Petugas membawa alat bukti KPU dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) untuk Pemilihan Presiden 2019, di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (12/6/2019). (ilustrasi) | ANTARA FOTO

Nasional

'Legitimasi Pilpres Bisa Diragukan'

Sebanyak 270 posisi kepala daerah akan dipimpin pelaksana tugas sampai 2024.

JAKARTA — Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia (IPI) Burhanuddin Muhtadi mengkritik rencana pelaksanaan pilkada yang digabung dengan Pilpres 2024. Menurut dia, ada potensi legitimasi Pilpres 2024 diragukan jika pilkada, pileg, dan pilpres digelar pada tahun yang sama. Sebab, sebelum gelaran pesta demokrasi serentak 2024, sekitar 270 posisi kepala daerah akan diisi pelaksana tugas (plt).

Plt kepala daerah ini merupakan penunjukan pemerintah. Menurut Burhanuddin, hal itu bakal memunculkan potensi stigma negatif soal pemenang pilpres mendatang. Ia memprediksi bakal muncul anggapan plt digerakkan untuk memenangkan salah satu pasangan calon presiden 2024. 

"Ada 270 wilayah jumlah populasi besar. Bayangkan kepala daerah yang habis masanya 2022-2023 hampir semua wilayah Jawa, Sumsel, Sumut lalu dipegang Plt. Kalau muncul dugaan abuse of power untuk 2024 saya khawatir hasil pemilu 2024 diragukan karena penggunaan Plt," kata Burhanuddin, Senin (8/2).

Burhanuddin menilai wajar jika publik menaruh curiga kepada Plt. Proses pemilihan Plt dilakukan oleh lembaga eksekutif setingkat di atasnya. Misalnya, Plt gubernur dipilih presiden, Plt bupati/wali kota dipilih gubernur. Ini berbeda jauh dari kepala daerah definitif yang dipilih langsung oleh rakyat.

Dari proses pemilihan yang tidak demokratis itu, Burhanuddin curiga Plt akan mengambil kebijakan tertentu yang menguntungkan salah satu pihak.

Berdasarkan survei IPI, mayoritas responden tidak setuju pilkada digelar serentak dengan pilpres dan pileg pada 2024. Sebesar 63,2 persen responden menghendaki pilkada dipisah dengan pilpres dan pileg.

Survei IPI ini digelar pada 1-3 Februari 2021 dengan 1.200 responden dipilih secara acak. Margin of error survei kurang lebih sebesar 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati menegaskan, pelaksanaan pilkada dan pilpres 2024 memunculkan kompleksitas sangat tinggi. Perludem mengusulkan pemisahan pilkada dengan pilpres dan pileg.

Menurut Perludem, jika pemilu serentak tetap dengan lima kotak (pilpres, pileg DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota) hanya mengulangi kompleksitas Pemilu 2019. Jika melihat ke belakang, kompleksitas itu mengakibatkan ratusan petugas gugur kelelahan.

"Kami setuju jadwal pilkada dinormalkan sehingga di 2022 dan 2023 tetap ada pilkada," kata dia.

Koalisi solid

Di sisi lain, pemerintah dan partai politik koalisinya solid menolak pembahasan revisi UU Pemilu untuk memisahkan pilkada dengan pilpres dan pileg. Terakhir, sikap balik arah dukungan menolak revisi UU Pemilu ditunjukkan Partai Nasdem.

Sekretaris Fraksi Partai Nasdem DPR, Saan Mustofa, mengaku pihaknya kini tak melanjutkan pembahasan revsisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Hal ini sesuai dengan arahan Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh.

"Karena ada pertimbangan yang lebih besar dalam prespektif pemerintah, disampaikan partai koalisi kami mengikuti yang menjadi keputusan partai," ujar Saan dalam diskusi daring, Senin (8/2).

Ia berharap, ke depan pemerintah tetap membuka ruang diskusi dalam rencana revisi ini. Tujuannya, tak lain agar sistem kepemiluan di Indonesia dapat lebih baik dan tidak menimbulkan korban jiwa dari pihak penyelenggara. 

Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung menuturkan, Golkar adalah bagian koalisi pemerintahan Jokowi yang memiliki kesamaan pandangan terhadap UU tersebut. "Saya kira ada diskusi sangat intensif antara pemerintah dengan pimpiman parpol kami, sehingga pada akhirnya kemudian sampai pada satu kesimpulan kita tunda pembahasan revisi UU ini," ujar Ketua Komisi II DPR itu.

 

Survei Pilkada 2024

Indikator Politik Indonesia:

63,2 persen tak mendukung 

28,9 persen mendukung

Index Politica:

66,8 persen tak setuju

14,1 persen setuju

Sumber: Pusat Data Republika

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat