Warga lintas iman menggelar doa bersama atas tragedi bom di depan Gereja Katedral Makassar di Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Senin (29/3/2021). Doa bersama lintas agama ini diharapkan akan menguatkan para korban serta me | ANTARA FOTO/Syaiful Arif

Khazanah

MUI Prihatin Perempuan Terlibat Terorisme

Pendidikan merupakan salah satu solusi agar perempuan terhindar dari terorisme.

JAKARTA — Majelis Ulama Indonesia (MUI) prihatin atas keterlibatan perempuan sebagai pelaku dalam sejumlah aksi terorisme di Tanah Air, beberapa tahun belakangan ini. Termutakhir terjadi dalam aksi teror di depan Gereja Katedral, Makassar, dan Markas Besar (Mabes) Polri, Jakarta. 

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Perempuan, Remaja, dan Keluarga (PRK) Prof Amany Lubis mengatakan, aksi-aksi teror yang terjadi belakangan ini menunjukkan masih perlunya wawasan keagamaan dan kebangsaan serta pemurnian ajaran agama kepada masyarakat luas, baik perempuan maupun laki-laki. Tujuannya agar mereka tidak tersesat sehingga memilih jalan yang ekstrem.

"Perempuan sama dengan laki-laki, sama-sama hidup di masyarakat. Berarti tindakan solusi apa pun yang diberikan kepada laki-laki itu juga diberikan kepada perempuan," ujar guru besar sejarah politik Islam ini kepada Republika, Jumat (2/4). 

Amany mengakui, saat ini masih ada anggapan, bila perempuan terlibat gerakan terorisme, berarti terpengaruh suami, keluarga, atau kelompok tertentu. "Maka di sinilah kita harus menegaskan, perempuan itu punya kemandirian. Jangan ikuti ajaran yang salah yang ada di sekitar, baik keluarga maupun masyarakat," kata dia.

Kemandirian perempuan, Amany melanjutkan, bisa diperoleh dengan jalan pendidikan. Menurut dia, pendidikan merupakan solusi agar masyarakat, khususnya perempuan, terhindar dari berbagai hal negatif, termasuk terorisme. Orang yang memiliki wawasan dan pendidikan yang luas akan mampu mencari solusi tanpa kekerasan.

"Solusi selanjutnya adalah adanya jaminan sosial yang memadai. Karena kalau perempuan tidak punya kemampuan dari dirinya dan keluarganya, mereka dapat melakukan hal-hal yang tidak baik, entah itu bisa melakukan tindak kriminal atau aksi terorisme," katanya.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Kata Kata (katau_katau)

Lingkungan masyarakat yang tidak baik, Amany menyebut, juga bisa memengaruhi seseorang untuk kemudian terlibat dalam terorisme. Di antaranya, sikap tidak peduli antartetangga dan kurangnya sikap saling memberi kepada yang membutuhkan.

Rasa frustrasi terhadap tatanan masyarakat yang jauh dari nilai kebaikan juga bisa menjadi salah satu faktor perempuan melakukan kekerasan. Untuk itu, Amany mengingatkan pentingnya meningkatkan kebersamaan di lingkungan masyarakat.

Sementara, Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi menjelaskan, aksi teror dengan pelakunya seorang perempuan sudah beberapa kali terjadi. Ia menilai, keterlibatan perempuan sebagai pelaku teror menunjukkan dinamika yang mengkhawatirkan. 

"Karena sebelumnya keterlibatan perempuan umumnya sebagai pendamping suami atau pengikut setia yang memberikan perbantuan dan perlindungan. Perekrutan perempuan menjadi pelaku serangan kekerasan adalah taktik agar tidak mudah dicurigai untuk alasan keamanan," kata Siti Aminah kepada Republika.

Lebih lanjut, Siti menjelaskan, ada sejumlah faktor yang menyebabkan seseorang terpapar paham kekerasan. Dalam hal ini, ada faktor pendorong dan penarik yang saling memengaruhi. Faktor pendorong terletak pada titik jenuh di mana kemudian seseorang berjumpa dengan interpretasi ajaran intoleran dan radikal. 

Selain itu, terdapat tiga faktor penarik, yaitu relasi sosial-personal seperti suami istri dan pertemanan, ideologi yang menarik untuk mengatasi titik jenuh, dan faktor ekonomi bahwa sistem khilafah akan memperbaiki sistem ekonomi. 

Meski demikian, ia menjelaskan, terdapat kondisi spesifik yang mendorong tumbuhnya radikalisme pada perempuan. Kondisi spesifik tersebut, di antaranya ketidaksetaraan dan diskriminasi berbasis gender, kekerasan terhadap perempuan, kurangnya kesempatan pendidikan dan ekonomi, dan kurangnya kesempatan bagi perempuan untuk menggunakan hak-hak sipil dan politik mereka. 

Karena itu, Siti menekankan, perlu dilakukan beberapa upaya untuk membentengi kaum perempuan Indonesia dari paham-paham kelompok teroris. Di antaranya, menumbuhkan keyakinan bahwa perempuan setara dengan laki-laki, termasuk dalam pengambilan keputusan, melakukan berbagai perjumpaan dengan kelompok-kelompok yang berbeda untuk membangun toleransi. Demikian pula dengan meningkatkan pendidikan formal, mempelajari agama secara utuh dengan guru, serta ustaz dan kiai yang memiliki pandangan atau tafsir keagamaan yang moderat dan ramah perempuan.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat