Siswa Kelas IX mencuci tangan sebelum mengikuti Ujian Akhir Sekolah (UAS) secara luar jaringan (luring) di SMP Negeri 1 Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Kamis (8/4/2021). | Makna Zaezar/ANTARA FOTO

Nasional

'PTM Harus Dievaluasi Secara Berkala’

Ada kekhawatiran siswa tidak langsung pulang ke rumah usai PTM.

JAKARTA – Monitoring sekaligus evaluasi pertemuan tatap muka (PTM) dinilai perlu dilakukan secara berkala ketika sudah resmi dijalankan. Langkah ini diperlukan untuk memastikan pelaksanaan protokol kesehatan (prokes) saat PTM tidak kendor demi menghindari terjadinya klaster sekolah.

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengatakan, PTM yang telah dimulai bukan berarti sekolah sudah dibuka begitu saja. Pelaksanaan di lapangan harus dibarengi dengan persiapan pelaksanaan hingga monitoring dan evaluasi secara berkala dan partisipatif.

“Harus dilakukan monitoring dan evaluasi secara periodik agar siswa maupun guru benar-benar aman dan terhindar dari virus Covid-19,” kata dia saat dihubungi Republika, Ahad (11/4).

Pemerintah melalui surat keputusan bersama (SKB) empat menteri mewajibkan sekolah hingga perguruan tinggi membuka opsi PTM pada tahun ajaran baru atau Juli nanti. PTM ini nantinya akan dilakukan secara terbatas. Artinya, belajar di sekolah nanti tidak seperti situasi ‘normal’ sebelum pandemi yang dilakukan berjam-jam.

Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bogor saat ini tengah mempersiapkan beberapa alternatif PTM untuk SD, SMP dan SMA sederajat. Tak hanya itu, dalam pelaksanaan PTM nanti rencananya akan dibuat Satgas Covid-19 pelajar.

Kepala Disdik Kota Bogor Hanafi mengatakan, satgas tersebut terdiri atas satuan pendidikan di sekolah-sekolah. Dimana, Satgas Covid-19 pelajar bertugas untuk mengawasi pelaksanaann PTM nantinya.

“Disdik mengambil langkah teknis dengan membentuk Satgas Covid-19 pelajar. Tapi Satgas Covid-19 di sekolah ini bukan pelajar, melainkan satuan pendidikan yang mengawasi ketika PTM dilaksanakan,” ujar Hanafi.

Hanafi menjelaskan, Disdik merencanakan beberapa alternatif untuk PTM ke depan. Sebab, PTM tidak akan dilaksanakan secara 100 persen. Nantinya, siswa akan dibagi, 30 persen menjalani PTM dan 70 persen sisanya belajar daring. Alternatif lainnya, setiap kelas bisa masuk bergantian setiap harinya. Namun, menurut Hanafi, alternatif tersebut dinilai sedikit repot.

“Alternatif ketiga, dilakukan per pekan, satu pekan sekali dengan jumlah 50:50 dan sepertinya ini lebih efektif karena bisa dimonitor kondisi siswanya,” ujar dia.

photo
Siswa menaiki bus sekolah usai mengikuti pembelajaran tatap muka di SMK Negeri 15 Jakarta, Jakarta Pusat, Jumat (9/4). Pemprov DKI Jakarta mengoperasikan 50 bus sekolah selama proses uji coba pembelajaran tatap muka dari tanggal 7 April hinggal 29 April 2021 dengan kapasitas maksimum 50 persen dan menerapkan protokol kesehatan ketat. - (Republika/Thoudy Badai)

Dia melanjutkan, saat ini beberapa sekolah sudah mempersiapkan sarana prasarana. Mulai dari tempat mencuci tangan, disinfektan, dan alat pemeriksa suhu tubuh. Meski demikian, ada kekhawatiran sendiri dalam menjalankan PTM di sekolah tingkat SD. Yakni dalam penerapan 3M, terutama jaga jarak sesama siswa.

Sementara, pada tingkat SMA terdapat kekhawatiran siswa yang tidak langsung pulang ke rumah usai PTM dilaksanakan. Meski berada di bawah tanggung jawab provinsi melalui kantor cabang dinas (KCD), namun PTM di tingkat SMA tetap menjadi perhatian Disdik Kota Bogor. Oleh sebab itu, ia akan melakukan uji coba PTM terlebih dahulu sebelum PTM benar-benar dilaksanakan pada Juli 2021 mendatang.

Dokter Spesialis Anak RS Medistra, Arnold Soetarso, mengatakan, terkait sekolah tatap muka, perlu dilakukan studi apakah anak berpotensi menjadi super spreader atau penyebar Covid-19. Jika berkaca dari negara lain yang sudah tatap muka, kata dia, anak tidak menjadi super spreader.

“Asal, sekolahnya siap, yaitu tetap pakai masker, jaga jarak, disinfeksi berkala, dan tentunya koordinasi sekolah dan petugas kesehatan,” kata Arnold.

photo
Petugas kesehatan melakukan screening kesehatan kepada tenaga pendidik di SMAN 22 Jakarta, Jumat (9/4). Vaksinasi bagi para tenaga pendidik dan guru tersebut sebagai upaya mencegah penyebaran Covid-19 di lingkungan sekolah dan persiapan jelang rencana Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) tatap muka secara langsung di sekolah. - (Prayogi/Republika.)

Dia setuju sekolah tatap muka dilakukan. Sebab, saat ini sudah banyak negara lain yang melakukan sekolah tatap muka. Selain itu, ia menilai, jika anak sekolah tatap muka, mereka akan bisa belajar dengan lebih baik dan melanjutkan pendidikan mereka.

Kembalinya anak ke sekolah, menurut Arnold, juga bisa berdampak pada perbaikan sosial ekonomi keluarga. Selama pandemi ini, tercatat kekerasan pada anak meningkat. Arnold beranggapan, jika anak kembali ke sekolah dapat mengurangi angka kekerasan ini.

“Jadi kalau anak-anak masuk sekolah, orang tua bisa kembali bekerja dan keadaan akan jadi lebih baik. Kita tahu nggak semua anak punya akses sekolah online,” kata Arnold.

Dia menambahkan, tidak hanya di lingkungan sekolah yang wajib dijaga protokol kesehatannya, melainkan juga selama perjalanan dari dan ke sekolah. Selain itu, perbedaan fasilitas sekolah di seluruh Indonesia juga harus menjadi pertimbangan.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat