Seorang psikiater memeriksa seorang anak yang mengalami kecanduan gawai di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Jawa Barat di Cisarua, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Kamis (18/3/2021). | ANTARA FOTO/Raisan Al Faris

Tajuk

Mengatasi Kecanduan Gawai

Bisa jadi, kasus kecanduan gawai yang ada merupakan puncak gunung es.

Gawai menawarkan kemudahan. Namun, gawai juga menyimpan sisi lain yang melahirkan dampak negatif.  Dalam konteks komunikasi, melalui gawai jarak bukan lagi masalah. Bukan hambatan bagi masyarakat untuk sekadar saling tahu kabar, misalnya.

Beragam aplikasi bisa dimanfaatkan untuk kepentingan komunikasi ini. Selama pandemi, gawai juga menjadi bagian sentral dalam pembelajaran jarak jauh. Karena tak bisa tatap muka, dalam kurun setahun pandemi, gawai digunakan untuk komunikasi guru-siswa.

Sekaligus, gawai juga sumber hiburan melalui beragam aplikasi yang disematkan di dalamnya, termasuk gim. Bagi orang dewasa, gim menjadi bagian hiburan di sela pekerjaan yang menumpuk. Bagi anak dan remaja, gim biasanya menjadi pengisi waktu di sela belajar.

Masalahnya adalah intensitas dalam pemakaian gawai, juga bermain gim. Ini harus diperhatikan. Penggunaan tanpa kendali, khususnya bagi anak dan remaja, bakal melahirkan dampak negatif. Mereka menjadi kecanduan, enggan begitu saja melepas gawai.

 
Masalahnya adalah intensitas dalam pemakaian gawai, juga bermain gim. Ini harus diperhatikan.
 
 

Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Cisarua, Jawa Barat menangani lebih dari 100 anak dan remaja yang bermasalah dengan kejiwaan dan kecanduan gawai sepanjang 2020 hingga 2021. Anak-anak tersebut berusia dalam rentang  9 hingga 16 tahun.

Jumlah pasien rawat jalan yang mengalami masalah kejiwaan dan terdampak adiksi gim  pada klinik kesehatan jiwa anak dan remaja mencapai 104 orang tahun 2020. Selain itu, delapan orang murni kecanduan gim.

Pada Januari hingga Februari 2021, terdapat 14 pasien rawat jalan yang mengalami masalah kejiwaan dan terdampak adiksi gim serta lima pasien murni adiksi gim.

Direktur RSJ Provinsi Jawa Barat dr Elly Marliyani, kemarin, mengungkapkan, gangguan kejiwaan pada anak salah satunya karena penggunaan gawai yang tidak terkontrol. Di sisi lain, Kemenkes mengaku, belum memiliki data riil soal kecanduan gawai ini.

Bisa jadi, kasus yang ada merupakan puncak gunung es. Mungkin ada banyak kasus serupa dengan jumlah lebih besar. Apalagi, kita melihat di tengah masyarakat gawai kini terlihat bukan barang mewah lagi bahkan tak jarang, anak dan remaja sudah memiliki gawainya sendiri.

 
Bisa jadi, kasus yang ada merupakan puncak gunung es. Mungkin ada banyak kasus serupa dengan jumlah lebih besar.
 
 

Meski pulsa tetap mendapatkan jatah dari orang tuanya. Sebagian lainnya, mereka menggunakan gawai orang tua setelah mendapat izin. Dengan demikian, kunci mengatasi dan mencegah kecanduan gawai pada anak serta remaja memang ada di tangan keluarga.

Orang tua harus secara ketat menetapkan aturan penggunaan gawai yang disepakati dengan anak.Misalnya, batasan waktu penggunaan gawai termasuk dalam bermain gim. Atau buat kesepakatan baru dengan anak soal pemakaian gawai.

Bila gawai digunakan untuk pembelajaran daring, sudah pasti ada jadwal yang ditetapkan sekolah. Namun, selepas itu, khususnya selama pandemi, harus ada kesepakatan yang ditetapkan mengenai  intensitas penggunaan gawai ini.

 
Pemerintah, melalui lembaga terkait, bisa juga memberikan panduan bagi masyarakat. 
 
 

Jika tak ada kesepakatan, intensitas penggunaan gawai dan bermain gim tentu tak terkendali. Maka, kita akan melihat anak-anak dan remaja tak melepas gawai dari tangan dan pandangan mereka. Saat ini, fenomena tersebut menjadi pemandangan jamak di sekitar kita.

Selain soal intensitas, tentu perlu ada alternatif kegiatan untuk mengalihkan perhatian anak dan remaja dari gawai. Kegiatan fisik, pasokan buku bacaan, atau lainnya bisa dicoba orang tua agar gawai tak menjadi pusat dunia anak.

Tentu, orang tua juga mesti menjadi teladan, yakni mampu juga mengendalikan intensitas dalam bergawai. Bisa juga, di lingkungan para orang tua saling berbagi pengetahuan dan pengalaman, sehingga mereka tak merasa sendirin mengatasi persoalan ini.

Pemerintah, melalui lembaga terkait, bisa juga memberikan panduan bagi masyarakat. Dengan demikian, lahir sinergi guna mengantisipasi serta memutus kecanduan gawai serta gim pada anak dan remaja.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat