Dokter memantau pasien anak yang mengalami masalah kejiwaan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Jawa Barat, Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Kamis (18/3). | REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA

Tajuk

Gerakan Bersama Atasi Kecanduan

Kecanduan gawai adalah masalah bersama yang harus dituntaskan bersama-sama pula.

Kecanduan gawai sebetulnya bukan monopoli anak-anak saja. Ya, kaum dewasa pun mengalaminya, dicirikan dengan gelisahnya saat tidak memegang gawai, ataupun menyalakan dan melirik gawai saban beberapa detik. Namun, dampaknya memang lebih besar ke kelompok anak, karena anak dalam masa pertumbuhan otak dan saraf yang amat vital.

Problem ini pun bukan muncul hanya pada saat pagebluk Covid-19. Sebelum pagebluk Covid-19, harian ini sudah beberapa kali mengangkat pemberitaan soal bahayanya gawai bagi anak-anak usia pertumbuhan. Seluruh negara di dunia mengalami problem yang sama. Serbuan gawai murah buatan Cina dan akses internet yang makin mudah, membuat masalah ini menjadi kian pelik.

Mengapa disebut berbahaya, ini karena orang tua cenderung tidak mau atau bisa menahan keinginan anak untuk bermain gawai. Atau tidak membuat kesepakatan waktu belajar dan waktu bermain yang baik. Pun begitu dengan orang dewasa terhadap gawainya. Karena itu, hal ini menjadi masalah global. 

 

 
Mengapa disebut berbahaya, ini karena orang tua cenderung tidak mau atau bisa menahan keinginan anak untuk bermain gawai. 
 
 

Namun, bukan lagi sekadar orang tua yang harus dituntut bertanggung jawab, melainkan juga pembuat aplikasi, misal gim di platform Android Google ataupun iOS Apple. Orang tua menjaga dari sisi keluarga dan internal anak, maka para pembuat aplikasi juga harus bertanggung jawab, dengan memberikan pengaturan di dalam aplikasinya ataupun kampanye, bagaimana cara bermain gim atau mengakses aplikasi secara sehat. 

 

Dalam beberapa tahun terakhir, muncul berbagai aplikasi yang mencoba mengatasi problem kecanduan gawai ini. Bisalah kita sebut ada dua kelompok aplikasi ini. Kelompok yang pertama adalah para pembuat aplikasi khusus semacam jeda gawai. Kelompok kedua adalah para pembuat aplikasi yang khusus mengatur atau mengontrol akses aplikasi dan waktu bermain, ataupun melihat apa saja yang diakses. 

Aplikasi di kelompok pertama, misalnya adalah aplikasi berupa sunyi sejenak selama beberapa menit, ataupun aplikasi mendengarkan suara alam selama beberapa menit. Meskipun ini terlihat sederhana, menurut pembuatnya, aplikasi ini bermanfaat untuk kesehatan mental ataupun saraf penggunanya, yang sebelumnya amat intens dengan gawai.

Aplikasi di kelompok kedua sebetulnya sudah tertanam, misalnya di YouTube ataupun akses di Google Family. Kita tinggal mengaktifkannya dan secara rutin memantau. Misal di YouTube ada opsi pengingat berapa lama kita sudah menonton nonsetop video daring. Termasuk opsi untuk menyaring konten-konten eksplisit yang tidak ramah anak. 

 
Kita mendesak keikutsertaan para pembuat aplikasi ke dalam masalah ini. Karena bagaimanapun, aplikasi merekalah yang diakses oleh anak ataupun kita sehari-hari.
 
 

Bahkan, dalam surelnya kepada para pengguna beberapa pekan lalu, YouTube menyarankan betul soal pembatasan umur untuk aksesnya. YouTube menganjurkan, kepada anak di bawah usia 13 tahun mengakses YouTube Kids saja. Karena di dalam YouTube Kids ini orang tua bisa mengontrol konten dan jam menonton anaknya, yang kemudian dikunci menggunakan kata sandi. 

Baik para pembuat aplikasi lokal maupun asing juga kian banyak, yang membuat aplikasi khusus pembatasan konten dan waktu tayang. Aplikasi dengan mudah dapat dicari di GooglePlay dengan kata kunci 'parents control' atau 'orang tua' atau 'ortu'.

Namun, kesadaran ini tampaknya belum menjadi perhatian utama kelompok aplikasi gim daring. Dengan demikian, kita mendesak para desainer gim, para rumah produksi pembuat gim untuk lebih peduli kepada masa depan anak-anak. Paling minimal menyediakan opsi pembatasan waktu bermain, apakah itu 60 menit atau 120 menit maksimal per hari setiap mengakses gawai. 

Kecanduan gawai adalah masalah bersama, yang harus dituntaskan dengan bersama-sama pula. Memang benar ada peran orang tua yang paling krusial di situ. Begitu juga, ada peran dari pemerintah dalam hal ini Kemenkominfo, Kemendikbud, ataupun Kemenkes untuk terus menyosialisasikan dan mengedukasi akses gawai dan internet yang sehat. Ini harus dilakukan terus-menerus, jangka panjang, karena kita tahu penetrasi internet ke depan justru akan semakin masif. 

Kita mendesak keikutsertaan para pembuat aplikasi ke dalam masalah ini. Karena bagaimanapun, aplikasi merekalah yang diakses oleh anak ataupun kita sehari-hari. Apa jalan keluar yang mereka ajukan. Seluruh pihak harus duduk bersama merumuskan gerakan bersama mengatasi kecanduan gawai. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat