Warga membersihkan gabah dari jerami saat mencari gabah sisa panen di persawahan Desa Hadipolo, Kudus, Jawa Tengah, Selasa (9/3/2021). | ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho

Tajuk

Menyoal Impor Beras

Harga beras akan mengganggu upaya pemerintah untuk membangkitkan ekonomi pada tahun ini.

Dalam sepekan terakhir ini, rencana Perum Bulog mengimpor beras sebanyak satu juta ton menjadi perdebatan. Impor tersebut akan direalisasikan Bulog tahun ini. 

Tujuannya adalah memenuhi cadangan beras pemerintah yang saat ini berada di kisaran 800 ribu ton. Padahal, stok beras di Bulog minimal di angka satu juta sampai 1,5 juta ton. Penugasan impor beras Bulog diputuskan berdasarkan hasil rapat koordinasi terbatas di level Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian beberapa waktu lalu. 

Penolakan terhadap rencana impor beras sebanyak satu juta ton tersebut dilakukan oleh para petani dan asosiasinya. Kementerian Pertanian yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan petani, juga termasuk yang meyakini instansi lain di pemerintah bahwa produksi beras di dalam negeri akan cukup pada tahun ini.

 
Para petani menolak karena impor beras akan merusak harga. Ketika impor beras masuk, apalagi menjelang panen, maka harga beras akan jatuh. 
 
 

Para petani menolak karena impor beras akan merusak harga. Ketika impor beras masuk, apalagi menjelang panen, maka harga beras akan jatuh. Harga beras yang anjlok akan merugikan petani. Pendapatan petani hancur-lebur. 

Parahnya bisa saja biaya produksi yang dikeluarkan petani tidak bisa ditutupi dari harga jual. Walaupun untuk komoditas beras ada Bulog yang bertugas sebagai lembaga penyangga, membeli beras petani di harga patokan produksi (HPP) saat harga beras di petani anjlok.

Sementara itu, bagi Kemenko Perekonomian, pemerintah perlu menjaga stok beras di dalam negeri supaya aman. Pemerintah tidak ingin stok beras terbatas, apalagi sampai tidak mencukupi. Karena produksi beras yang terbatas akan membuat harga melambung. Kenaikan harga beras akan sangat meresahkan masyarakat.

Beras tidak seperti komoditas yang lain. Karena beras makanan utama, saat harga beras naik masyarakat tidak mempunyai pilihan untuk berpindah ke komoditas lain. Berbeda dengan komoditas, seperti telur, daging ayam, cabai, atau yang lainnya. Saat komoditas di luar beras naik, masyarakat masih bisa untuk menahan mengonsumsinya atau coba menyubtitusi dengan komoditas lain.

 
Harga beras yang tinggi, juga diyakini akan mengganggu upaya pemerintah untuk membangkitkan ekonomi pada tahun ini. 
 
 

Harga beras yang tinggi, juga diyakini akan mengganggu upaya pemerintah untuk membangkitkan ekonomi pada tahun ini. Sebab, dengan harga beras yang tinggi akan memukul daya beli masyarakat. Sedangkan, daya beli masyarakat pun belum pulih akibat hantaman wabah korona, yang melanda Indonesia lebih dari satu tahun terakhir. 

Karena itu, kita mendesak pemerintah untuk memutuskan rencana impor beras ini dengan matang. Dengan menggunakan parameter yang jelas. Dengan data-data yang terukur. Apakah impor beras benar-benar mendesak dilakukan tahun ini.  Atau rencana impor tersebut dibatalkan saja asalkan mempunyai jaminan bahwa produksi beras tahun ini benar-benar mencukupi.

Jika kita coba membaca data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras nasional sepanjang tahun 2020, naik 21,46 ribu ton beras, dibanding pada 2019. Potensi produksi beras periode Januari–April 2021 diperkirakan, mencapai 14,54 juta ton beras atau mengalami kenaikan sebesar 3,08 juta ton (26,84 persen), dibandingkan produksi beras tahun sebelumnya sebesar 11,46 juta ton. Namun, menurut Kepala BPS, Suhariyanto, potensi Februari sampai April bisa saja berubah.

Potensi peningkatan produksi beras tersebut semoga saja tidak hanya terjadi pada musim panen Januari sampai April. Produksi beras nasional selama tahun 2021 tidak bisa diukur hanya dari produksi beras di empat bulan pertama tahun ini. Namun, peningkatan produksi beras terjadi sepanjang tahun sehingga persediaan beras di dalam negeri tercukupi dan impor beras tidak perlu dilakukan.

 
Apabila kita memang benar-benar ingin merealisasikan impor beras tahun ini, harus dipersiapkan dengan matang dan jauh-jauh hari.
 
 

Walaupun begitu, harapan tinggi tersebut bisa saja pupus ketika melihat data yang dimiliki oleh Kemenko Perekonomian bahwa saat ini tujuh provinsi mengalami defisit beras. Artinya, persediaan beras dalam negeri belum sepenuhnya aman. Apalagi, kita juga pernah mengalami krisis harga beras pada Desember 2017 sampai Maret 2018. Kala itu produksi beras nasional tidak mencukupi, sedangkan impor membutuhkan waktu untuk tiba sehingga harga beras tidak terkendali.

Apabila kita memang benar-benar ingin merealisasikan impor beras tahun ini, harus dipersiapkan dengan matang dan jauh-jauh hari. Sebab, negara penghasil beras, seperti Thailand dan Vietnam, menutup keran ekspor berasnya demi memenuhi kebutuhan dalam negeri pascapandemi. Dan yang lebih penting lagi, beras impor tersebut tidak boleh masuk ketika masa panen petani. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat