Gabungan relawan dan Satgas Covid-19 Bantul membawa peti mati saat aksi di Gedung DPRD Bantul, Yogyakarta, Senin (22/2/2021). | Wihdan Hidayat / Republika

Opini

DPRD Melawan ‘Covid 33’

Sebetulnya, yang berpesta bukan hanya anggota DPRD, tetapi juga pejabat di daerah.

ANIF PUNTO UTOMO, Wartawan

Awal Maret lalu, beredar surat dari Asosiasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Seluruh Indonesia (Adkasi) kepada Presiden Republik Indonesia.

Isi surat meminta presiden merevisi Perpres No 33 Tahun 2020 Tentang Standar Harga Satuan Regional. Alasannya, perpres itu dinilai merendahkan wibawa dan martabat anggota DPRD karena haknya disamakan dengan staf Aparatur Sipil Negara (ASN).

Surat senada disampaikan Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia (ADPSD). Sebetulnya, ada empat poin yang disampaikan dalam surat keberatan tersebut.  Namun, intinya bermuara pada uang harian perjalanan dinas anggota DPRD yang diturunkan.

Selama ini, para wakil rakyat berpesta dengan uang harian perjalanan dinas yang angkanya membuat miris. Pantas, mereka protes keras dengan rasionalisasi uang harian itu.

Berapakah uang harian perjalanan dinas anggota DPRD sehingga sampai mengorbankan harga dirinya untuk menulis surat keberatan kepada presiden? Selama ini, uang harian perjalanan dinas bervariasi, disesuaikan kemampuan daerah masing-masing.

 
Selama ini, para wakil rakyat berpesta dengan uang harian perjalanan dinas yang angkanya membuat miris. Pantas, mereka protes keras dengan rasionalisasi uang harian itu.
 
 

Daerah kaya, uang harian besar, sedangkan daerah  tidak kaya semestinya kecil tetapi realitasnya tak mau kalah dengan yang lain. Setiap daerah seolah berlomba menaikkan uang harian perjalanan dinas anggota DPRD.

Angggota DPRD Kota Malang misalnya, uang harian Rp 2 juta per hari, di luar uang representasi, hotel, transportasi lokal, dan lain-lain.

Jika melakukan perjalanan dinas dua hari saja, uang bersih yang masuk kantong jauh melebihi UMR Kota Malang, Rp 2,9 juta. Apakah Kota Malang termasuk daerah  kaya? Tidak. Pada 2020, APBD hanya Rp 2,298 triliun, PAD-nya sekitar seperempat APBD.

Kota Bandung tak mau kalah. Uang harian perjalanan dinas anggota DPRD per hari kabarnya berkisar Rp 3 juta. Ini juga hampir sama dengan UMR Kabupaten Bandung. Lebih mengerikan Kabupaten Kutai Kartanegara.

Di kabuputen yang dua bupatinya (bapak-anak) masuk bui karena korupsi itu, uang harian perjalanan dinas anggota DPRD Rp 6 juta per hari.

 
Di kabuputen yang dua bupatinya (bapak-anak) masuk bui karena korupsi itu, uang harian perjalanan dinas anggota DPRD Rp 6 juta per hari.
 
 

Jadi, jika anggota DPRD yang dinas ke Jakarta, siang hari berangkat terbang sampai Jakarta menjelang malam, terus ngopi di hotel, sudah mengantongi Rp 6 juta. Mereka lupa ada puluhan ribu rakyatnya yang hidup miskin.

Sepertinya ada pesekongkolan anggota DPRD dengan bupati/wali kota atau DPRD dengan gubernur. Merekalah yang menentukan besaran uang perjalanan dinas. Jadi sebetulnya yang berpesta bukan hanya anggota DPRD tetapi juga pejabat di daerah.

Perlu diketahui, perjalanan dinas wali kota/bupati setara ketua DPRD, sedangkan untuk pejabat eleson II setara anggota DPRD. Jadi, pejabat eselon II di kabupaten/kota atau provinsi uang perjalanan dinas lebih besar dari eselon II di pusat, bisa tiga-empat kali lipat.

Ini yang bisa disebut korupsi legal. Uang rakyat diambil paksa pejabat dan wakil rakyat dengan cara legal, sesuai aturan. Bahwa aturan yang dibuat menyakiti rasa keadilan, itu nomor dua, karena yang penting aturan dibuat membikin kantong tebal pembuat aturan.

 
Tentu saja para wakil rakyat daerah itu meradang karena uang perjalanan dinas mereka terpangkas 60-90 persen.
 
 

Kondisi ketidakadilan itulah yang dikoreksi lewat Perpres No 33 Tahun 2020. Presiden rupanya menangkap kegelisahan masyarakat bahwa uang perjalanan dinas anggota DPRD dan pejabat daerah tidak rasional.

Tentu saja para wakil rakyat daerah itu meradang karena uang perjalanan dinas mereka terpangkas 60-90 persen. Satu poin krusial dari perpres itu, uang perjalanan dinas anggota DPRD di seluruh Indonesia sama, jika dinas ke Jakarta, Rp 530 ribu per hari.

Bagi anggota DPRD dari Kutai Kartanegara, nilai itu sepersepuluh dari sebelumnya. Secara bergurau para anggota DPRD itu menyebut, Perpres No 33 dengan istilah ‘Covid 33’ karena bagaikan virus yang mengancam rezekinya. Jadi mau tidak mau sang virus harus dilawan.

Maka mereka pun protes dengan mengirim surat ke presiden agar perpres dibatalkan. Surat di-cc ke beberapa kementerian di antaranya Kementerian Keuangan dan Menteri Sekretaris Negara. Strategi gerilya juga dilakukan, lewat lobi-lobi ke partai politik.

Para gubernur atau pun wali kota/bupati dan pejabat eselon II daerah tidak ikut protes, tapi bisa diyakini mereka mendukung kegeraman anggota DPRD. Bagaimana pun, pendapatan mereka juga terpangkas karena perpres tersebut.

 
Mengurus rakyat lebih penting daripada menuruti keinginan wakil rakyat yang menggerogoti uang negara.
 
 

Sayangnya, Menteri Sekretaris Negara tak memiliki keberanian menolak. Dia meneruskan surat keberatan Adkasi ke Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

Mendagri turut mencari aman dengan mengirim surat ke Kementerian Keuangan agar standar acuan regional disesuaikan kembali dengan kemampuan masing-masing daerah, artinya uang pejalanan dinas kembali bebas diatur oleh daerah.

Bola panas kini ada di Menteri Keuangan Sri Mulyani. Saat menjadi menteri keuangan di zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Sri cukup punya nyali melawan Menko Kesra Aburizal Bakrie, yang memiliki posisi politik kuat. Meski akhirnya, ia terpental karena SBY tidak berani mem-back up-nya.

Mengurus rakyat lebih penting daripada menuruti keinginan wakil rakyat yang menggerogoti uang negara. Presiden Jokowi akan mem-back-up-nya karena dia yang mengeluarkan perpres. Memalukan diri sendiri jika menarik perpres yang prorakyat.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat