Petugas membantu warga terkait informasi beasiswa luar negeri di Euro management, Jakarta, beberapa waktu lalu | Republika/ Wihdan Hidayat

Khazanah

Tantangan Pemberian Beasiswa di Luar Negeri

Program beasiswa 5.000 doktor luar negeri memiliki skema sendiri.

JAKARTA -- Ada beberapa tantangan dalam pemberian beasiswa untuk belajar di luar negeri. Salah satunya, yaitu sulitnya mencari kandidat yang betul-betul memahami kualifikasi beasiwa.

“Ini menjadi tantangan kita," kata koordinator Kerja Sama dan Beasiswa Wilayah Asia dan Timur Tengah 5.000 Doktor Kementerian Agama, Arif Zamhari PhD, dalam agenda virtual Forum Beasiswa Indonesia II, Rabu (7/4).

Acara ini sendiri digelar oleh Indonesia Scholarship Center dan Lembaga Beasiswa Baznas. Dia menyampaikan, ada beberapa tantangan dalam pemberian beasiswa untuk belajar di luar negeri. "Kita kesulitan untuk mencari kandidat yang betul-betul memenuhi kualifikasi. Tetapi ini menjadi tantangan kita," kata dia.

Dalam acara tersebut, Arif menyinggung perlunya suatu program pendidikan bahasa di kampus-kampus perguruan tinggi keagaman Islam. Hal tersebut bertujuan untuk mempersiapkan kandidat sehingga memenuhi kualifikasi dan bisa diberangkatkan belajar di universitas luar negeri.

Arif menjelaskan, program 5.000 doktor luar negeri memiliki skema sendiri. Dalam program ini, ada beasiswa penuh dan ada beasiswa penyelesaian studi.

Program beasiswa penuh terdiri dari program reguler dan program kerja sama. Dalam program reguler, dibolehkan memilih tempat studi di seluruh dunia. Sementara itu, dalam program kerja sama, memilih tempat studi di universitas yang telah menjadi mitra.

Kementerian Agama (Kemenag) telah menjalin kerja sama dengan kampus luar negeri, seperti Universitas McGill di Kanada dan Universitas Leiden di Belanda. Untuk program studi yang ditempuh, di antaranya disesuaikan dengan kebutuhan perguruan tinggi yang ada di bawah Kemenag.

Kualifikasi peserta program 5.000 doktor luar negeri ini, antara lain dosen di perguruan tinggi keagamaan Islam negeri atau swasta maupun pada fakultas agama Islam di perguruan tinggi umum. "Selain itu, juga PNS unit eselon I Kementerian Agama pusat dan tenaga kependidikan pada perguruan tinggi keagamaan Islam negeri atau swasta," kata Arif.

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Amelia Fauzia PhD, mengatakan, sebenarnya saat ini banyak beasiswa tersedia. Namun, yang menjadi tantangan adalah kesiapan universitas dalam mengirim mahasiswa yang memenuhi kualifikasi untuk mendapatkan beasiswa.

Saat lembaga pengelola beasiswa meminta nama-nama mahasiswa untuk mengikuti program beasiswa, universitas hanya bisa mengirim nama-nama tersebut. "Tetapi kurang menyiapkannya dengan baik karena bagaimana pun, ini butuh skill khusus untuk bisa bersaing," ujar Amelia.

Menurut dia, keahlian khusus yang diperlukan, di antaranya kemampuan berbahasa dan berpikir kritis. Untuk itu, dia membentuk program pengembangan bahasa di kampusnya selama enam bulan bagi para mahasiswa dengan biaya yang murah dibandingkan kampus lain.

“Memang butuh waktu panjang dan harus ada program dari universitas yang lebih serius yang menyiapkan mahasiwa agar mampu mendapat beasiswa di universitas terbaik," kata dia.

Ketua Forum Rektor Indonesia yang juga Rektor IPB University, Prof Dr Arif Satria, menyebut bonus demografi pada masa depan akan didominasi generasi muda terutama generasi Z. "Generasi Z akan menjadi kekuatan, sehingga kita harus menyiapkan SDM unggul, yaitu mindset yang sangat penting," ujarnya.

Arif mengatakan, ada dua macam pola pikir yang dimiliki seseorang. Pertama adalah fix mindset. Orang dengan pola pikir ini selalu menganggap dirinya punya keterbatasan dan merasa tidak tidak memiliki kepercayaan diri.

"Karena punya keterbatasan, jadi kalau gagal itu adalah batas kemampuan," ujarnya.

Berikutnya adalah growth mindset. Orang dengan cara berpikir ini menganggap bahwa semua hanya soal strategi sehingga terus mencoba hal baru karena menyadari dunia mengalami perubahan dan pertumbuhan. Orang dengan cara berpikir ini selalu optimistis.

Menurut Arif, untuk meraih beasiswa, bukan hanya soal indeks prestasi, tetapi juga softskill. Butuh kepercayaan diri sehingga bisa memancarkan energi positif terhadap dirinya sendiri dan orang lain.

Aspek kepercayaan diri adalah modal penting. “Saya percaya orang yang punya kemauan itu akan lebih sukses,” ujar Arif.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat