Seorang wanita Palestina saat melaksanakan shalat pada bulan suci Ramadhan di sebelah gerbang Masjid Al-Aqsa, Yerusalem, Senin (11/5/2020). Palestina kian merasa ditinggalkan Arab dan dunia: masa depan Palestina yang suram semakin suram. | EPA-EFE/ATEF SAFADI

Opini

Masa Depan Palestina di Masa Presiden Joe Biden

Palestina kian merasa ditinggalkan Arab dan dunia: masa depan Palestina yang suram semakin suram.

HAJRIYANTO Y THOHARI, Duta Besar RI untuk Lebanon

 

Kebijakan luar negeri Amerika Serikat di Timur Tengah pasca-Perang Dunia II pada dasarnya tak jauh dari tiga landasan. Pertama, berdasarkan kepentingan mempertahankan hegemoni di kawasan yang secara geopolitik sangat strategis.

Kedua, mengamankan akses terhadap minyak. Ketiga, proteksi terhadap keamanan Israel. Pasca 9/11, ditambah keempat, membendung apa yang disebut terorisme dan gerakan Islamis (Rabie, 2004; dan Al Sarhan, 2017).

Jika melihat sejarahnya, landasan tersebut tak pernah berubah, siapa pun presiden AS, baik dari Partai Republik maupun Partai Demokrat. Perbedaannya pada gaya dan nuansa belaka. Jika tidak demikian, pastilah persoalan Palestina sudah selesai sejak lama.

Apalagi setelah Perang Dingin usai, AS satu-satunya adidaya dunia. Ekstremnya, apapun yang dikehendaki AS terjadilah! Pada masa Presiden Donald Trump (Republik) kebijakan AS di Timteng begitu mencolok, memecah, dan tanpa tedeng aling-aling.

AS bukan hanya mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan memindahkan kedutaan besarnya ke sana, juga menyerukan negara aliansinya mengikuti jejaknya.

 
Pada masa Presiden Donald Trump (Republik) kebijakan AS di Timteng begitu mencolok, memecah, dan tanpa tedeng aling-aling.
 
 

AS bukan hanya menyatakan Israel berhak atas (sebagian) Tepi Barat, juga mendesakkan proposal perdamaian Peace to Prosperity: A Vision to Improve the Lives of the Palestinian and Israeli People (Januari 2020) yang sangat berpihak pada Israel.

Kesepakatan Ibrahim (Abraham Accord) yang diteken UEA, Bahrain, Israel, dan AS (13 Agustus 2020) bisa dipandang bagian strategi menciptakan habitus dan arena baru (meminjam teori Pierre Boerdieu) memuluskan proposal Peace to Prosperity.

Sebagai prolog, AS melobi negara Arab, menggelar The Peace to Prosperity Workshop di Bahrain (25 Juni 2019) serta pemanasan lainnya. Sebagai epilog, AS bertindak sebagai broker tunggal mendesak negara Arab menormalisasi hubungan dengan Israel.

Dalam waktu singkat, AS berhasil membawa UEA dan Bahrain ke Gedung Putih untuk menandatangani Kesepakatan Ibrahim pada 13 Agustus 2020 yang menandai normalisasi hubungan kedua negara Arab tersebut dengan Israel.

Lalu Sudan dengan beberapa kompensasi, yaitu pencabutan dari daftar negara teroris, pembebasan dari tuntutan hukum atas kasus terorisme, bantuan ekonomi, dan dukungan negosiasi atas sengketa debit sungai Nil akibat proyek Grand Ethiopian Renaissance Dam.

Besar dugaan, langkah ketiga negara Arab terakhir (2020) yang mengikuti Mesir (1979) dan Yordania (1994), diikuti negara Arab lainnya. Benar belaka, Maroko menyusulnya. Bagi Trump, sepak terjangnya di Timteng, bagian strategi memenangkan Pilpres 2020.

 
Bagi Trump, sepak terjangnya di Timteng, bagian strategi memenangkan Pilpres 2020.
 
 

Proposal Peace to Prosperity dan Kesepakatan Ibrahim, sejatinya ingin dijadikan capaian politik luar negeri Trump dalam Pilpres 2020 kemarin. Namun, Trump kalah dalam pemilu itu. Sementara, kebijakan AS di Timteng di bawah Biden juga masih belum jelas.

Pertanyaannya, bagaimana prospek perdamaian Timur Tengah, khususnya penyelesaian konflik Israel-Palestina, di bawah Biden? Sangat mungkin, Biden tak melanjutkan paket proposal perdamaian AS yang diajukan pendahulunya itu.

Namun, rasanya tak mungkin Biden menganulir keputusan Trump yang mengakui penuh Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Apalagi reaksi dan tanggapan negara Arab atas proposal itu tidak solid meski disadari tidak adil, bahkan tanpa banyak bertanya.

 
Rasanya tak mungkin Biden menganulir keputusan Trump yang mengakui penuh Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
 
 

Memang benar, secara retorika negara-negara Arab tetap memberikan dukungan penuh kepada Palestina. Namun, kekuatan dan kekompakan Arab tak lagi seperti dulu. Ada dua hal yang harus dicatat.

Pertama, dunia Arab disibukkan dengan persoalan berat di Yaman, Libya, Suriah, dan lain-lainnya, serta kepentingan nasionalnya mulai mengalahkan urusan Palestina.

Kedua, beberapa negara Arab terpenting sedang mendefinisikan ulang apa yang disebut sebagai ancaman regional yang notabene berbeda dengan era sebelumnya: dari ancaman Zionisme Israel (Hitti, 2010, 969) ke ancaman Iran.

Melihat platform kebijakan politik AS di Timteng seperti di atas dan mencatat perubahan politik Arab terhadap apa yang didefinisikannya sebagai ancaman atas keamanan nasional dan regionalnya, maka masa depan dan nasib Palestina tak terlalu menggembirakan.

 
Walhasil, tidak di AS, tidak di Arab, persoalan Palestina lebih sering jadi komoditas politik belaka.
 
 

Walhasil, tidak di AS, tidak di Arab, persoalan Palestina lebih sering jadi komoditas politik belaka. Tak heran editorial koran terkemuka Lebanon, The Daily Star (11 Juni 2019), meluapkan kemarahannya dengan editorialnya: Palestine not for sale!

Palestina semakin merasa ditinggalkan Arab dan dunia: masa depan Palestina yang suram semakin suram. Palestina yang tanpa harapan, apalagi jika merasa semakin kesepian dalam elegi dan solilokui, akan mengundang katastropi.

Bangsa Palestina hanya disuruh mendiskusikan satu proposal perdamaian ke proposal perdamaian lainnya, dari two states solution (Israel dan Palestina), three states solution (Israel, Tepi Barat, dan Gaza), juga sempat terdengar one state solution, dan kini bisa-bisa malah menjadi no solution!

 
Dari two states solution (Israel dan Palestina), three states solution (Israel, Tepi Barat, dan Gaza), juga sempat terdengar one state solution, dan kini bisa-bisa malah menjadi no solution!
 
 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat