Warga menunggu air surut saat banjir melanda kawasan permukiman di Petogogan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (5/10/2020). Banjir tersebut terjadi akibat meluapnya Kali Krukut. | SIGID KURNIAWAN/ANTARA FOTO

Kisah Dalam Negeri

Normalisasi Kali Krukut Sangat Genting

Kali Krukut merupakan penyebab banjir yang merugikan masyarakat hingga miliaran rupiah.

Banjir kembali menerjang Kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (20/1) lalu. Peristiwa yang menyebabkan kerugian miliaran rupiah itu terjadi karena luapan air dari Kali Krukut, sungai yang kian hari kian menyempit.

Banjir di kawasan yang masuk wilayah Kelurahan Bangka, Kecamatan Mampang Prapatan, itu menggenang dengan ketinggian sekitar 1,5 meter pada Sabtu lalu. Dua titik di antaranya adalah Jalan Kemang Raya dan Jalan Kemang Selatan VIII. Puluhan toko, rumah, restoran, dan mobil terendam.

Camat Mampang Prapatan, Djaharuddin, mengatakan, di sekitaran Jalan Kemang Raya itu terdapat puluhan tempat usaha yang terendam. Namun, jika secara kelurahan di Kawasan Kemang, kata dia, terdapat ratusan rumah yang terdampak.

"Kerugian akibat banjir di Kemang itu bisa mencapai miliaran Rupiah," kata Djaharuddin ketika ditemui di Kawasan Kemang, Senin (22/2).

Menurut Djaharuddin, banjir di Kawasan Kemang, terutama di Jalan Kemang Raya, terjadi karena meluapnya Kali Krukut. Luapan terjadi karena tingginya intensitas hujan dan adanya kiriman air dari kawasan hulu sungai.

Kepala Suku Dinas Sumber Daya Air (SDA) Jakarta Selatan Mustajab, mengatakan, selain tingginya curah hujan, luapan terjadi karena luas Kali Krukut  yang semakin sempit. Begitu juga kedalamannya yang kian hari kian dangkal.

Kali Krukut adalah sungai sepanjang kurang dari 40 km yang mengalir dari Situ Citayam, Bogor, Depok, Jagakarsa, Cilandak, Pasar Minggu, Kemang, Mampang Prapatan, Gatot Subroto, Setiabudi, Tanah Abang, Pecinan Glodok. Kemudian bercabang di bawah Jembatan Toko Tiga Pancoran, melewati Pertokoan Gloria sampai di Bawah Jembatan Harco, hingga berakhir di Banjir Kanal Barat (menyatu dengan Kali Ciliwung).

Awalnya Kali Krukut merupakan sungai yang bersih dan menjadi tujuan wisata di bawah pemerintahan Belanda. Tetapi kemudian karena padatnya pemukiman penduduk dan kurangnya pengelolaan sungai, airnya berubah menjadi kehitaman dan penuh sampah, serta meluap saat banjir.

Kali Krukut bagian hilir menjadi penyebab utama banjir Jakarta yang tercatat sejak 1890. Setelah pelebaran hingga pelurusan alur bertahap selama puluhan tahun, separuh bagian hilir sungai itu jinak. Namun, di separuh lagi bagian hilirnya yang belum tersentuh penataan masih liar.

Pada Agustus 2016, kawasan elite sekaligus ikon Jakarta Selatan, Kemang, terendam luapan Kali Krukut. Tembok pembatas kali bekas Hotel Grand Kemang jebol. Sejumlah kafe dan toko eksklusif serta ribuan rumah warga terendam. Genangan dan luapan Kali Krukut masih kerap terjadi dari Kebalen hingga Pondok Labu di Jakarta Selatan.

Hingga sekitar 1970, Kali Krukut masih lebar, sekitar 25 meter, dan dalam, sehingga kalau mau menyeberang orang harus berenang dan juga sampai menyelam. Aliran Kali Krukut saat itu merupakan sumber pengairan pertanian dan empang. Bantaran Kali Krukut sebelum 1970-an di area Petogogan merupakan hamparan sawah, kebun, dan empang. Kawasan ini tidak dihuni karena dijadikan daerah larinya air.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Sudin SDA Jakarta Selatan (sudinsdajakartaselatan)

Setelah itu, bantaran Kali Krukut banyak ditimbun dan dibangun kontrakan seiring semakin banyaknya pendatang di Jakarta. Pada tahun 2012 Kali Krukut, termasuk di Petogogan, seluruhnya dipadati sampah rumah tangga. Berkat program pembersihan sungai Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, pada tahun 2017, Kali Krukut di Petogogan lebarnya menjadi tidak lebih dari 3 meter, tetapi aliran airnya lancar dan bersih tanpa sampah padat.

Kali Krukut berhulu di Situ Citayam, Depok, Jawa Barat, dan berakhir di Karet saat aliran Krukut bertemu dengan aliran Banjir Kanal Barat. Aliran Kali Krukut bisa sangat deras karena pengaruh topografinya.

Total panjang keseluruhan 84,4 kilometer dengan panjang kali utama (yang besar) 30-an kilometer, dengan kondisi pada tahun 2017 di beberapa titik sangat parah, sehingga ada yang lebarnya hanya 1,5 meter (menurut Iskandar, Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane/BBWSCC).

Selepas dari Petogogan, Kali Krukut meliuk masuk daerah Kuningan menyeberang di bawah Jalan Gatot Subroto. Dari sini, Jembatan Kebalen VII, kondisi Kali Krukut membaik. Badan kali yang semula 3-5 meter melebar hingga 15-20 meter.

Kali yang dulunya berkelok kini lurus lebar. Hilangnya liukan Kali Krukut terjadi karena adanya normalisasi pada era Gubernur Ali Sadikin, 1966-1977, di mana dulu berkelok-kelok, lalu ada pulau-pulau kecil di tengah Krukut ini, setelah kelokan dipotong, pulau-pulau ikut hilang.

Sebenarnya Kali Krukut tak berakhir di Kanal Barat. Di Pintu Air Karet, Tanah Abang, kali Krukut sempat menghilang karena bermuara ke Kanal Barat dan menyatu dengan Sungai Ciliwung. Sekitar 300 meter dari pertemuan arus itu, tepatnya setelah Pintu Air Kanal Barat, di Kelurahan Kebon Melati, muncul lagi kali kecil yang lebih mirip got selebar 3 meter dan dikenal sebagai "Krukut Lama" atau "Krukut Bawah".

Krukut Bawah mengular sepanjang 31,4 kilometer, menyatu dengan Kali Pakin di Kelurahan Krukut, Jakarta Barat, lalu masuk ke aliran Kali Besar dan akhirnya bermuara di Pintu Air Pasar Ikan.

Hingga kawasan perkulakan Tanah Abang, aliran Kali Krukut Bawah kecil dan dangkal. Di kanan-kirinya dipenuhi bangunan rumah. Ada bangunan yang dibangun di atas aliran kali.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Dinas SDA DKI Jakarta (dinas_sda)

Di Pasar Tanah Abang, Kali Krukut bercabang dua, yang melalui Kampung Bali dan yang berada di sisi Jalan Fachrudin yang ukurannya jauh lebih kecil. Aliran ini bertemu lagi di Kebon Sirih dan kembali terpecah, ke arah Barat yang dikenal dengan "Kali Cideng" dan ke arah timur yang disebut "Krukut".

Kali Krukut berada sejajar dengan Jalan Abdul Muis, melalui Petojo, Ketapang, hingga kembali bertemu dengan Cideng di Kelurahan Krukut. Sejak di Ketapang, kondisi Kali Krukut membaik dengan lebar 15-20 meter. Kali Krukut yang melalui Kelurahan Krukut menyatu dengan Kali Cideng, tepatnya di Jalan Sereal.

Warga setempat mengenalnya dengan Kali Cagak Krukut karena ada percabangan dua sungai yang menjadi satu. Sejak kawasan Kebon Sirih, tepi Kali Krukut dipasangi sheet pile. Setelah sungai dinormalisasi, kawasan itu tidak lagi tergenang banjir. Beberapa bagian sheet pile juga menjadi tanggul bagi permukiman yang lebih rendah dari kali.

Aliran Kali Krukut lalu tiba di Kelurahan Tambora, Jakarta Barat, dan kembali terpecah menjadi dua aliran, Kali Krukut yang ke arah barat, yang alirannya kemudian menyatu dengan aliran Kali Angke, dan aliran yang lebih besar membelah kawasan Kota Tua dan dikenal dengan nama Kali Besar. Kali Krukut yang mengaliri Kali Besar di Kota Tua alirannya lebar, bersih, dan bening sehingga dasarnya terlihat dan menjadi tempat warga memancing.

Pemandangan ini terlihat berbeda dengan Krukut di hilir yang hanya digunakan untuk saluran pembuangan limbah rumah tangga. Aliran Kali Besar bertemu aliran Sungai Ciliwung di Pompa Pasar Ikan, mengalir melalui saluran Pakin (saluran buatan), bertemu kembali dengan Kali Krukut di Jalan Gedong Panjang dan bermuara di Waduk Pluit, tidak langsung ke laut ke Teluk Jakarta.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh MPLKK (kali.krukut)

Semakin menyempit

"Kali krukut itu belum pernah direvitalisasi. Sedangkan, bangunan-bangunan (makin) menyempitkan kali itu di sisi kiri dan kanannya," kata Kepala Suku Dinas Sumber Daya Air (SDA) Jakarta Selatan Mustajab.

Ketika hujan deras dan air kiriman datang melewati Kali Krukut, kata dia, badan sungai tak lagi sanggup menampung debit air. Ketika banjir Sabtu lalu, debit air yang datang dari hulu sebanyak 277 meter kubik per detik. Sedangkan, daya tampung Kali Krukut hanya 150 meter kubik per detik.

Berdasarkan pantauan Republika pada Senin, di Kali Krukut di dekat Jembatan Kali Krukut, titik lokasi banjir Sabtu lalu, tampak lebar sungai hanya sekitar 12 meter. Di kiri dan kanannya tampak berderet bangunan, seperti rumah, toko, dan hotel. Bangunan itu dibangun persis hingga ke bibir kali. Tak ada sempadan sungai yang tersisa.

"Memang lebar Kali Krukut di Kemang itu sudah tidak ideal. Warga tidak mau mundur dari pinggir kali, padahal itu tanah kita. Di sepanjang Kali Krukut itu mereka membangun tanpa memiliki IMB (Izin Mendirikan Bangunan)," kata Mustajab.

Mustajab menilai, solusi banjir di Kawasan Kemang adalah dengan cara melakukan normalisasi Kali Krukut. Kali yang membentang dari Depok hingga Jakarta Pusat itu harus dikembalikan lebarnya sesuai standar, yakni 20 meter.

"Solusi jangka panjangnya ya normalisasi. Dibikin lagi lebar trase-nya 20 meter dan sempadan kiri kanannya 3 meter. Jadi, lebarnya minimal 25 meter," kata Mustajab.

Trase sungai 20 meter dan sempadan 3 meter itu, kata dia, sesuai dengan ketentuan undang-undang untuk sungai di wilayah perkotaan. Menurut dia, normalisasi Kali Krukut adalah kewenangan pemerintah pusat yang dalam hal ini adalah Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC). Sedangkan pembebasan lahan di bantaran sungai juga tanggung jawab pemerintah pusat.

"Kita (Pemerintah Daerah) membebaskan lahan itu sebenarnya hanya kontribusi saja. Kalau dalam undang-undang itu kewajiban pemerintah pusat," kata dia.

Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga, mengatakan, Gubernur DKI Jakarta harus segera membuat pelebaran Kali Krukut dan pembangunan waduk di Kemang. Hal ini harus dilakukan agar tidak ada lagi luapan air di wilayah Jakarta Selatan.

"Untuk kasus Kali Krukut dan Kemang, maka yang harus dilakukan adalah pelebaran Kali Krukut, pembangunan waduk baru di Kemang, memperbesar saluran air serta meninjau dan membatasi izin pembangunan di wilayah Kemang," kata Nirwono, Senin.

Efisiensi penggunaan lahan ini harus dimaksimalkan. Misalnya, tidak ada lagi izin pembangun rumah yang boros lahan, batasi pembangunan gedung bertingkat, optimalkan pembangunan waduk baru dan penambahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kemang.

"Hal ini harus segera ditindaklanjuti dengan cepat. Kalau tidak, luapan air akan semakin banyak dan berdampak pada masyarakat juga. Ini bahaya," kata dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat