Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menunjukkan barang bukti hasil penyelidikan saat konferensi pers di Jakarta, Senin (28/12). Konferensi pers tersebut membahas perkembangan penyelidikan dan temuan barang bukti di lapangan oleh Komnas HAM pada peristiwa t | Republika/Putra M. Akbar

Kabar Utama

Enam Almarhum Laskar FPI Tersangka, Lalu Kasusnya Disetop

Kejakgung menegaskan bahwa SP3 kasus enam laskar FPI itu wewenang polisi.

JAKARTA — Mabes Polri mengumumkan penetapan tersangka terhadap sejumlah laskar Front Pembela Islam (FPI) yang ditembak mati oknum kepolisian di Kilometer (Km) 50 Tol Jakarta-Cikampek, Karawang, Desember 2020. Langkah ini dikhawatirkan jadi jurus berkelit kepolisian dari pelaksanaan rekomendasi Komnas HAM terkait peristiwa tersebut.

Penetapan tersangka itu mula-mula disampaikan Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian pada Selasa (3/3) dalam gelar perkara. Dia menyatakan, pihaknya telah menetapkan enam almarhum laskar FPI sebagai tersangka dalam kasus bentrokan dengan pihak kepolisian. 

Bareskrim Polri kemudian melimpahkan berkas perkara tersebut kepada Kejaksaan. Nantinya, Andi Rian menyebut, jaksa peneliti ikut menimbang perihal penghentian atau tidaknya kasus tersebut. 

"Sudah ditetapkan tersangka. Kan itu juga tentu harus diuji. Makanya kami ada kirim ke jaksa biar jaksa teliti," kata Andi Rian, saat dikonfirmasi awak media, Rabu (3/3) kemarin. 

Aparat membuntuti rombongan pemimpin FPI Habib Rizieq Shihab (HRS) pada 6 Desember 2020 dari Sentul, Bogor. Pembuntutan disebut terkait penelusuran kasus terjadinya kerumunan yang melibatkan HRS.

Pembuntutan itu berujung saling senggol kendaraan kepolisian dengan kendaraan pengawal HRS di jalan tol. Dengan klaim adanya penyerangan terhadap petugas, kepolisian melepaskan tembakan yang menewaskan dua laskar dalam pengejaran.

Kepolisian kemudian meringkus empat lainnya di rest area Km 50 Tol Jakarta-Cikampek pada dini hari 7 Desember 2020. Keempatnya lalu tewas ditembak saat hendak dibawa ke kantor polisi. Aparat berdalih pembunuhan itu dipicu perlawanan pihak yang ditahan. Namun, Komnas HAM menyimpulkan bahwa penembakan itu merupakan pelanggaran HAM berat dan para petugas yang terlibat harus diseret ke pengadilan.

Selepas penetapan tersangka terhadap para korban kemarin menimbulkan polemik, Bareskrim Polri resmi menghentikan penyidikan kasus tersebut. Dengan demikian, seluruh penyidikan perkara dan status tersangka pada enam almarhum laskar FPI tersebut sudah tidak berlaku di mata hukum.

photo
Anggota tim penyidik Bareskrim Polri memperagakan adegan saat rekonstruksi kasus penembakan enam anggota laskar Front Pembela Islam (FPI) di Karawang, Jawa Barat, Senin (14/12/2020) dini hari. Rekonstruksi tersebut memperagakan 58 adegan kasus penembakan enam anggota laskar FPI di tol Jakarta-Cikampek KM 50 pada Senin (7/12/2020) di empat titik kejadian perkara. - (ANTARA FOTO/M Ibnu Chazar)

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono menjelaskan, penghentian kasus ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 109 KUHP karena tersangka sudah meninggal dunia. "Kasus penyerangan di Tol Jakarta-Cikampek dihentikan. Dengan demikian, penyidikan serta status tersangka sudah gugur," kata Argo dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Kamis (4/3).

Namun, di sisi lain, terkait dengan kasus ini, Argo menyebut, aparat kepolisian sudah menerbitkan laporan polisi (LP) soal dugaan adanya unlawful killing alias pembunuhan di luar proses hukum di kasus penyerangan laskar FPI tersebut. Setidaknya ada tiga polisi dari jajaran Polda Metro Jaya yang sudah berstatus terlapor. 

Penerbitan laporan ini tampaknya dari instruksi Kapolri Jendral Listyo Sigit Prabowo untuk menjalankan rekomendasi dan temuan dari Komnas HAM. “Rekomendasi dan temuan Komnas HAM, kami sudah jalankan. Saat ini masih terus berproses," ujar Argo.

Hal senada juga disampaikan oleh Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Rusdi Hartono. Menurut dia, tiga anggota polisi yang sudah berstatus sebagai terlapor sebagai tindak lanjut dari rekomendasi Komnas HAM yang telah melakukan investigasi independen. 

Tentunya, Rusdi menyebut, anggota yang berstatus akan melalui mekanisme, melalui sidang etik, dan saat ini proses masih berjalan. "Anggota diberhentikan itu harus melalui proses. Sementara ini masih dilakukan proses oleh Propam dan tentunya oleh Dittipidum," ujar Rusdi menegaskan. 

Wakil Ketua Lembaga Pengawasan dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) Kurniawan Adi Nugroho menyoroti keputusan Bareskrim Polri menetapkan enam mendiang laskar FPI tersebut. Penetapan tersangka tersebut dianggap hanya untuk melempar bola api ke kejaksaan. "Semua penegak hukum paham bahwa perkara otomatis akan dihentikan jika tersangkanya meninggal," kata Kurniawan saat dikonfirmasi, Kamis (4/3).

Lebih lanjut, Kurniawan menilai, penyidik sempat tidak ingin surat penghentian penyidikan perkara (SP-3) dikeluarkan oleh mereka. Permasalahannya, kata Kurniawan, apakah penetapan tersangka itu sah, jika para tersangka tidak pernah diperiksa sebagai saksi? "Dan bagaimana dengan rekomendasi Komnas HAM yang menyatakan ada indikasi unlawfull killing terhadap empat orang anggota FPI yang juga tersangka itu?" tanya Kurniawan.

Kurniawan menaruh curiga, pemaksaan penetapan tersangka itu untuk memberikan jalan keluar agar rekomendasi Komnas HAM tidak dilanjutkan. Yaitu dengan membangun logika polisi menembak dalam rangka menjalankan perintah jabatan.

photo
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam (kiri), Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Brigjen Pol Andi Rian Djajadi (kanan) membuka barang bukti hasil penyelidikan saat konferensi pers di gedung Komnas HAM, Jakarta, Selasa (16/2). Komnas HAM menyerahkan barang bukti sebanyak 16 item terkait tewasnya enam laskar Front Pembela Islam (FPI) antara lain proyektil peluru, serpihan mobil, rekaman video dari Jasa Marga serta foto dari pihak FPI kepada Bareskrim Polri. - (Republika/Thoudy Badai)

Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) juga menilai penetapan tersangka kemarin berbahaya dan harus dihentikan. “Agar tidak semakin merusak prinsip negara hukum dan tidak membuat masyarakat makin tidak percaya hukum," ujar Ketua Bidang Advokasi YLBHI, Muhammad Isnur, dalam keterangan tertulis, Kamis (4/3).

Isnur mengatakan, YLBHI memandang penetapan tersangka tersebut sangat aneh dan bertentangan dengan pengaturan dan prinsip hukum acara pidana. "Pasal 77 KUHP menyebutkan 'kewenangan menuntut pidana hapus, jika tertuduh meninggal dunia'. Jika mengikuti 'permainan' kepolisian dalam kasus enam orang FPI, seharusnya kepolisian juga meneruskan kasus Soeharto dan lain-lain," ungkap dia.

Syuhada, ayahanda almarhum Faiz Ahmad Syukur, salah satu korban penembakan, menyatakan kebingungan dengan tindakan kepolisian menetapkan almarhum anaknya sebagai tersangka. “Bingung karena orang meninggal kok jadi tersangka? Pasalnya apa? Itu kan untuk orang yang masih hidup. Itu mah terserah mereka, atur saja sendiri, mau gimana pun terserah,” kata Syuhada saat dikonfirmasi, Kamis (4/3).

Hal yang jelas, Syuhada menyebut, dia sudah bermubahalah alias menjalankan sumpah keberatan. Dia mengingatkan bahwa Allah adalah hakim yang Mahaadil dan tidak pernah tidur.

photo
Anggota keluarga korban laskar FPI saat tiba di Gedung Komnas HAM, Jakarta, Senin (21/12/2021). Kedatangan Anggota keluarga laskar FPI tersebut dalam rangka mencari keadilan atas bentrokan yang terjadi di Tol Jakarta-Cikampek Km 50 antara Polisi dan Laskar FPI yang menewaskan enam anggota Laskar FPI. - (Republika/Thoudy Badai)

Kejakgung: SP3 Wewenang Polisi

Kejaksaan Agung menyerahkan sepenuhnya kepada Polri untuk melanjutkan ataupun menghentikan penyidikan dugaan penyerangan anggota kepolisian yang dilakukan laskar FPI. Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Leonard Ebenezer mengatakan, tim penuntutan pada Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) hanya menunggu kepastian dari hasil penyidikan atas insiden yang berujung pada penembakan mati enam anggota pengawal Habib Rizieq Shihab tersebut.

“Kewenangan (melanjutkan atau penghentian) ada pada pihak penyidik di kepolisian,” kata Ebenezer kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Jakarta, pada Kamis (4/3).

Ebenezer mengatakan, sampai hari ini belum ada pernyataan resmi dari Polri kepada Jampidum di Kejakgung menyangkut kelanjutan atau penghentian kasus yang terjadi di Tol Jakarta-Cikampek (Japek) KM 50, Desember 2020 tersebut. Namun Ebenezer menerangkan, sebetulnya terkait kasus itu, Bareskrim Polri sudah pernah menyampaikan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Jampidum pada 20 Desember 2020.

SPDP tersebut terkait dengan penetapan status hukum enam anggota laskar FPI yang ditembak mati oleh anggota kepolisian. Mengacu proses penyidikan, SPDP tersebut semestinya berlanjut dengan pelimpahan berkas ke penuntutan di Jampidum. Akan tetapi, 30 hari setelah penerbitan SPDP tersebut, Mabes Polri tak memberikan kabar lanjutan penyidikan kasusnya.

photo
Dua komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara (kedua kanan), dan Aminudin (kanan) berbicara dengan polisi di sela pemeriksaan tiga mobil yang dikendarai polisi dan enam laskar FPI dalam kasus penembakan anggota FPI di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (21/12/2020). - (ADITYA PRADANA PUTRA/ANTARA FOTO)

Atas alasan itu Jampidum-Kejakgung pada 19 Januari 2021 menerbitkan P.17 atau Permintaan Perkembangan Kasus ke Bareskrim Polri. “P-17 itu untuk menanyakan kepada penyidik (Polri) tentang perkembangan kasus tersebut,” terang Ebenezer.

Meskipun begitu, sampai saat ini, P.17 Jampidum ke Bareskrim Polri itu tak ada kelanjutan. “Oleh sebab itu, selanjutnya kewenangan itu, ada di kepolisian,” terang Ebenezer.

Bareskrim Mabes Polri pada Kamis (4/3) resmi menghentikan penyidikan dugaan penyerangan terhadap anggota kepolisian yang dilakukan oleh enam anggota Laskar FPI. Penghentian penyidikan tersebut setelah Bareskrim Polri pada Rabu (3/3) menerangkan status tersangka terhadap enam anggota laskar tersebut.

Meskipun dihentikan, namun Mabes Polri mengatakan tetap akan melanjutkan irisan lain kasus tersebut, yang terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Juru Bicara Mabes Polri Irjen Argo Yuwono mengatakan, penyidikan pelanggaran HAM yang dilakukan anggota kepolisian tetap berjalan.

Saat ini, kata dia, sudah ada laporan kepolisian (LP) atas dugaan pelanggaran HAM unlawfull killing terkait kasus enam laskar FPI tersebut. Sudah tiga anggota kepolisian yang berstatus terlapor terkait pelanggaran HAM tersebut.

Desakan untuk mengungkap pelanggaran HAM dalam tewasnya enam anggota laskar FPI tersebut sesuai dengan rekomendasi dari hasil penyelidikan Komnas HAM.  “Rekomendasi dan temuan Komnas HAM kami sudah jalankan. Saat ini, masih terus berproses,” kata Argo, Kamis (4/3). 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat