Sejumlah murid mencuci tangan sebelum masuk hari pertama sekolah di SDN 11 Marunggi Pariaman, Sumatra Barat, Senin (13/7/2020). Pelajar di Pariaman disebut sudah terbiasa mengenakan jilbab di sekolah. (ilustrasi) | ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra

Kabar Utama

Penolakan SKB Seragam Terus Mengemuka 

SKB seragam dinilai dapat memicu konflik kewenangan pusat dan daerah.

JAKARTA -- Surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri tentang seragam sekolah masih terus memunculkan penolakan. Tiga menteri yang meneken aturan ini bergeming soal revisi. Dikhawatirkan terjadi gesekan antara pusat dan daerah terkait beleid yang melarang pewajiban ataupun pelarangan atribut keagamaan pada seragam sekolah itu.

Terkini, penolakan disampaikan Wali Kota Pariaman Genius Umar. Ia menyatakan, tak akan menerapkan larangan pewajiban atribut keagamaan di daerahnya. “Tidak akan menerapkan aturan tersebut di Kota Pariaman," kata Genius kepada Republika, Senin (15/2). 

Genius menyatakan, tugas sekolah adalah membentuk karakter dari peserta didik sesuai dengan ajaran agama masing-masing. Untuk itu, ia menambahkan, Pemkot Pariaman tidak dapat melarang sekolah mewajibkan dan mengimbau seragam siswa seperti diatur dalam SKB tiga menteri tersebut.

Ia juga mengeklaim, di Pariaman tidak ada peserta didik yang protes terhadap aturan berpakaian di sekolah. Karena, di Pariaman, menurut dia, masyarakatnya homogen dan mayoritas Islam. "Masyarakat Pariaman itu homogen. Tidak pernah ada kasus seperti itu (protes memakai jilbab). Jadi, biarkanlah berjalan seperti biasa," ujar Genius. 

photo
Sejumlah murid mengikuti pembelajaran tatap muka di SMPN 2 Pariaman, Sumatra Barat, Selasa (17/11/2020). Pelajar di Pariaman disebut sudah terbiasa mengenakan jilbab di sekolah. - (ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra)

Ia juga mempertanyakan bagaimana penerapan aturan tersebut di sekolah-sekolah berbasis agama, seperti sekolah dasar Islam terpadu (SDIT) dan sejenisnya untuk mematuhi SKB tiga menteri tersebut. "Kalau kebijakan ini kita terapkan, bagaimana dengan sekolah-sekolah agama yang ada, seperti SDIT atau yang lainnya?" kata Genius, Senin (15/2). 

Untuk diketahui, SKB sedianya tak diterapkan pada sekolah-sekolah swasta, tetapi hanya sekolah negeri. Genius merasa, semestinya Pemprov Sumatra Barat sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat melakukan koordinasi dengan seluruh pemerintah kota dan kabupaten di Sumbar untuk menyikapi SKB tiga menteri ini.

Sebab, penerapan aturan menurut SKB tersebut harus disesuaikan dengan wilayah masing-masing. Genius berencana menyurati Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim supaya dapat berbicara langsung membicarakan aturan berpakaian di sekolah ini. Karena, aturan tersebut tidak serta-merta dapat diterapkan di semua daerah. 

Sejauh ini, Pemkot Pariaman tidak memiliki regulasi pewajiban atribut agama tertentu di sekolah. Genius menjanjikan pihaknya juga tak akan pernah memaksakan aturan berpakaian sesuai dengan agama tertentu.

Namun, menurut dia, fakta di lapangan, semua peserta didik sudah dengan kesadaran sendiri memakai seragam yang identik dengan Islam karena memang mayoritas penduduk di Pariaman memeluk agama Islam. 

Sebelumnya, Plt Bupati Indramayu Taufik Hidayat juga menolak mencabut perda imbauan seragam bagi siswa/siswi Muslim. Ia menyatakan, imbauan yang selama ini dijalankan di Indramayu positif bagi perkembangan siswa/siswi. Dalam SKB tiga menteri, diatur bahwa pemerintah daerah atau sekolah yang tak menaati bakal dikenai sanksi. Hukuman itu dari teguran tertulis hingga penghentian bantuan dana pendidikan dari pemerintah pusat. 

Penolakan dari daerah ini sedianya sudah dikhawatirkan bakal terjadi oleh anggota Komisi X DPR Ledia Hanifa Amaliah. Politikus PKS itu menilai, SKB tersebut dapat memicu konflik kewenangan pusat dan daerah. "Secara tata urutan perundang-undangan SKB tidak bisa memerintahkan untuk membatalkan perda," kata Ledia kepada Republika, Senin (15/2). 

Ledia menjelaskan, SKB tersebut melarang di sekolah negeri di bawah pemerintah daerah untuk memaksakan siswa menggunakan seragam berdasarkan keagamaan. Menurut dia, jika melihat beberapa peraturan daerah tentang seragam berdasarkan keagamaan selalu disebutkan bagi yang memeluk agama tersebut, maknanya tidak ada pemaksaan bagi pemeluk agama lain.

"Jika terjadi kasus perintah mencopot jilbab di Bali ataupun menggunakan jilbab di Padang, harus dilihat sebagai perilaku oknum, kecuali jika jelas-jelas perdanya menyatakan demikian," ujarnya. 

photo
Sejumlah siswi baru mengikuti pembukaan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di SMA Negeri 2 Indramayu, Jawa Barat, Senin (13/7/2020). Pemkab Indramayu sejauh ini masih memberlakukan imbauan berseragam bagi Muslim/Muslimah. - (ANTARA FOTO/Dedhez Anggara)

Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah meminta SKB tiga menteri ini direvisi. MUI menilai revisi ini bertujuan agar SKB tiga menteri tidak memicu polemik, kegaduhan, serta ketidakpastian hukum. Sekretaris Jenderal (Sekjen) MUI Buya Amirsyah Tambunan menyampaikan, MUI menilai larangan pewajiban semestinya dibatasi pada pihak yang berbeda agama.

"Implikasi ini harus dibatasi pada pihak (peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan) yang berbeda agama sehingga terjadi pemaksaan kekhasan agama tertentu pada pemeluk agama yang lain," kata Buya Amirsyah melalui pesan tertulis, Sabtu (13/2). 

Buya Amirsyah mengatakan, bila mewajibkan perintah, persyaratan, atau imbauan itu diberlakukan terhadap peserta didik yang seagama, pemerintah tidak perlu melarang. Sekolah bisa saja memandang itu sebagai bagian proses pendidikan agama dan pembiasaan akhlak mulia terhadap peserta didik.

"Hal itu seharusnya diserahkan kepada sekolah, bermusyawarah dengan para pemangku kepentingan, termasuk komite sekolah, untuk mewajibkan atau tidak, mengimbau atau tidak. Pemerintah tidak perlu campur tangan pada aspek ini," ujarnya. 

Meskipun meminta revisi, MUI tetap menghargai sebagian isi SKB tiga menteri tersebut dengan dua pertimbangan. Pertama, SKB ini bisa memastikan hak peserta didik menggunakan seragam dengan kekhasan agama sesuai keyakinannya dan tidak boleh dilarang oleh pemerintah daerah dan sekolah. Pertimbangan kedua, SKB ini melarang pemerintah daerah dan sekolah memaksakan seragam kekhasan agama tertentu kepada penganut agama yang berbeda. 

Menanggapi seruan MUI tersebut, Dirjen PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbud, Jumeri, menyatakan, hal itu kewenangan tiga menteri yang mengeluarkan SKB. Di antaranya Mendikbud Nadiem Makarim, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dan Menteri Agama Yaqut Choilil Coumas. "Yang diminta kan tiga menteri, kita tunggu (tanggapannya)," kata Jumeri saat dikonfirmasi Republika

Menurut dia, belum ada koordinasi antarmenteri untuk menanggapi kritik terhadap SKB tiga menteri yang disampaikan sejumlah pihak. Ia menyebutkan, kemungkinan tidak ada pembahasan lebih lanjut atas SKB ini. Dia juga mengaku tidak mengetahui SKB ini akan direvisi atau tidak. "Belum tahu," ujar Jumeri. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat