Seorang pengunjung melakukan transaksi pembayaran melalui aplikasi uang elektronik | ANTARA FOTO

Khazanah

Hukum Bertransaksi dengan Uang Elektronik 

Ada banyak warung, toko, gerai, pasar, bahkan kantin makan yang bersedia dibayar menggunakan uang elektronik.

OLEH ALI YUSUF

Bertransaksi dengan uang elektronik bukan hal asing lagi pada masa kini. Uang elektronik sering juga  disebut e-money yang merupakan singkatan  dari electronic money. Terkadang juga disebut  sebagai uang digital karena wujudnya bukan lagi berupa lembaran kertas yang  dicetak, melainkan berupa angka di bit-bit di komputer.

"Uang elektronik sering pula  disebut dengan electronic cash, digital money, digital cash, electronic currency, ataupun digital currency," kata ulama fikih Ustaz Ahmad Sarwat dalam bukunya, Halal Haram E-Money.

Lebih lanjut, Pendiri Rumah Fiqih Indonesia ini mengatakan, pada masa sekarang ini  penggunaan e-money semakin marak. Bukan sekadar gaya-gayaan, melainkan juga karena faktor kepraktisan sekaligus keamanan. Namun, ada satu faktor lagi sehingga penggunaan e-money lantas menjadi semacam tren. Faktor yang dimaksud adalah karena banyaknya diskon menarik yang ditawarkan pihak yang menerbitkannya.  

Selain itu, Ustaz Sarwat menambahkan, saat ini banyak warung, toko, gerai, pasar, bahkan kantin makan yang bersedia dibayar menggunakan uang elektronik dan menawarkan potongan harga atau diskon yang membuat semua orang tertarik. Ada yang memberi diskon 10 persen, 20 persen, 30 persen, bahkan sampai 50 persen. 

"Kalau bayar pakai uang tunai atau cash, malah tidak dapat potongan. Sedangkan, bayar  dengan e-money, potongannya menguntungkan," katanya.

Terkait hukum bertransaksi dengan uang elektronik, Ustaz Sarwat berpendapat, hal itu tidak melanggar syariat. Artinya, tidak haram. 

Menurut dia, penggunaan uang elektronik berbeda dengan penggunaan kartu debit atau kartu  kredit di mana penggunaannya sama sekali tidak memerlukan proses otorisasi, seperti halnya pemakaian pin atau tanda tangan. 

"Alasannya, karena e-money tidak berkaitan langsung dengan rekening nasabah yang ada di bank," katanya.

Penggunaan dari e-money, lanjut dia menambahkan, juga tidak membebankan pembayarannya pada rekening bank, seperti halnya kartu kredit atau kartu debit.

"Sebagaimana prepaid yang lain, kita bisa melakukan isi ulang atau sering disebut dengan top-up," katanya.

Ustaz Sarwat juga menegaskan, transaksi dengan uang elektronik bukanlah akad qardh atau meminjamkan uang, juga bukan titip uang atau deposit sebagaimana dikatakan haram oleh sebagian pendapat. Transaksi menggunakan uang elektronik merupakan akad tukar uang. 

"Isi ulang top up ini sebenarnya lebih  tepat diposisikan sebagai akad tukar uang, alias sharf," katanya.

Artinya, uang kita yang berupa uang  kertas itu, kita tukar dengan uang berbentuk data elektronik alias e-money. Hal ini, kata Ustaz Sarwat, sama dengan ketika kita mau pergi umrah ke Saudi, sebelum berangkat kita tukar uang  di  money changer. Di situ, uang rupiah kita ditukar menjadi uang riyal.

"Keluar dari money changer, kita tetap pegang uang. Di money changer itu, kita tidak meminjamkan uang dan juga tidak  titip uang, tetapi kita menukar uang," ujarnya.

Karena itu, ketika kita isi ulang, yang kita lakukan sebenarnya bukan meminjamkan uang, melainkan tukar uang. Kertas ditukar data digital. Maka, akadnya terbebas dari keharaman cashback. "Sesederhana itu sebenarnya, kalau kita  paham akadnya, maka kita tidak grasa-grusu haramkan segala sesuatu."

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat