid tetap membuka kemungkinan jika kelak di kemudian hari sejumlah penyesuaian lanjutan diperlukan.

Tata cara di atas barangkali sudah dilakukan banyak dewan kegiatan masjid yang memiliki keinginan tinggi memfasilitasi ibadah bagi masyarakat sekitarnya, khususnya pada Ramadhan ini, juga kesadaran penuh di sisi lain, akan situasi pandemi yang masih memprihatinkan. Namun tidak menutup kemungkinan masih terdapat rumah ibadah, masjid dan mushala yang perlu memperbaiki pelayanan dan edukasi terhadap jamaah yang datang beribadah.

Saya pribadi takjub dan sangat mengapresiasi ikhtiar pengurus masjid dekat rumah yang ingin memberikan pelayanan terbaik bagi jamaah hingga bisa beribadah dengan maksimal, namun tetap dengan mengiringi dengan protokol ketat. 

Bagaimana pun masjid menjadi pusat bertemunya jamaah. Menjaganya agar tidak menjadi pintu yang memaparkan virus menjadi penting agar kegiatan beribadah di masjid bisa terus dilaksanakan. Terlebih di bulan suci, keinginan umat lebih besar untuk mencari keutamaan dan pahala semaksimal mungkin. 

Terlepas sebagian umat tetap memilih menegakkan ibadah di rumah, dan belum siap ke masjid, dan ini merupakan pilihan wajar mengingat situasi. Namun tidak berarti kita tidak bisa turut memberikan apresiasi baik bagi DKM di mana saja yang berjuang keras agar masjid sanggup menyelenggarakan berbagai kegiatan ibadah Ramadhan, tapi tetap lebih aman dengan menegakkan protokol kesehatan. 

Semoga pandemi segera usai dan tahun depan sama-sama kita bisa menyambut Ramadhan yang tak lagi hening dengan penuh suka cita.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat