Kendaraan pemudik melintas menuju gerbang Tol Cipali, Palimanan, Cirebon, Jawa Barat, Kamis (24/12/2020). Salah satu bentuk menekan mobilisasi masyarakat dengan memangkas cuti bersama. | Dedhez Anggara/ANTARA FOTO

Nasional

Cuti Bersama Dipangkas

Salah satu bentuk menekan mobilisasi masyarakat dengan memangkas cuti bersama.

JAKARTA – Pemerintah memutuskan untuk memangkas cuti bersama tahun ini dari tujuh hari menjadi hanya dua hari. Langkah ini diambil pemerintah karena penyebaran Covid-19 yang tidak kunjung terkendali. Dari lima hari pemangkasan cuti bersama ini, tiga hari di antaranya merupakan cuti bersama Hari Raya Idul Fitri 2021.

“Dalam surat keputusan bersama (SKB) sebelumnya terdapat tujuh hari cuti bersama. Setelah dilakukan peninjauan kembali SKB, maka cuti bersama dikurangi dari semula tujuh hari menjadi hanya tinggal dua hari saja,” kata Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy, Senin (22/2).

Kesepakatan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama, Menteri Ketenagakerjaan, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tentang Hari libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2021. Adapun cuti bersama tahun 2021 yang dipangkas yakni 12 Maret yang sebelumnya ditetapkan hari cuti bersama dalam rangka Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW.

Selanjutnya adalah cuti bersama Hari raya Idul Fitri 1442 Hijriah. Tanggal merah Idul Fitri adalah 13 Mei (Kamis) dan 14 Mei (Jumat). Dalam SKB lama, cuti bersama Idul Fitri ditetapkan tanggal 12, 17, 18, 19 Mei.

Namun, dalam SKB yang baru, cuti Idul Fitri hanya tanggal 12 Mei. Untuk tanggal 17, 18, 19 Mei dibatalkan. Kemudian, cuti tanggal 27 Desember untuk Hari Raya Natal juga dipangkas. Namun, cuti bersama Hari Natal untuk 24 Desember tetap diberikan.

Menurut Muhadjir, pertimbangan mengapa masih diberikan satu hari menjelang Hari Raya Idul Fitri dan satu hari menjelang Natal adalah untuk memudahkan Polri dalam mengelola pergerakan masyarakat. “Jangan sampai terjadi penumpukan pada satu hari dan justru akan berbahaya,” ujar dia.

Pekan lalu, Presiden Joko Widodo telah memberi sinyal untuk membatasi pergerakan masyarakat saat periode mudik Lebaran, Mei 2021 mendatang. Jokowi mengacu pada data statistik yang menunjukkan terjadinya lonjakan kasus Covid-19 setiap usai libur panjang.

“Ini yang terakhir (Imlek) yang belum kelihatan. Tetapi yang tahun baru dan sebelumnya lebih dari 40 persen. Ini saya sudah ngomong jangan diulangi lagi, sudah. Jangan diulang lagi, kita sudah empat kali mengalami, kalau kita ulang lagi kebangetan kita,” ujar Jokowi dalam dialog bersama sejumlah pimpinan media massa di Istana Merdeka.

Perkara lonjakan kasus Covid-19 setiap usai libur panjang sempat dijelaskan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito. Mengutip laporan satgas, sepanjang Maret-Juli 2020 lalu jumlah kasus aktif naik dari hanya 1.107 kasus menjadi 37.342 kasus.

Kenaikan itu dicapai dalam kurun waktu dua bulan. “Pada periode ini, peningkatan dibarengi dengan event libur panjang Idul Fitri pada tanggal 22 sampai 25 Mei 2020,” kata Wiku.

Kemudian beranjak ke Agustus-Oktober 2020, kasus aktif menanjak dari 39.354 orang menjadi 66.578 orang. Peningkatan tersebut juga dicapai dalam dua bulan. Bersamaan dengan itu, persentase daerah yang tak patuh protokol kesehatan naik dari 28,57 persen menjadi 37,12 persen.

“Pada periode ini bersamaan dengan event libur panjang saat HUT RI dan Tahun Baru Islam,” kata Wiku.

Berlanjut ke November-Desember, lonjakan kasus aktif semakin menjadi-jadi. Kenaikan tertinggi terjadi dalam periode ini. Kasus aktif naik dua kali lipat dari 54.804 menjadi 103.239 orang hanya dalam waktu satu bulan. “Pada periode ini kita sempat melewati event libur panjang Maulid Nabi Muhammad SAW,” kata Wiku.

photo
Kondisi ruang isolasi di Indonesia. - (Kementerian Kesehatan)

Sementara untuk libur akhir tahun 2020, terlihat ada lonjakan kasus cukup signifikan pada Januari 2021. Bahkan, rekor kasus harian tertinggi tercatat pada Sabtu (30/1/2021) dengan nyaris 15 ribu kasus dalam sehari.

Pakar epidemiologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair) Laura Navika Yamani menyambut baik pengurangan hari libur ini. Ia menilai keputusan pemerintah untuk memperpendek hari libur cukup baik untuk mengurangi mobilisasi masyarakat. 

Pemerintah juga dinilai lebih baik dibandingkan sebelumnya karena tidak mendadak mengeluarkan kebijakan libur. Saat itu, Laura melanjutkan, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang terkesan mendadak dan banyak orang merugi karena terlanjur memesan tiket.

“Saya sebagai epidemiolog sepakat ketika diberlakukan pemangkasan libur ini karena untuk memutus rantai penyebaran. Rantai penyebaran ini bisa diputuskan ketika mobilisasinya bisa ditekan, salah satu bentuk menekan mobilisasi masyarakat ini dengan memangkas libur panjang,” ujar dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat