Ilustrasi pantai | Pexels/Daria Shevtsova

Inovasi

Ketika Robot ‘Turun Tangan’ Selamatkan Laut

Teknologi terus dimanfaatkan untuk membantu menyelamatkan laut

Di bawah Pulau Santa Catalina, kota resor yang berada 22 mil dari lepas pantai Kalifornia Selatan, terdapat banyak zat dichloro-diphenyl-trichloroethane atau yang dikenal sebagai DDT. Catatan lama dan penelitian Universitas California Santa Barbara menunjukkan gambaran nyata dari tong yang menggelembung sejauh 3.000 kaki  di bawah laut.

“Tong ini penuh dengan bahan kimia beracun yang dapat menyebabkan penyakit di antara hewan laut dan bahkan manusia. Mengabaikan atau mengklaim terlalu sulit untuk ditangani bukanlah pilihan,” kata Senator Dianne Feinstein, yang telah mendorong banyak lembaga untuk menjadikan masalah ini sebagai prioritas.

Menurutnya, Pemerintahan Presiden Joe Biden telah mengindikasikan minatnya untuk mengambil tindakan. “Dan saya berniat untuk melakukannya,” ujarnya lagi, dilansir dari Los Angeles Times, Senin (15/3).

Selama bertahun-tahun, penduduk di Kalifornia telah mendengar bahwa produsen DDT terbesar di negara itu,  Montrose Chemical Corporation of California telah membuang sebagian limbahnya ke laut dekat Pulau Santa Catalina. Perusahaan memang telah ditutup pada 1982, 10 tahun setelah Amerika Serikat (AS) melarang DDT.

DDT pernah menjadi bahan kimia umum yang digunakan untuk insektisida di bidang pertanian dan memerangi malaria. Bahan kimia ini, kemudian dilarang setelah diketahui bahwa zat tersebut merupakan karsinogen yang juga dapat menyebabkan kerusakan besar pada lingkungan.

Ekspedisi Pencarian Data

photo
Ilustrasi keindahan bawah laut - (Pexels/Tom Fisk)

Pada 2000, Environmental Protection Agency (EPA) menetapkan Pulau Santa Catalina sebagai area tercemar yang memerlukan pembersihan signifikan. Kini, para ilmuwan mencoba membereskan kekacauan ini dengan menggunakan robot.

Lusinan ilmuwan dan anggota kru di kapal penelitian yang dikenal sebagai Sally Ride berangkat untuk memetakan 50 ribu hektare dasar laut. Ekspedisi pengintaian pun dilakukan selama dua pekan dan bertujuan mencari tahu di mana letak barel dengan mengerahkan dua robot untuk mensurvei situasi di dasar laut.

Mesin, yang para peneliti gambarkan sebagai “underwater roomba”, akan menghabiskan antara 12 dan 16 jam per hari untuk memindai area, menggunakan sonar untuk menyisir dasar laut, serta mengirim kembali data resolusi tinggi yang akan digunakan menjadi lebih baik. Akhirnya, robot akan diturunkan untuk mengambil foto detail dari area di mana konsentrasi polusi tampaknya paling tinggi.

Dengan begitu, para ilmuwan akan bisa mendapatkan ide yang lebih baik tentang bagaimana mereka harus menangani proses pembersihan.

Mengirimkan robot hanyalah langkah pertama dari proyek pembersihan yang sudah lama tertunda-meskipun sejauh mana seberapa buruk situasinya tidak diketahui hingga saat ini.

Eric Terrill dari UC San Diego’s Scripps Institution of Oceanography, yang memiliki spesialisasi pengembangan teknologi untuk eksplorasi laut dalam, berencana menguji robot ini. Langkah ini, merupakan bagian dari upaya berkelanjutan untuk memajukan program pengumpulan data bawah air National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA).

Melakukan ekspedisi di tengah pandemi Covid-19, tentu bukanlah hal mudah. Sekitar 31 orang harus melalui pengujian dan isolasi yang ketat sebelum mereka berlayar.

Setiap robot yang digunakan, akan berjalan secara mandiri di bawah air selama sekitar 12 hingga 16 jam sebelum membutuhkan setengah hari untuk mengisi ulang daya. Terill dan timnya telah membuat koreografi sistem mirip NASCAR, di mana satu robot akan selalu memetakan dasar laut sementara yang lain mengisi ulang daya.

Kemudian, mengeluarkan datanya dan dikalibrasi ulang oleh para ilmuwan di dek. “Kami akan memiliki irama 24/7 saat kami berada di laut,” kata Terill. 

Bahaya Bahan Kimia di Laut

photo
Ilustrasi biota laut - (Pexels/Belle Co)

Bahan kimia dichloro-diphenyl-trichloroethane atau DDT yang dibuang di laut, memiliki dampak buruk pada kelestarian ekosistem laut. Allan Chartrand, seorang ahli eko-toksikologi, mengungkapkan, bersama dengan para rekan ilmuwan lainnya, ia menemukan tingkat DDT yang tinggi pada tiga spesies ikan laut dalam.

Rekan ilmuwannya, juga menemukan sejumlah besar senyawa terkait DDT pada lumba-lumba di Kalifornia Selatan. Dalam penelitian terbaru, terungkap ada pula pertumbuhan kanker pada singa laut yang semakin diperburuk oleh DDT dan bahan kimia persisten lainnya yang terakumulasi dalam lapisan lemak mereka. 

Variasi Teknologi

Banyak contoh pemanfaatan teknologi yang telah dilakukan untuk membantu kelestarian laut. Dikutip dari The Oxygen Project, beberapa contoh penggunaan teknologi untuk menjaga laut secara global, antara lain:

1. Proyek the Ocean Clean Up

Digagas oleh pemuda berusia 20 tahun, Boyan Slat, proyek ini berupaya membersihkan 90 persen sampah plastik dari lautan pada 2040. The Ocean Cleanup menggunakan Interceptor 001, yng merupakan tabung berbentuk U besar sepanjang 600 meter yang mengapung di lautan.

Pada tabung tersebut, terpasang jaring sedalam tiga meter yang berfungsi menangkap sampah-sampah plastik yang ada di laut, mulai dari jala bekas seberat ribuan ton hingga keping mikroplastik. Alat yang diluncurkan pada September 2018 ini bergerak mengarungi lautan dan mengumpulkan sampah plastik dengan memanfaatkan gerakan alami ombak.

“Mengapa harus melewati lautan, jika ombak dapat membantu? Saya datang dengan sistem pasif penghalang yang dipasang ke dasar laut. Penghalang ini berfungsi untuk menangkap sampah terlebih dahulu, kemudian sistem akan mengekstrasi sampah plastik secara efisien," ujar Slat.

Pada Juni 2019, Boyan beserta 90 ilmuwan dan teknisi yang tergabung dalam The Ocean Cleanup melakukan sejumlah pemutakhiran hingga melahirkan Interceptor 001/B. Boyan pun kini tengah bersiap untuk meluncurkan Interceptor 002 yang diharapkan dapat mengumpulkan sampah platik dalam volume yang lebih banyak lagi.

2. Sensor pada jaring

Setiap tahun, jutaan ikan mati dibuang kembali ke laut. Ikan-ikan ini mati akibat stress karena terlalu muda ketika ditangkap.

Sebuah teknologi pun muncul dari kemitraan antara ilmuwan dan perusahaan perikanan di Selandia Baru. Precision Seafood Harvesting menggunakan jaring berteknologi tinggi yang dapat mengidentifikasi dan menangkap spesies ikan tertentu.

Pemanfaatan teknologi ini, lebih aman bagi ekosistem laut daripada menggunakan jaring tradisional yang menangkap segala sesuatu yang menghalangi jalannya. Selain itu, ada pula perusahaan lain, Safety Net Technologies.

Safety Net Technoloies menghadirkan jaring dengan sensor khusus untuk memastikan tidak ada spesies laut lain yang terjebak dalam jaring ikan. Dengan begitu, proses mencari ikan akan menyebabkan lebih sedikit kerusakan pada dasar laut.

3. Robot laut

Selama bertahun-tahun, para ilmuwan telah menggunakan mesin mirip robot untuk menjelajahi kedalaman lautan yang tidak bisa dilalui manusia. Kini, para ilmuwan juga dapat mengontrol robot di atas air dan mengirimkannya dengan lampu, sensor, dan alat untuk membawa kembali sampel, mengambil foto, hingga menjelajahi dasar laut serta makhluk yang hidup di kedalaman.

Contohnya, adalah Wave Glider SV3, robot otonom bertenaga surya yang dibuat oleh usaha rintisan Liquid Robotics. SV3 adalah versi terbaru dari SV2 asli, dengan menggunakan pasokan energi laut yang tak ada habisnya sebagai penggerak untuk mengumpulkan data selama misi selama satu tahun.

Keduanya memiliki Wi-Fi dan kapasitas penyimpanan data dalam jumlah besar. “Dengan memberikan kemampuan untuk menyebarkan Wave Gliders di sebagian besar planet dan mengirimkan data laut dengan cara yang baru dan hemat biaya, akan memungkinkan akses luas ke eksplorasi laut yang terjangkau,” kata Bill Vass selaku CEO Liquid Robotics. Menurutnya, dengan begitu para pengguna SV3 akan memiliki keunggulan kompetitif untuk menangkap data dalam kondisi laut yang paling menantang.

 

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat