Seorang dokter memberikan terapi kesehatan pada pasien anak yang mengalami masalah kejiwaan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Jawa Barat, Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Kamis (18/3). | REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA

Kabar Utama

Pembelajaran Jarak Jauh Harus Lebih Variatif

Pembelajaran jarak jauh dinilai punya andil memicu potensi kecanduan gawai pada masa pandemi

JAKARTA – Pembelajaran jarak jauh (PJJ) dinilai punya andil memicu potensi kecanduan gawai pada masa pandemi Covid-19. Evaluasi program tersebut dan penerapan yang variatif dinilai perlu dilakukan.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra menjelaskan, selain membatasi penggunaan gawai pada PJJ, sebaiknya siswa juga dilatih untuk melakukan pembelajaran yang mampu menggunakan sumber di luar internet. "Sehingga informasi dan penyelesaian tugas sekolah banyak menggali di lingkungan rumah dan sekitar rumah yang bisa dikoneksikan, sehingga mampu mengurangi interaksi anak dalam dunia internet," kata Jasra saat dihubungi Republika, Selasa (23/3).

Menurut Jasra, anak-anak perlu diberikan pemahaman secara baik soal internet, misalnya, mengenai risiko yang juga mengancam tumbuh kembang anak. "Kemudian, orang tua juga melakukan pengawasan dan mengupayakan pembatasan dalam penggunaan gawai," kata dia lagi.

Jasra mengungkapkan, dalam survei KPAI pada 2020 dengan responden sebanyak 25.264 anak usia 10-18 tahun, sebanyak 25,4 persen anak menggunakan gawai lebih dari lima jam per hari. Sebanyak 76,8 persen penggunaan gawai tersebut di luar kepentingan belajar, misalnya, bermain gim, sisanya untuk mencari keperluan tugas belajar dan informasi pendidikan lain.

Sebelum pandemi, penggunaan gawai lebih dari tiga jam, menurut WHO, sudah termasuk kecanduan, penyakit, dan harus diobati agar tidak terjadi adiksi. Namun, dengan situasi Covid-19, anak-anak pada akhirnya terpaksa menggunakan gawai yang tersambung dengan internet.

Sebelumnya diberitakan, sepanjang pandemi, Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat di Cisarua, Bandung Barat, mencatat 104 orang yang terdiri atas anak-anak dan remaja menjalani rawat jalan karena kecanduan gawai. Tahun ini, sebanyak tujuh orang telah dirawat dengan diagnosis murni kecanduan gim di gawai.

Sedangkan, Komisi Perlindungan Anak menemukan 98 anak mengalami kecanduan gim daring di salah satu kecamatan di Jakarta. Dari jumlah itu, 15 di antaranya menjalani rawat jalan di RSJ Grogol, Jakarta. Belasan anak juga ditangani Rumah Sakit Khusus Ibu dan Anak (RSKIA) Kota Bandung.

Wakil Wali Kota Bandung Yana Mulyana mengiyakan, PJJ pada masa pandemi Covid-19 memang turut berkontribusi meningkatkan akses anak terhadap gawai. Oleh karena itu, ia meminta Dinas Pendidikan Kota Bandung lebih variatif dalam membuat materi PJJ. "Prihatin juga kalau anak kecanduan. Tapi, karena pandemi, pasti dia akan berhubungan dengan gadget," katanya.

photo
Sejumlah anak bermain permainan ular tangga di Jalan Asep Berlian, Gang Wargaluyu, Cibeunying Kidul, Bandung Jawa Barat, Rabu (3/3/2021). Pengurus RW dan warga setempat berinisiatif membuat permainan tradisional bagi anak melalui karya seni mural guna mengantisipasi anak kecanduan gawai di masa pembelajaran jarak jauh selama pandemi Covid-19. - (ANTARA FOTO/RAISAN AL FARISI)

Dengan kondisi tersebut, ia mengungkapkan tidak akan serta-merta mempercepat pembelajaran tatap muka. Terlebih, kebijakan tersebut harus mengacu pada keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat. "Mudah-mudahan bertahaplah untuk pembelajaran tatap muka, jadi ada variasi. Ya materi-materi yang harus praktik, ya, itu dilakukan secara luring, jadi enggak gawai banget gitu, ya," kata Yana.

Yana juga mengimbau orang tua untuk membatasi anak menggunakan gawai dan hanya menggunakannya untuk keperluan mendesak. Orang tua juga perlu memanfaatkan aplikasi pengawasan dan membatasi penggunaan gawai oleh anak.

Ketua Umum Pengurus Pusat Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) Syifa Fauziah mengatakan, untuk menghindari kecanduan gawai pada anak, orang tua dapat menciptakan kegiatan bermain untuk mengalihkan mereka dari gawai.

"Kalau saya baca dari beberapa referensi, sumber, memang kita harus bisa pintar-pintar menciptakan kegiatan atau aktivitas main anak-anak dan, kedua, akan sangat terbantu sekali kalau misal kita punya tetangga, kerabat yang tinggal dekat rumah," kata Syifa, Selasa (23/3).

Syifa mengungkapkan, pada masa pandemi Covid-19 ini memang sulit untuk memisahkan anak-anak dari gawai karena semua kegiatan dilakukan di rumah. Hampir semua kegiatan, sekolah, les, dan lainnya menggunakan gawai. Dia mengatakan, permasalahan itu dialami oleh semua ibu-ibu muda yang anaknya bersekolah secara daring.

Menurut Syifa, selain menciptakan kegiatan bermain dengan anak, keberadaan kerabat yang rumahnya berdekatan akan sangat membantu. Anak-anak dapat menggunakan waktu untuk bermain dengan saudara-saudaranya itu.

"Kerabat yang tinggal dekat rumah kita itu untuk dapat memberikan anak-anak keleluasaan untuk keluar dari rumah, sehingga bisa lebih bermain di luar daripada di dalam rumah, ujarnya.

“Sudah pasti kalau di dalam rumah, kita sebagai ibu ataupun orang tua harus menyediakan fasilitas mainan untuk anak yang memang bisa untuk mengalihkan dari kecanduan gadget," ucap Syifa. 

Pelarian Masa Pandemi

Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah turut prihatin dengan munculnya fenomena kecanduan gawai dan gim hingga masuk RSJ pada masa pandemi Covid-19 ini. Ketua Umum Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah, Diyah Puspitarini mengatakan, pihaknya melihat fenomena ini dari dua perspektif.

Pertama, melihat fenomena ini merupakan persoalan personal atau persoalan anak itu sendiri. Kedua, faktor eksternal atau lingkungan sekitar, termasuk keluarga.

"Kita tahu bahwa sepanjang satu tahun ini, dari Maret 2020 sampai Maret 2021, kita masih berjuang melawan pandemi Covid-19, sehingga hampir seluruh aktivitas kehidupan memang dialihfungsikan di rumah, termasuk anak-anak usia sekolah," kata Diyah kepada Republika, Selasa (23/3).

Diyah mengatakan, pembelajaran saat ini berjalan secara daring. Sehingga banyak anak yang terpaksa atau mau-tidak mau menjadikan gawai sebagai salah satu media pembelajaran pada masa pandemi.

photo
Seorang psikiater memeriksa pasien anak yang mengalami kecanduan gawai di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Jawa Barat, Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Kamis (18/3). Direktur RSJ Provinsi Jawa Barat Elly Marliyani mengatakan, jumlah pasien rawat jalan pada Klinik Kesehatan Jiwa Anak dan Remaja RSJ Provinsi Jawa Barat pada Januari hingga Februari 2021 sebanyak 14 pasien yang mengalami masalah kejiwaan dan lima pasien murni adiksi atau kecanduan penggunaan gawai. Foto: Republika/Abdan Syakura - (REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA)

Menurut dia, jika ditarik benang merahnya, persoalan anak secara personal itu ditunjang dengan pembiasaan. "Sebab, si anak mungkin takut keluar atau dilarang keluarkan (karena sedang pandemi), tapi di rumah belum ada pendampingan (yang tepat bagi anak), sehingga mereka memilih untuk beralih pada gadget (gawai)," ujarnya.

Ia menerangkan, kebanyakan yang masuk RSJ akibat gawai adalah anak-anak yang sedang mencari identitas atau sedang masa puber. Mereka sedang mengalami peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa.

"Itu saya kira fatal sekali dan harus betul-betul kita perhatikan secara saksama, sehingga identitas yang mereka cari bukan pada imitasi dalam //gadget// (gawai) saja, tapi harus secara riil dan nyata, yakni orang tua mereka yang menemani mereka di rumah," kata Diyah menjelaskan. 

Nasyiatul Aisyiyah juga melihat fenomena yang terjadi pada masa pandemi Covid-19. Seperti fenomena perkawinan anak, kekerasan dalam rumah tangga, dan bertambahnya kasus perceraian. Persoalan-persoalan ini menjadi salah satu faktor yang membuat anak mau-tidak mau mencari pelarian. Sementara pada masa pandemi ini, gawai adalah satu-satunya pelarian di rumah.

"Maka itu, orang tua harus sadar betul bahwa kenyamanan anak (penting), dan apa yang terjadi satu tahun terakhir ini harusnya menjadi waktu, yang bisa lebih melekatkan hubungan di antara keluarga," ujar Diyah.

Dewan Pertimbangan Ormas Persaudaraan Muslimah (Salimah) Pusat, Siti Faizah mengatakan, penerapan sistem PJJ membuat anak menghabiskan lebih banyak waktu dengan perangkat gawai. “Semua jenjang pendidikan, khususnya mereka yang masih TK atau SD, masih sangat perlu diawasi karena pada usia tersebut kontrol anak masih rendah, dan rentan kecanduan,” ujar Siti saat dihubungi Republika, Selasa (23/3).

Menurut Siti, untuk mencegah agar anak tidak sampai kecanduan perangkat gawai, orang tua perlu memberikan pengawasan dan batasan penggunaan perangkat gawai. Dia mengatakan, orang tua perlu membuat batasan waktu yang jelas bagi anak, misalkan, pagi jadwal sekolah, siang istirahat, aktivitas bermain dan sore untuk mengerjakan tugas sekolah dan PR.

Tanpa jadwal, menurut Siti, anak akan kehilangan kendali, karena belum memahami konsekuensi jika terlalu lama dengan perangkat tersebut. “Sehingga orang tua perlu menyampaikan edukasi pada anak akan bahaya dan upaya mengantisipasinya,” ujarnya menambahkan. 

Selain itu, menurut Siti, orang tua juga perlu mengalihkan perhatian anak pada gawai dengan menyediakan mainan edukatif, sekaligus menyediakan waktu lebih bagi anak untuk berinteraksi sosial, mengembangkan imajinasinya dengan kegiatan lain, seperti menggambar, bermain mainan tradisional, dan lainnya.  

“Orang tua juga perlu memohon perlindungan dan  mendekatkan diri kepada Tuhan YME, agar anak terhindar dari kecanduan perangkat gawai dan gim. Hal ini tetap bisa dipandang sebagai bagian dari godaan setan pada anak,” katanya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat