Warga menggendong anaknya untuk melewati tembok di kawasan Ciledug, Kota Tangerang, Banten, Senin (15/3). Pemkot Tangerang kini sudah menghancurkan tembok tersebut. | Republika/Putra M. Akbar

Bodetabek

Perseteruan Tanah di Tangerang Berakhir Pembongkaran Tembok

Masyarakat bersyukur tembok yang selama ini membatasi gerak sekarang sudah hancur.

OLEH EVA RIYANTI 

Hadiyanti (55 tahun) akhirnya bisa bernapas lega. Setelah sekitar dua tahun terkurung tembok beton yang dibangun di depan rumahnya, kini perempuan yang tinggal bersama putri dan dua cucunya tersebut tidak perlu lagi memanjat tembok setinggi 1,5 meter untuk bisa keluar rumah. Tembok beton yang dibangun Asrul Burhan (58) alias Haji Rulli lengkap dengan kawat berduri di atasnya telah dibongkar personel Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Tangerang pada Rabu (17/3).

"Alhamdulillah, bisa lihat jalan, bisa lihat orang lewat lagi. Enggak mimpi ternyata, makanya saya langsung sujud syukur sama Allah," ujar Hadiyanti dengan mata berkaca-kaca saat ditemui Republika di kediamannya di Jalan Akasia, RT 04, RW 03, Kampung Brebes, Kelurahan Tajur, Kecamatan Ciledug, Kota Tangerang, Banten, Rabu.

Pantauan Republika, puluhan personel Satpol PP, Polres Metro Tangerang Kota, dan petugas pendukung mengawasi pembongkaran tembok tersebut. Warga sekitar juga mendatangi lokasi yang ingin menonton proses pembongkaran tembok.

Pembongkaran dimulai sejak pukul 08.00 WIB, dan pada pukul 10.15 WIB, beton yang bediri tegak tersebut hancur. Dua unit backhoe dan truk pengangkut material ikut dikerahkan untuk membersihkan reruntuhan beton.

Material langsung diangkut petugas kebersihan dengan menggunakan truk. Bagi Hadiyanti, tembok yang mengisolasi keluarganya tersebut bak penghalang yang menghentikan aktivitas sehari-hari. "Plong-lah ibaratnya, bisa keluar masuk beraktivitas," katanya penuh syukur.

Tembok sepanjang 150 meter tersebut dibangun Haji Rulli karena mengeklaim lahan tersebut miliknya. Karena tak pernah hadir di acara mediasi dan tidak bisa menunjukkan sertifikat tanah, Satpol PP Kota Tangerang atas instruksi dari Wali Kota Arief Rachadiono Wismansyah. Data Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Tangerang juga menunjukkan, lahan itu bukan merupakan tanah kepemilikan, melainkan jalan umum.

Sementara itu, Hadiyanti dan keluarga menyaksikan proses pembongkaran tembok dari dalam rumah. Hadir pula pihak yang mengeklaim memiliki tanah yang di atasnya dibangun tembok, ahli waris Haji Anas Burhan bernama Herry Mulya. Herry merupakan adik dari Haji Rulli yang membangun tembok di depan rumah Hadiyanti. Sementara itu, Haji Rulli tidak terlihat hadir dari awal hingga akhir proses pembongkaran.

Herry menegaskan ketidakrelaan petugas membongkar tembok tersebut. Dia terus-terusan mengungkapkan keberatan atas perlakuan petugas di lapangan, yang merugikannya sebagai ahli waris atas tanah tersebut. Bahkan, saat puing-puing tembok ditempatkan sementara oleh Satpol PP di samping rumah Hadiyanti yang diklaim tanah miliknya, Herry tak berhenti protes.

Herry mengaku, menyayangkan aktivitas pembongkaran tembok secara sepihak. Dia menuding, Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang tidak menginstruksikan pembongkaran secara mandiri yang jelas. Adapun Pemkot Tangerang memberi ultimatum agar Haji Rulli membongkar tembok maksimal pada Selasa (16/3), atau pilihannya dibongkar Satpol PP.

Meski begitu, Herry menganggap, perintah Pemkot Tangerang itu melanggar aturan. "Biasanya Satpol PP melakukan pembongkaran itu, misalnya ada satu hasil keputusan pengadilan, yang itu tidak kami terima. Kami tidak mendapatkan informasi mengenai pembongkaran tersebut dengan bukti-bukti yang sah," terang Herry.

Karena masih belum terima, Herry berjanji untuk mendirikan tembok kembali di lokasi yang sama. Dia bersikukuh, tanah itu memang hak beberapa saudara kandungnya sebagai ahli waris dari ayahnya, termasuk Haji Rulli. Herry berani mengatakan itu, karena memiliki akta jual beli (AJB). Hanya saja, ia tidak menunjukkan AJB tersebut.

"Kami akan meneruskan ini untuk kepastian kepemilikan tanah, dan kami memasang pagarnya kembali karena itu adalah batas kami," ucapnya.

Menurut Herry, pada awalnya tanah seluas 2.500 meter persegi sebanyak delapan bidang di lokasi tersebut merupakan milik orang tuanya yang diwariskan kepada seluruh anaknya. Suatu ketika, sambung dia, empat bidang diagunkan ke bank. Saat digelar lelang oleh bank pada 2015, satu bidang tanah dimenangkan almarhum Munir, yang merupakan suami Hadiyanti.

Karena itu, empat bidang lahan yang tidak diagunkan ke bank masih milik ahli waris. Herry siap melayangkan gugatan hukum terkait proses pembongkaran itu. "Kami akan mempertahankan hak ini karena tanah milik ini bukanlah hak jalan," ujar Herry.

Asisten Tata Pemerintahan Kota Tangerang Ivan Yudhianto menerangkan, lahan yang dimaksud Herry berstatus jalan dan bukan tanah milik pribadi. Hal itu berdasarkan warkah di BPN Kota Tangerang yang sudah meninjau lapangan. "Kita melihatnya dibuka BPN lengkap. Luas jalan 4,5 sampai 5 meter di warkah jelas," ujarnya.

Ivan menyampaikan, jika memang pihak yang bersangkutan merasa keberatan, bahkan berencana untuk mendirikan tembok lagi, pihaknya menyilakannya. "Makanya kalau ada keberatan silahkan ke pengadilan. Jadi biar jelas," terang Ivan.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat