Azyumardi Azra | Daan Yahya | Republika

Resonansi

Kerusakan Alam: Rejuvenasi Islamisitas (3)

Dalam perspektif politik, sosial-budaya, dan agama perlu rejuvenasi Islamisitas.

Oleh AZYUMARDI AZRA

OLEH AZYUMARDI AZRA 

Banyak bagian dunia Muslim menjadi wilayah yang mengalami destruksi ekosistem dan kerusakan alam paling parah.

Jika pada 1970-an, dunia Barat (Eropa dan Amerika Utara) dianggap mengalami kerusakan alam parah, sejak 1990-an lingkungan alam mereka sebagian besar telah direhabilitasi dan dipreservasi; mereka kemudian mengambil kebutuhan bahan mentah dari bagian dunia lain, khususnya dunia Muslim.

Sebaliknya, dunia Muslim terdiri atas negara-negara yang sebagian kecil, termasuk emerging countries dan lebih banyak miskin dan terbelakang. Mereka mengeksploitasi berbagai sumber daya alam (SDA) di darat dan di laut habis-habisan untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi. Banyak kekayaan SDA negara Muslim dinikmati negara maju di Eropa, Amerika Utara, dan Asia Timur.

Penulis Resonansi ini pernah mengungkapkan panjang lebar penyebab destruksi ekosistem dan kerusakan alam di negara-negara dunia Muslim dalam webinar bertajuk “Islamic Thought and Sustainable Development”. Webinar ini diselenggarakan Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC), Universiti Islam Antarbangsa Malaysia (14/1).

 
Kekuatan kolonialisme menciptakan struktur ekonomi dan sosial pincang, yang membuat anak negeri Muslim terperangkap keterbelakangan.
 
 

Secara historis, banyak wilayah dunia Muslim dijajah berbagai kekuatan kolonialisme Eropa dalam waktu lama. Mereka mengeksploitasi kekayaan alam wilayah dunia Muslim dan pada saat yang sama, menjadikan keadaan ekonomi dan sosial-budayanya terbelakang.

Kekuatan kolonialisme menciptakan struktur ekonomi dan sosial pincang, yang membuat anak negeri Muslim terperangkap keterbelakangan.

Meski seusai Perang Dunia II, negara-negara Muslim berhasil mencapai kemerdekaan, struktur kekerasan peninggalan kolonial tetap bertahan atau bahkan dilanjutkan rezim penguasa Muslim sendiri.

Keterbelakangan ekonomi, sosial-budaya, dan pendidikan memengaruhi ekspresi Islamisitas. Didorong semangat keagamaan yang kuat, pendidikan yang lebih diutamakan adalah pendidikan agama dan bidang humaniora dan ilmu sosial lain.

Sains-teknologi ditelantarkan karena tidak terkait langsung dengan agama, apalagi bidang ini secara epistemologis bergantung pada penelitian empiris dan penggunaan nalar.

 
Islam juga mengajarkan tata hubungan baik dengan lingkungan alam; tidak hanya hubungan baik dengan Allah SWT dan sesama manusia. 
 
 

Dengan keterbelakangan dalam berbagai bidang, banyak Muslim menampilkan Islamisitas terbelah. Dalam sejarah era kemerdekaan, terjadi peningkatan Islamitas ibadah mahdhah, yang menampilkan kesalehan individual simbolis di seluruh dunia Muslim.

Namun, ekspresi kesalehan Islamisitas tidak terlihat banyak dalam kehidupan sosial. Contoh sederhana, Islam mengajarkan kebersihan; tetapi lingkungan hidup kaum Muslim kotor. Kebanyakan tidak menerapkan ajaran Islam tentang kebersihan (thaharah) dalam kehidupan sehari-hari.

Islam juga mengajarkan tata hubungan baik dengan lingkungan alam; tidak hanya hubungan baik dengan Allah SWT dan sesama manusia. Kaum Muslimin diajarkan menghormati flora dan fauna dan SDA lainnya di darat, laut, dan langit.

Muslim terlarang membuat kerusakan (fasad). Tetapi, banyak ajaran Islam itu sering tidak dijalankan kaum Muslim. Justru banyak negara-bangsa non-Muslim yang menerapkan ajaran Islam tentang pemeliharaan lingkungan.

Dalam berbagai survei global tentang Islamisitas, negara-negara Muslim tak pernah berada di peringkat atas. Jika warga Muslim awam di dunia Muslim yang over-populated biasa melakukan kerusakan alam, pihak paling bertanggung jawab adalah pejabat tinggi dan elite politik.

 
Karena itu, dalam perspektif politik, sosial-budaya, dan agama perlu rejuvenasi—memudakan kembali—Islamisitas guna mencegah kerusakan alam lebih parah.
 
 

Para penguasa, baik di tingkat pusat maupun daerah, sering bersekongkol dengan pengusaha melakukan destruksi ekosistem dan kerusakan alam. Mereka hanya memikirkan keuntungan tanpa berpikir tentang ajaran Islam, yang melarang perusakan alam.

Kebanyakan pejabat dan elite politik di dunia Muslim, yang menimbulkan kerusakan alam bisa dipastikan, penganut Islam. Selain itu, bisa dipastikan, banyak pengusaha yang terlibat eksploitasi sumber daya alam juga penganut Islam.

Mereka beserta penguasa dan pengusaha lain non-Muslim tidak memedulikan larangan perusakan lingkungan alam yang diajarkan agama.

Karena itu, dalam perspektif politik, sosial-budaya, dan agama perlu rejuvenasi—memudakan kembali—Islamisitas guna mencegah kerusakan alam lebih parah.

Dengan rejuvenasi Islamisitas bisa dilakukan konservasi, preservasi, dan rehabilitasi kerusakan ekosistem dan lingkungan alam. Pembangunan dan pemanfaatan SDA harus menjamin keberlanjutan dan keterpeliharaan ekosistem dan lingkungan alam.

Rejuvenasi Islamisitas mesti dimulai dengan pendidikan dalam keluarga, sekolah, dan lingkungan sosial lebih luas. Pada saat yang sama, rejuvenasi Islamisitas juga harus ditingkatkan melalui berbagai bentuk dakwah dalam lingkungan umat. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat