Warga mengumpulkan botol bekas di Kampung Akuarium, Jakarta, Rabu (17/2). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin Indonesia pada September 2020 mencapai 27,55 juta orang setara dengan 10,19 persen dari jumlah penduduk. | ANTARA FOTO/Galih Pradipta

Opini

Piramida Intervensi Mustahik

Intervensi pembelaan mustahik untuk memastikan tidak ada lagi mustadh’afin.

MUHAMMAD SYAFI'IE EL-BANTANI, Direktur Dompet Dhuafa Pendidikan

Kuantitas sering menjadi jebakan bagi lembaga Ziswaf dalam intervensi kepada mustahik.

Ini bisa dipahami karena kuantitas menjanjikan publikasi yang seksi di mata publik. Dengan alokasi dana zakat relatif tak besar, tetapi menjangkau sekian banyak penerima manfaat. Durasi intervensinya pun relatif singkat. Bahkan, bisa jadi hanya sekali intervensi.

Berbeda dengan sisi kualitas, yang membutuhkan alokasi dana zakat tak sedikit dan durasi intervensi jauh lebih lama. Sudah begitu, umumnya penerima manfaatnya tidak banyak. Inilah yang kerap menjadi jebakan intervensi mustahik.

Gagal paham seperti di atas bermula dari tidak pahamnya soal piramida intervensi mustahik, yang memiliki tiga lapisan. Lapisan pertama atau paling bawah, pelayanan; lapisan kedua, pemberdayaan dan pengembangan; lapisan ketiga, pembelaan.

 
Intervensi pada lapisan ini sifatnya darurat, jangka pendek, karenanya kurang strategis, tetapi memang dibutuhkan dan mendesak.
 
 

Sebagaimana piramida, lapisan paling bawah memang paling besar. Lapisan kedua kian berkurang jumlahnya dan lapisan ketiga semakin kecil lagi. Namun, perlu dipahami landasan filosofinya agar lembaga Ziswaf tidak terjebak pada kuantitas dan mengabaikan kualitas.

Pada lapisan pertama, intervensi pelayanan mustahik. Intervensi pada lapisan ini sifatnya darurat, jangka pendek, karenanya kurang strategis, tetapi memang dibutuhkan dan mendesak.

Contohnya, intervensi terhadap penyintas bencana, layanan pengobatan gratis bagi dhuafa sakit, layanan santunan sembako bagi dhuafa terdampak pandemi, pembagian pulsa dan kuota gratis untuk pembelajaran daring semasa pandemi, dan sejenisnya.

Kata kuncinya, sifatnya charity. Pada lapisan ini, sifatnya mengatasi permasalahan seketika.

Nyaris tidak ada desain program dari input, proses, output, dan outcome yang rumit dan strategis sebagaimana format logical framework analysis, yang biasa digunakan Lembaga Ziswaf dalam merancang program.

Pada lapisan kedua, intervensi pemberdayaan dan pengembangan mustahik. Intervensi ini sifatnya bukan darurat lagi, melainkan investasi. Ada desain program terencana, terukur, dan strategis, dari input, proses, output, hingga outcome.

Durasi yang dibutuhkan dalam satu siklus periode program relatif lama. Bisa dua, tiga, bahkan ada yang sampai enam tahun dengan penerima manfaat yang sama. Contohnya, program-program pendidikan.

 
Pembinaan petani dhuafa, peternak, dan pelaku UMKM adalah program investasi yang butuh alokasi dana zakat relatif besar dan durasi intervensi lama.
 
 

Program beasiswa bagi mahasiswa dhuafa misalnya, selain memberikan biaya SPP dan uang saku bulanan, penerima manfaat juga mendapatkan pembinaan intensif di asrama selama masa program, yang berdurasi empat tahun sesuai masa kuliah.

Bayangkan, berapa dana zakat dibutuhkan dan SDM pengelola untuk membina mereka? Desain kurikulum yang dirancang untuk intervensi selama empat tahun juga perlu disiapkan. Namun, penerima manfaatnya tetap dan sama pada satu siklus periode program.

Demikian juga, program beasiswa di level sekolah. Ada yang merekrut penerima manfaat dari kelas 1 SMP dan program berlangsung sampai kelas 3 SMA. Artinya, durasi program berlangsung selama enam tahun untuk satu siklus periode program.

Maka itu, lebih besar lagi dana zakat yang dialokasikan. Contoh lain pada lapisan kedua adalah program ekonomi. Pembinaan petani dhuafa, peternak, dan pelaku UMKM adalah program investasi yang butuh alokasi dana zakat relatif besar dan durasi intervensi lama.

Tidak hanya memberikan bantuan modal usaha, tetapi juga melatih keterampilan, pendampingan, sampai pada membangun jaringan pemasarannya. Perlu disiapkan juga pendamping program dan tenaga ahlinya.

 
Tidak jarang tipologi kemiskinan yang ada bukanlah kemiskinan natural, melainkan struktural.
 
 

Di sini, tak jarang lembaga Ziswaf terkecoh. Intervensi mustahik pada lapisan kedua dinilai tak menarik. Padahal, jika dikembalikan ke paradigma dasar gerakan zakat, yaitu mengubah mustahik menjadi muzaki, intervensi inilah yang memungkinkan menjawabnya.

Bagaimana dengan lapisan ketiga? Intervensi pembelaan mustahik dibutuhkan untuk memastikan tidak ada lagi mustadh’afin (pemiskinan). Tidak jarang tipologi kemiskinan yang ada bukanlah kemiskinan natural, melainkan struktural.

Kemiskinan yang lahir akibat kebijakan tak memihak umat, melainkan para pemilik modal. Hasilnya kesenjangan sosial semakin curam. Pada titik inilah, lembaga Ziswaf perlu memberikan porsi melahirkan program intervensi pembelaan mustahik.

Jumlahnya sedikit saja sebagaimana pucuk piramida. Penerima manfaat pada level ini biasa disebut dengan asnaf fi sabilillah. Orang-orang yang berjuang dalam kebaikan, berpihak dan berkontribusi pada pembelaan kaum dhuafa.

 
Dibutuhkan keilmuan dan kecermatan pengelola lembaga Ziswaf agar mampu memberikan proporsi dan alokasi tepat, berlandaskan syariah dan tata kelola zakat.
 
 

Pada praktiknya, bisa berupa beasiswa aktivis kampus untuk melahirkan generasi elite masa depan. Durasi programnya relatif singkat satu tahun. Harapannya, 5-10 tahun kemudian, mereka menjadi aktivis masyarakat dan pemegang kebijakan publik.

Ketiga lapisan piramida intervensi mustahik di atas, semestinya dipandang secara utuh. Sebab, ketiganya dibutuhkan kaum dhuafa. Ketiganya juga memiliki karakteristik berbeda, karenanya model pengukuran dan indikator keberhasilannya pun berbeda.

Dibutuhkan keilmuan dan kecermatan pengelola lembaga Ziswaf agar mampu memberikan proporsi dan alokasi tepat, berlandaskan syariah dan tata kelola zakat. Dengan begitu, intervensi mustahik berdampak pada peningkatan kualitas hidup umat Islam secara keseluruhan. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat