Sejumlah anak-anak bermain di pinggiran pantai saat terjadi gelombang tinggi akibat Siklon Seroja di pantai Meninting, Kecamatan Batulayar, Lombok Barat, NTB, Sabtu (10/4/2021). | ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi

Tajuk

Minimalisasi Dampak Bencana

Siklon tropis ini mesti diwaspadai karena frekuensinya terus meningkat dari tahun ke tahun.

Sejumlah wilayah di Indonesia mengalami intensitas hujan tinggi. Hujan deras disertai petir dan angin kencang. Untuk daerah yang tata kotanya memperhitungkan aspek lingkungan, curah hujan tinggi itu tak berbuah bencana.

Namun, tak sedikit wilayah terdampak bencana akibat curah hujan tinggi ini. Bagi wilayah beriklim tropis, musim penghujan dan kemarau merupakan hal biasa. Sesekali di masing-masing musim itu terjadi skala intensitas yang ekstrem.

Hujan lebat yang turun dengan intensitas di atas normal atau musim kemarau dengan kekeringan yang di luar kewajaran. Namun, hujan disertai angin kencang beberapa waktu terakhir terjadi tak biasa.

Sebagaimana disampaikan Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Dwikorita Karnawati, siklon tropis menjadi bencana yang merusak, seperti yang melanda wilayah Nusa Tenggara Timur, awal April lalu.

 
Siklon tropis ini mesti diwaspadai karena frekuensinya terus meningkat dari tahun ke tahun. 
 
 

Siklon tropis ini mesti diwaspadai karena frekuensinya terus meningkat dari tahun ke tahun. Data BMKG menyebutkan, setidaknya ada 10 siklon tropis telah terjadi sejak 2008. Pada 2008 terjadi sekali, kemudian muncul lagi pada 2010 dan 2014.

Namun sejak 2017, siklon tropis terjadi dua kali. Hal ini mengejutkan karena siklon tropis pada tahun sebelumnya biasa terjadi hanya sekali. Sepanjang sejarah kemunculan siklon tropis di Indonesia, yang melanda NTT merupakan salah satu yang terkuat.

Siklon tropis Seroja terbentuk dan berkembang di atas wilayah daratan NTT. Siklon tropis umumnya terbentuk di laut hangat dengan suhu lebih dari 26 derajat Celsius.

Kecepatan siklon tropis Seroja yang menghantam wilayah NTT ini mencapai 85 km per jam saat terbentuk. Makin cepat hingga menjadi 110 km per jam, tapi kemudian melemah ketika mulai menjauh dari wilayah NTT menuju barat daya Samudra Hindia.

Dan kini BMKG memberikan isyarat akan bahaya serupa siklon tropis Seroja. Adalah siklon tropis Surigae yang dicurigai bisa berkembang menjadi badai yang merusak berikutnya. Siklon ini perkembangan dari bibit siklon tropis di utara Papua yang dinamakan 94W.

Siklon ini bergerak ke arah barat laut mendekati wilayah Filipina. Dampaknya, kecepatan angin di atas rata-rata terjadi di wilayah utara Sulawesi dan sekitarnya. Antisipasi terburuk tetap harus disiapkan bagi semua daerah.

Sebab, siklon tropis Surigae ini berpotensi menguat dalam sepekan ke depan. Cuaca di wilayah utara Indonesia, diprediksi terpengaruh akibat gerakan siklon ini. Khususnya, di daerah utara wilayah timur Indonesia. Namun bukan berarti wilayah lain tak terdampak.

Rekomendasi kesiapsiagaan terhadap peringatan dini berupa koordinasi yang intens dengan BMKG di wilayah masing-masing terkait potensi bibit siklon ini. Berikutnya adalah mempercepat penyebarluasan informasi peringatan dini bencana.

Selanjutnya yang tak kalah penting, menyusun rencana tindak lanjut dan pengambilan keputusan jika terjadi skenario terburuk. Perencanaan mitigasi yang komprehensif dan sinergi semua pihak terkait menjadi penting.

 
Ketahanan menghadapi bencana mesti komprehensif. Tak hanya terkait jiwa manusia, tapi juga dipikirkan aspek perekonomiannya.
 
 

Korban jiwa bisa dimitigasi dengan kesiagaan dan kewaspadaan. Juga bisa dilakukan dengan sosialisasi yang gencar. Namun, persawahan yang kebanjiran, perkebunan yang hancur, jembatan putus, dan lainnya membutuhkan mitigasi dalam bentuk lain.

Kerusakan infrastruktur pangan ini berlanjut pada pasokan rantai bahan pangan. Jika terputus, harga pangan bisa melambung harganya karena stok yang tersendat. Berikutnya adalah kelangkaan pangan dan inflasi yang tinggi.

Ketahanan menghadapi bencana mesti komprehensif. Tak hanya terkait jiwa manusia, tapi juga dipikirkan aspek perekonomiannya.

Semoga sinergi dan kolaborasi pemerintah pusat dan daerah, aparat birokrasi dan masyarakat sipil, dan pihak-pihak terkait lainnya berjalan dengan baik. Meminimalisasi dampak bencana bisa dilakukan secara sempurna.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat