Pengunjuk rasa melanjutkan aksi menolak pemilihan umum ulang dan memohon dukungan Indonesia bagi rakyat Myanmar di depan Kedubes RI di Yangon, Jumat (26/2/2021). | EPA-EFE/LYNN BO BO

Kisah Mancanegara

Aparat Myanmar Brutal, Korban Bertambah

Bentrokan diwarnai kekerasan pecah di jalanan pusat komersial Yangon setelah aparat bertindak brutal.

OLEH FERGI NADIRA

Aparat keamanan di Myanmar kian keras menindak para pengunjuk rasa yang menolak kudeta militer di negara tersebut. Jumlah korban meninggal akibat penindakan aparat juga dilaporkan terus bertambah.

Pada Kamis (25/2) malam, aparat kepolisian menindak dan membubarkan secara paksa protes di Yangon. Bentrokan yang diwarnai kekerasan pecah di jalan-jalan pusat komersial Yangon setelah sejumlah loyalis militer menyerang pengunjuk rasa. 

Beberapa orang dipukuli oleh sekelompok pria yang beberapa diketahui bersenjata pisau, sementara beberapa yang lainnya menembakkan ketapel dan melemparkan batu. Video dari saksi mata menunjukkan, setidaknya dua orang ditikam.

Saksi mata mengatakan, dalam insiden terpisah, polisi antihuru-hara menembakkan gas air mata ke lingkungan Tamwe di Yangon untuk membubarkan kerumunan yang memprotes kudeta. Warga sekitar juga mengatakan, mereka mendengar tembakan berulang-ulang dan bahwa polisi tetap berada di beberapa bagian distrik sampai sekitar pukul Jumat (26/2) pukul 02.00 dini hari.

"Kami benar-benar ketakutan," kata salah seorang warga yang meminta namanya tidak disebutkan dikutip laman Channel News Asia, Jumat (26/2). Pendukung Aung San Suu Kyi mengunggah di media sosial bahwa mereka berencana mengadakan protes lagi di Tamwe pada Jumat pagi. 

Aksi kemarin menandai dua pekan gerakan massa menolak kudeta militer yang terjadi pada 1 Februari lalu. Pihak militer Myanmar alias Tatmadaw kala itu menculik dan menahan sejumlah pimpinan sipil, termasuk Kanselir Negara Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint.

Militer berdalih melakukan kudeta karena pemilihan umum pada November 2020 lalu tak sah. Pemilihan umum itu berhasil menempatkan partai yang dipimpin Suu Kyi, yakni Liga Nasional Demokratik (NLD), sebagai peroleh mayoritas kursi di parlemen yang berpuluh tahun dikuasai militer.

Rakyat berunjuk rasa menuntut para pimpinan sipil dibebaskan serta hasil pemilu diakui. Belakangan, aksi juga menyasar Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Yangon karena kabar yang menyebut Indonesia mendukung pemilihan ulang yang akan dilakukan militer. Kabar itu dibantah Kementerian Luar Negeri Indonesia.

Panglima Militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing yang ditunjuk sebagai pimpinan sementara Myanmar mengatakan, pihak berwenang menggunakan kekuatan minimal.  Namun, media independen Myanmar, Irrawady, melansir sebanyak enam pengunjuk rasa antikudeta telah meninggal. 

Perinciannya, pada Sabtu (20/2), penggerebekan aparat keamanan di Mandalay menyebabkan 2 orang meninggal dan 25 orang terluka parah. Di antara yang ditembak mati adalah Ko Wai Yan Tun (16 tahun) dan Ko Thet Naing Win (36). 

Pada malam harinya, Ko Tin Htut Hein juga ditembak mati. Sehari sebelumnya, Ma Mya Thwet Thwet Khine, seorang mahasiswa yang ditembak sepekan sebelumnya, mengembuskan napas terakhirnya.

photo
Pendukung militer menodongkan benda tajam ke pendemo anti-kudeta di Yangon, Kamis (25/2/2021). - (Reuters/Stringer)

Pada Ahad (21/2), aparat menyerahkan jenazah Ko Kyi Soe (48) kepada keluarganya. Pria itu meninggal dengan luka di kepala. Kemudian, pada Rabu (24/2), Ko Yarzar Aung (26) meninggal di rumah sakit militer setelah sebelumnya ditembak di kaki. Dr Aye Nyein Thu dari sebuah LSM di Mandalay menyatakan, ia tak diberi izin mengobati Ko Yarzar sebelum yang bersangkutan berpulang.

Polisi Myanmar juga dilaporkan telah menahan seorang jurnalis lepas Jepang yang meliput aksi unjuk rasa di Yangon pada Jumat (26/2). Ini adalah penahanan pertama seorang jurnalis asing sejak kudeta militer.

Jurnalis bernama Yuki Kitazume yang pernah bekerja di Nikkei itu ditangkap pada Jumat (26/2) pagi waktu setempat. "Menurut saksi, kepalanya dipukuli, tapi dia memakai helm sehingga tidak terlalu membahayakan. Saya telah menghubungi kedutaan dan belum mendengar lebih banyak informasi," kata kolega Kitazumi, Linn Nyan Htun, dalam unggahannya di Facebook.

"Saya tidak menyaksikannya, tetapi saya menerima pesan darinya melalui aplikasi pesan sekitar pukul 11.30 bahwa dia ditangkap. Setelah itu, saya kehilangan koneksi dengannya," katanya kepada Reuters melalui telepon.

Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Katsunobu Kato mengatakan pada konferensi pers reguler bahwa Jepang masih mencoba untuk mengonfirmasi fakta tersebut. Hingga kini, polisi Myanmar tidak membalas permintaan komentar lewat telepon. Ponsel Kitazumi yang tercantum di situs perusahaan juga tidak dapat dijangkau. 

 Peran Indonesia

Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi telah melakukan lobi ke berbagai negara, terutama di Asia Tenggara, untuk ikut menyelesaikan krisis politik di Myanmar. Upaya terkini, ia telah menemui menlu Myanmar untuk menyampaikan sikap Indonesia dan meminta suara warga Myanmar didengarkan.

Terkait dengan hal itu, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan, mantan wakil presiden Jusuf Kalla (JK) atau mantan menteri luar negeri Hassan Wirajuda bisa melakukan backdoor diplomacy untuk meredakan situasi di Myanmar. 

Rektor Universitas Jenderal A Yani itu mengatakan, keduanya memiliki pengalaman yang sangat luas dalam bidang perdamaian, pemerintahan, dan proses demokratisasi. Keduanya, lanjut dia, merupakan tokoh di Indonesia dan kemungkinan besar dapat diterima oleh pihak-pihak yang bertikai di Myanmar, yaitu pemerintahan kudeta dan elemen masyarakat di sana. "Di samping itu, kedua tokoh ini memiliki kredibilitas dan pengakuan secara internasional," ujar dia.

 
 
photo
Pengunjuk rasa memohon Indonesia tak berpihak pada junta militer di depan Kedubes RI di Yangon, Kamis (25/2/2021). - (EPA-EFE/LYNN BO BO)

Ia merasa Menlu Retno memang telah melakukan berbagai upaya terkait situasi di Myanmar. Namun, upaya itu disalahpahami elemen masyarakat di Myanmar yang memprotesnya hingga mendemo KBRI di Yangon. 

“Elemen masyarakat mengkhawatirkan kehadiran Menlu sebagai pengakuan terhadap pemerintahan kudeta”, ujar Hikmahanto. Ia mengatakan, upaya-upaya tentu tetap harus dilakukan, tetapi dengan mengubah strategi, yaitu melakukan diplomasi pintu belakang.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat