GOR Saparua Bandung, tempat yang sering digunakan untuk pentas dan latihan musik. | RAISAN AL FARISI/ANTARA FOTO

Geni

Gor Saparua: Saksi Perjalanan Musik Cadas Bandung

Bukan sekadar gedung pertunjukan seni, GOR Saparua adalah melting pot yang melahirkan genre baru musik pop.

OLEH SHELBI ASRIANTI 

GOR Saparua yang berlokasi di Kota Bandung menjadi saksi perjalanan musik cadas di kota tersebut pada beberapa dekade silam. Tempat ikonik tersebut kerap dijadikan lokasi pertunjukan musik rok dan metal sejak 1970-an hingga akhir 1990-an.

Cerita tentang Saparua bakal dituangkan dalam Gelora Magnumentary: Saparua. Tayangan dokumenter tersebut direncanakan hadir pada awal Juni 2021. Dengan arahan sutradara Alvin Yunata, sinema garapan Rich Music itu juga merupakan  rangkaian dari program "Distorsi Keras".

Film ini bakal membeberkan fenomena musik cadas pada masa lalu lewat sejumlah arsip serta wawancara yang membangkitkan memori. Narasumber berasal dari kalangan akademisi, musisi, jurnalis, dan pelaku pergerakan musik Bandung. 

Beberapa di antaranya, yakni Sam Bimbo, Arian13 (vokalis Seringai), Dadan Ketu (manager Burgerkill/Riotic Records), Eben (gitaris Burgerkill), dan Suar (mantan vokalis Pure Saturday). Alvin juga mewawancarai sosok di luar Bandung untuk memperoleh perspektif berbeda.

Pria yang juga gitaris dari Teenage Death Star itu menyebut filmnya sebagai jurnal tentang sebuah gedung bersejarah. Sejak berdirinya, Saparua dijadikan sarana panggung seni dan hiburan dari generasi ke generasi. 

GOR Saparua bukan sekadar gedung pertunjukan seni, melainkan melting pot yang melahirkan ideologi baru di kalangan budaya pop. "Salah satu kuil rock n roll dalam sejarah scene musik underground di Indonesia," ujar Alvin pada konferensi pers virtual, Selasa (30/3).

Menurut Alvin, hal paling sulit saat menggarap film tersebut adalah penggalian arsip, mengingat tayangan dokumenter harus menghimpun arsip yang komprehensif. Era 1980-1990 disebut Alvin memiliki dokumentasi paling sedikit.

Selain itu, dia harus memilah informasi dari para narasumber dan memasukkan fakta serta cerita yang sesuai untuk tayangan. Gelora Magnumentary: Saparua akan tayang premier di bioskop, tetapi tidak menutup kemungkinan juga akan menyasar platform OTT.

Gitaris sekaligus vokalis Rocket Rockers, Aska Pratama, sudah sejak lama dekat dengan Saparua. Semula, dia mendengar tentang lokasi tersebut, lantas beranjak menjadi penonton dan merasakan langsung euforia pertunjukan musiknya.

Dari penonton biasa, Aska lambat laun menjadi penonton yang bisa mengakses area belakang panggung untuk berjumpa para musisi. Sampai akhirnya, dia bangga pernah berkesempatan tampil di panggung Saparua bersama grup musiknya.

"Rocket Rockers pernah main di sana, membaur sama musisi dengan genre-genre yang beda banget," kata Aska.

Vokalis Seringai, Arian 13, salut dengan perkembangan dan jejaring musisi yang berkembang di Saparua. Bukan hanya dia yang berpendapat demikian, melainkan juga salah satu rekan musisinya asal Inggris yang datang ke Bandung pada 1990-an.

Arian bercerita, kawannya itu takjub dengan antusiasme penikmat musik di Saparua. Kala itu, pertunjukan musik di Saparua bisa mencapai 5.000-7.000 pengunjung dalam satu kali kesempatan yang disebut kawannya setara dengan festival besar di Inggris.

"Gerakan independen Saparua ada networking band berbagai genre. Banyak yang jadi pemain band, ada juga yang akhirnya menjadi EO, label, yang terjadi di Bandung sangat solid di era itu," ujar Arian.

 
Banyak yang jadi pemain band, ada juga yang akhirnya menjadi EO, label, yang terjadi di Bandung sangat solid di era itu.
 
 

Gagasan hadirnya Gelora Magnumentary: Saparua berawal dari proyek "Membakar Batas" yang diprakarsai oleh Cerahati sejak 2011. Tujuan dari proyek itu adalah menangkap semua tonggak besar dalam sejarah skema rok dan metal.

Menurut Direktur Kreatif Cerahati, Edy Khemod, dokumentasi sejarah pergerakan musik masih cukup terbatas. Dia menyoroti pentingnya tayangan dokumenter untuk memberikan semangat ke generasi berikutnya.

Dalam pandangannya, hal itu bisa memberikan motivasi untuk generasi selanjutnya dalam menyuarakan musik masing-masing. Momentum 20 tahun penutupan Saparua sebagai ruang pertunjukan musik pun dirasa tepat menghadirkan lagi kisah perjalanannya. 

Pelajaran yang menurutnya bisa diambil, para musisi terdahulu memulai bukan untuk jadi besar dan ada di panggung, tapi karena passion pada musik yang mereka sukai. "Semoga, semangat itu bisa ditularkan," ujarnya.

Kehadiran film diharapkan dapat menjadi pemantik semangat untuk pencinta musik, terutama rok dan metal. Tayangan itu juga mempertanyakan posisi panggung sebagai wadah kreatif para musisi di Bandung saat ini dan pada masa mendatang.

Gelora Magnumentary: Saparua menjadi awal dari deretan proyek jangka panjang. Salah satu yang tengah direncanakan adalah sebuah film fitur yang akan menceritakan gejolak kehidupan orang-orang di balik dunia musik rok dan metal. 

Selain itu, akan digelar konser virtual yang menampilkan Rocket Rockers, Burgerkill, Teenage Death Star, The Panturas, Koil, Jasad, KILMS, serta Avhath. Begitu pula kolaborasi brand fashion bersama Maternal, Lawless, Wellborn, dan lainnya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat