Pekerja bandara antre untuk mengikuti vaksinasi massal , di Bandara Radin Inten II Lampung Selatan, Lampung, Jumat (26/3/2021). Bandara Radin Inten II memberikan vaksinasi kepada 420 pekerja bandara untuk penanganan pandemi Covid-19 menjelang Idul Fitri | ARDIANSYAH/ANTARA FOTO

Tajuk

Larangan Mudik tak Boleh Setengah Hati

Meski berat, kebijakan ini mau tak mau harus diterima semua masyarakat Indonesia.

Tradisi mudik Lebaran kembali ditiadakan. Pemerintah melarang masyarakat untuk mudik pada Idul Fitri 1442 Hijriyah/2021 M. Keputusan itu diumumkan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dalam Rapat Tingkat Menteri yang digelar secara daring, Jumat (26/3). Tujuannya agar Program Vaksinasi Covid-19 berlangsung optimal. 

Menurut Muhadjir, kebijakan yang telah mendapat restu Presiden Joko Widodo tersebut berlaku mulai 6 hingga 17 Mei 2021 bagi seluruh masyarakat, termasuk aparatur sipil negara (ASN), TNI-Polri, karyawan swasta maupun pekerja mandiri. Salah satu pertimbangan penting dari kebijakan ini adalah tingginya angka penularan dan kematian masyarakat serta tenaga kesehatan akibat Covid-19 pasca-liburan panjang.

Masyarakat tentu akan merasa berat menerima kebijakan ini. Itu berarti, mereka harus kembali menunda kepulangannya ke kampung halaman pada Idul Fitri 1442 H ini. Mudik sudah menjadi tradisi yang mendarah daging bagi masyarakat Indonesia. Dan, libur Lebaran adalah saat yang dinanti untuk menghapus dahaga kerinduan pada kampung tanah kelahiran.

 

 
Meski berat, kebijakan ini mau tak mau harus diterima semua masyarakat Indonesia. 
 
 

Meski berat, kebijakan ini mau tak mau harus diterima semua masyarakat Indonesia. Ini adalah ikhtiar kesekian yang ditempuh pemerintah untuk meredam dan memutus mata rantai penularan Covid-19. Meski program vaksinasi Covid-19 sedang bergulir, bukan berarti kondisi sudah membaik. Bahkan, di negara-negara Eropa saat ini menghadapi gelombang ketiga penularan Covid-19.

 

Tentu kita tak ingin kasus penularan Covid-19 yang sudah mulai menurun akan kembali melonjak pasca-mudik Lebaran. Hingga Jumat (26/3), sudah lebih dari 40 ribu warga Indonesia yang meninggal akibat Covid-19. Kita tak ingin jumlah korban meninggal dunia terus bertambah.

Kebijakan larangan mudik tentu patut diapresiasi. Namun, kebijakan ini tak boleh diterapkan setengah hati. Pemerintah harus benar-benar serius menerapkan kebijakan ini agar masyarakat benar-benar mematuhinya. 

Karenanya, kebijakan larangan mudik lebaran pada 2020 harus dievaluasi. Sebab, meski tahun lalu ada larangan mudik, PT Jasa Marga (Persero) Tbk mencatat, masih ada 465.582 kendaraan yang meninggalkan DKI Jakarta pada H-7 sampai H-1 Lebaran 2020. Memang ada penurunan 62 persen dibanding Lebaran 2019, namun masih tingginya warga yang meninggalkan ibu kota pada lebaran tahun lalu menunjukkan banyak celah untuk mengabaikan aturan yang dibuat pemerintah.

 

 
Kebijakan larang mudik lebaran harus memiliki payung hukum yang kuat dan mengikat.
 
 

Ada beberapa hal yang perlu diterapkan pemerintah agar kebijakan larangan mudik pada 2021 ini benar-benar efektif. Pertama, kebijakan larang mudik lebaran harus memiliki payung hukum yang kuat dan mengikat. Jika hanya sekadar imbauan, larangan mudik berpotensi untuk diabaikan masyarakat. Karenanya, perlu ada sanksi bagi mereka yang melanggar aturan itu.

Kedua, sosialisasikan kebijakan ini secara masif. Larangan mudik lebaran 2021 membutuhkan komunikasi kebijakan publik yang baik. Jangan lagi ada pernyataan-pernyataan yang kontradiktif dari para pejabat. Tahun lalu misalnya, ada pejabat yang menyatakan, "mudik dilarang", namun ada pula pejabat yang menyatakan, "pulang kampung boleh". Ini tentu menimbulkan kebingungan di masyarakat. Akibatnya, sebagian masyarakat mengabaikan larangan mudik.

Ketiga, jika mudik dilarang, maka sudah seharusnya pemerintah membatasi moda transportasi menjelang lebaran. Jangan sampai, mudik dilarang, namun moda pesawat, kereta api, kapal laut, dan bus justru berlomba menawarkan fasilitas bagi masyarakat jelang lebaran. 

Keempat, kebijakan ini harus didukung semua pemerintah daerah. Karenanya, harus ada penyekatan-penyekatan di perbatasan untuk menghalau para pemudik. Jika pemerintah daerah tak mendukung kebijakan ini, maka keputusan pemerintah pusat itu akan diabaikan masyarakat. 

Kelima, perlu kesadaran bersama pula dari masyarakat untuk menahan diri sekali lagi dari tradisi mudik lebaran. Agar kita semua bisa kembali mudik lagi pada 2022 tanpa ada kekhawatiran akan Covid-19. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat