Warga membayar infak menggukan mesin layanan Zakat, Infak dan Shodaqoh Drive Thru yang terpasang di area Masjid Jami Al-I’thishom, Cilandak, Jakarta, Selasa (15/12). | Republika/Thoudy Badai

Opini

Realisasi Zakat Saham

Melonjaknya jumlah investor lokal akan berdampak pada realisasi zakat saham perusahaan.

MUHAMMAD INDRA, Peneliti Pusat Kajian Strategis Baznas; NENDEN IRNA NURSYAHBANI, Business Development Shopee Indonesia

Tahun 2020 penuh momen tak terduga. Misalnya, krisis kesehatan Covid-19, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), dan jatuhnya pasar modal pada Maret lalu. Namun, peristiwa pada 2020 menjadi momentum peningkatan jumlah investor lokal di pasar modal.

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, pada acara pembukaan perdagangan saham perdana BEI tahun 2021 mengatakan, jumlah investor lokal pada 2020 hampir 3,88 juta investor. Tumbuh 56 persen dibandingkan 2019.

Peningkatan ini bisa disebabkan mudahnya pembukaan rekening investasi dan transaksi jual beli saham. Misalnya, banyak sekuritas kini mempromosikan jumlah setoran awal hanya Rp 100 ribu. Apalagi, verifikasi identitas dan pendaftaran akun dilakukan daring.

 
Sayangnya, aspek sosial ekonomi tak banyak dibahas, misalnya zakat.
 
 

Meningkatnya penggunaan media sosial selama PSBB juga berperan memperkuat posisi influencer pasar modal sehingga menarik calon investor baru. Meningkatnya jumlah investor pasar modal akan membawa manfaat bagi perekonomian, khususnya pasar saham.

Sayangnya, aspek sosial ekonomi tak banyak dibahas, misalnya zakat. Dalam konteks ini, perspektif syariah saham seharusnya bukan soal boleh atau tidaknya saham karena statusnya sudah jelas, melainkan bagaimana zakat dari saham perusahaan dioptimalkan.

Secara umum, zakat dikenakan jika harta muzaki sudah dimiliki selama satu tahun dalam kalender hijriyah (haul) dan jumlahnya harus di atas ambang zakat (nisab) setara harga 85 gram emas (saat ini sekitar Rp 80 juta-Rp 90 juta) dengan persentase zakat 2,5 persen.

Khusus untuk zakat saham perusahaan, terdapat beberapa pendapat dalam perhitungan zakat. Salah satunya, perhitungan zakat saham perusahaan bergantung pada motif investor. Ada dua motif yang dikenal, yaitu trading dan investasi.

 
Kedua motif ini mencari keuntungan di pasar saham, tetapi dengan cara berbeda. 
 
 

Kedua motif ini mencari keuntungan di pasar saham, tetapi dengan cara berbeda. Motif trading mencari keuntungan dengan memegang saham kurang dari satu tahun, fokusnya pergerakan harga bukan prospek jangka panjang perusahaan.

Zakat dari trading didasari pengenaan zakat pada komoditas perdagangan dan dibayarkan jika aset dari perdagangan saham melebihi nisab dan haul dengan persentase 2,5 persen.

Motif investasi berfokus pada jangka waktu lebih lama dan prospek perusahaan, tidak peduli harganya akan naik turun dalam jangka pendek. Nilai zakat dari investasi diperoleh dengan mengurangi total aset emiten dengan aset tetap dan kewajiban lancar.

Lalu, dikali tarif zakat 2,5 persen (5 persen untuk saham perusahaan pertanian). Selanjutnya, nilai itu dibagi total saham perusahaan untuk menghitung zakat yang akan dikenakan pada setiap saham.

 
Realisasi ini bahkan masih jauh dari potensi jumlah zakat yang bisa dihimpun hanya dari zakat saham.
 
 

Pada 2020, Puskas Baznas mengestimasi potensi zakat saham perusahaan berdasarkan aset emiten, yakni Rp 99,7 triliun atau 30,49 persen dari total potensi zakat di Indonesia. Penghimpunan pada 2020 hanya Rp 10,2 triliun dari seluruh objek zakat.

Realisasi ini bahkan masih jauh dari potensi jumlah zakat yang bisa dihimpun hanya dari zakat saham.

Fenomena melonjaknya jumlah investor lokal akan berdampak pada realisasi zakat saham perusahaan. Zakat akan meningkat jika pertumbuhan rekening baru dan tambahan dana investor lokal lebih tinggi dari pertumbuhan investor asing.

Zakat pada saham juga ditentukan mayoritas motif investor baru. Jika investor baru didominasi motif trading, zakat dihitung dengan dasar barang dagangan. Maka itu, pengumpulan zakat bergantung return pasar dan volatilitas harga.

Saat pasar bullish, zakat meningkat karena trader banyak untung. Di pasar yang bearish, aset saham trader cenderung berkurang dan mengurangi potensi zakat. Dengan motif ini, nisab dan haul zakat didasarkan pada investor.

 
Sebab, seluruh investor wajib berzakat bila telah memegang aset selama satu tahun (haul) berapa pun besaran asetnya. 
 
 

Jika didominasi motif investasi, zakat meningkat seiring bertambahnya investor baru ketika kinerja emiten mampu meningkatkan total kekayaan bersih. Selain itu, zakat dari motif investasi mencakup lebih banyak investor.

Sebab, seluruh investor wajib berzakat bila telah memegang aset selama satu tahun (haul) berapa pun besaran asetnya. Ketentuan nisab tidak didasarkan aset yang dipegang investor, tetapi pada aset emiten. Namun, semua asumsi tak berlaku jika literasi tak memadai.

Karena itu, infrastruktur pembayaran dan literasi zakat mesti diselesaikan bersamaan. Literasi bisa melalui sekolah pasar modal syariah. Materinya tidak hanya soal risk-reward sebagai investor, tetapi juga kewajiban investor syariah termasuk zakat.

Organisasi pengelola zakat (OPZ), harus aktif sosialisasi dan bekerja sama dengan perusahaan sekuritas guna memfasilitasi muzaki. Rekening investasi Syariah, mestinya tak hanya melarang investasi non-syariah, juga mengakomodasi kemudahan pembayaran zakat.

Sistem auto-debet atau force sell untuk zakat bisa jadi opsi investor agar tak terlewat berzakat. Kesimpulannya, peningkatan jumlah investor berpeluang meningkatkan zakat di pasar saham, tetapi ini ditentukan karakteristik dan literasi investor baru.

Maka itu, pemangku kepentingan zakat harus bekerja sama mewujudkan potensi itu, dengan meningkatkan sosialisasi zakat saham dan memfasilitasi investor baru. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat